Senin, 30 November 2009

KABUPATEN SIDOARJO




Kabupaten Sidoarjo, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Sidoarjo. Kabupaten ini berbatasan dengan Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik di utara, Selat Madura di timur, Kabupaten Pasuruan di selatan, serta Kabupaten Mojokerto di barat. Sidoarjo dikenal sebagai penyangga utama Kota Surabaya, dan termasuk kawasan Gerbangkertosusila.

Sejarah
Sidoarjo dahulu dikenal sebagai pusat Kerajaan Janggala. Pada masa kolonialisme Hindia Belanda, daerah Sidoarjo bernama Sidokare, yang merupakan bagian dari Kabupaten Surabaya. Daerah Sidokare dipimpin oleh seorang patih bernama R. Ng. Djojohardjo, bertempat tinggal di kampung Pucang Anom yang dibatu oleh seorang wedana yaitu Bagus Ranuwiryo yang berdiam di kampung Pangabahan. Pada 1859, berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 9/1859 tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No. 6, daerah Kabupaten Surabaya dibagi menjadi dua bagian yaitu Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokari. Sidokare dipimpin R. Notopuro berasal dari Kasepuhan, putra R.A.P Tjokronegoro, Bupati Surabaya. Pada tanggal 28 Mei 1859, nama Kabupaten Sidokare, yang memiliki konotasi kurang bagus diubah menjadi Kabupaten Sidoarjo.

Geografi
Wilayah Kabupaten Sidoarjo berada di dataran rendah. Sidoarjo dikenal dengan sebutan Kota Delta, karena berada di antara dua sungai besar pecahan Kali Brantas, yakni Kali Mas dan Kali Porong. Kota Sidoarjo berada di selatan Surabaya, dan secara geografis kedua kota ini seolah-olah menyatu.

Transportasi
Bandara Internasional Juanda dan terminal bus Purabaya yang dianggap sebagai "milik" Surabaya, berada di wilayah kabupaten ini. Terminal Purabaya merupakan gerbang utama Surabaya dari arah selatan, dan salah satu terminal bus terbesar di Asia Tenggara. Kereta komuter Surabaya Gubeng-Sidoarjo-Porong menghubungkan kawasan Sidoarjo dengan Surabaya.

Pembagian administratif
Kabupaten Sidoarjo terdiri atas 18 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Kota kecamatan lain yang cukup besar di Kabupaten Sidoarjo diantaranya Taman, Krian, Candi, Porong dan Waru.

Perekonomian
Perikanan, industri dan jasa merupakan sektor perekonomian utama Sidoarjo. Selat Madura di sebelah Timur merupakan daerah penghasil perikanan, diantaranya ikan, udang, dan kepiting. Logo Kabupaten menunjukkan bahwa Udang dan Bandeng merupakan komoditi perikanan yang utama kota ini. Sidoarjo dikenal pula dengan sebutan "Kota Petis". Oleh-oleh makanan khas Sidoarjo adalah Bandeng Asap dan Kerupuk Udang. Sektor industri di Sidoarjo berkembang cukup pesat karena lokasi yang berdekatan dengan pusat bisnis kawasan Indonesia Timur (Surabaya), dekat dengan Pelabuhan Laut Tanjung Perak maupun Bandar Udara Juanda, memiliki sumber daya manusia yang produktif serta kondisi sosial politik dan keamanan yang relatif stabil menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Sidoarjo. Sektor industri kecil juga berkembang cukup baik, diantaranya sentra industri kerajinan tas dan koper di Tanggulangin, sentra industri sandal dan sepatu di Wedoro - Waru dan Tebel - Gedangan, sentra industri kerupuk di Telasih - Tulangan.

Olahraga
Gelora Delta terdapat di Jalan Pahlawan Kota Sidoarjo, dimana pernah digunakan untuk pembukaan PON XV Jawa Timur 2002. Dimana stadion ini adalah markas dari klub sepak bola Deltras Sidoarjo.

Kuliner Khas
• Kupang Lontong Sidoarjo + Sate kerang
• Bandeng presto Sidoarjo

Rabu, 18 November 2009



Tarik adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Bagian barat daerah ini dulu diyakini sebagai Hutan Tarik, yaitu sebuah hutan yang dibuka oleh Raden Wijaya menjadi sebuah desa cikal bakal kerajaan Majapahit. Kalimati adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur.

Desa Kalimati
Peta lokasi Desa Kalimati
Provinsi Jawa Timur
Kabupaten Sidoarjo
Kecamatan Tarik
Kepala desa Sudangir
Jumlah penduduk ± 7000

Teori Lokasi August Losch

Losch mengatakan bahwa lokasi penjual berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat dijaringnya. Makin jauh dari pasar, konsumen enggan membeli karena biaya transportasi (semakin jauh tempat penjualan) semakin mahal. Produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan penjualan terbesar. Losch menyarankan lokasi produksi ditempatkan di dekat pasar (baca: Centre Business District). Kontribusi utama Losch adalah memperkenalkan potensi permintaan (demand) sebagai faktor penting dalam lokasi industri, Kedua, kritik terhadap pendahulunya yang selalu berorientasi pada biaya terkecil; padahal yang biasanya dilakukan oleh industri adalah memaksimalkan keuntungan (profit– revenue maximation) dengan berbagai asumsi, Losch mengemukakan bagaimana economic landscape terjadi, yang merupakan keseimbangan (equillibrium) antara supply dan demand. Oleh karena itu Losch merupakan pendahulu dalam mengatur kegiatan ekonomi secara spasial dan pelopor dalam teori ekonomi regional modern.
Proses terjadinya wilayah pasar Efek Perubahan Harga Teori August Losch
August Losch merupakan orang pertama yang mengembangkan teori lokasi dengan segi permintaan sebagai variabel utama. Teori ini bertujuan untuk menemukan pola lokasi industri sehingga diketemukan keseimbangan spasial antar lokasi. Losch berpendapat bahwa dalam lokasi industri yang tampak tidak teratur dapat diketemukan pola keberaturan. Teori Losch berasumsi suatu daerah yang homogen dengan distribusi sumber bahan mentah dan sarana angkutan yang merata serta selera konsumen yang sama. Kegiatan ekonomi yang terdapat di daerah tersebut merupakan pertanian berskala kecil yang pada dasarnya ditujukan bagi pemenuhan kebutuhan petani masing-masing. Perdagangan baru terjadi bila terdapat kelebihan produksi. Untuk mencapai keseimbangan, ekonomi ruang Losch harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
1. Setiap lokasi industri harus menjamin keuntungan maksimum bagi penjual maupun pembeli.
2. Terdapat cukup banyak usaha pertanian dengan penyebaran cukup merata sehingga seluruh permintaan yang ada dapat dilayani.
3. Terdapat free entry dan tidak ada petani yang memperoleh super-normal prpfit sehingga tidak ada rangsangan bagi petani dari luar untuk masuk dan menjual barang yang sama di daerah tersebut.
4. Daerah penawaran adalah sedemikian hingga memungkinkan petani yang ada untuk mencapai besar optimum.
5. Konsumen bersikap indifferent terhadap penjual manapun dan satu-satunya pertimbangan untuk membeli adalah harga yang rendah. Pada teori Losch, wilayah pasar bisa berubah ketika terjadi inflasi (perubahan) harga. Hal ini disebabkan karena produsen tidak mampu memenuhi permintaan yang karena jaraknya jauh akan mengakibatkan biaya transportasi naik sehingga harga jualnya juga naik, karena tingginya harga jual maka pembelian makin berkurang. Hal ini mendorong petani lain melakukan proses produksi yang sama untuk melayani permintaan yang belum terpenuhi. Dengan makin banyaknya petani yang menawarkan produk yang sama, maka akan terjadi dua keadaan : 1. seluruh daerah akan terlayani, 2. persaingan antar petani penjual akan semakin tajam dan saling berebut pembeli. Losch berpendapat bahwa akhirnya luas daerah pasar masing-masing petani penjual akan mengecil dan dalam keseimbangannya akan terbentuk segienam beraturan. Bentuk ini dipilih karena menggambarkan daerah penjualan terbesar yang masih dapat dikuasai setiap penjual dan berjarak minimum dari tempat lokasi kegiatan produksi yang bersangkutan. Keseimbangan yang dicapai dalam teori Losch berasumsi bahwa harga hanya dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran, oleh karenanya keseimbangan akan terganggu bila salah seorang penjual menaikkan harga jualnya. Keputusan ini mengakibatkan tidak hanya pasar menyempit karena konsumen tak mampu membeli tapi sebagian pasar akan hilang dan direbut oleh penjual yang berdekatan. Untuk memperluas jangkauan pasar dapat dilakukan dengan menjual barang yang berbeda jenis dari yang sudah ditawarkan.
Studi Kasus Teori Lokasi Industri August Losch
Dalam studi kasus teori lokasi industri Agust Losch ini dapat diambil contoh pendirian lokasi pabrik kendaraan bermotor yang terdapat di Indonesia, dimana pendirian pabrik kendaraan bermotor ini dinilai tepat berdasarkan teori August Losch karena lokasi pabrik tersebut didirikan dengan tujuan untuk mendekatkan diri pada konsumennya, hingga proses distribusi dari kendaraan bermotor tersebut akan lebih cepat dilakukan dibanding harus diproduksi di daerah asalnya yaitu Jepang, dari segi biaya produksi pun akan lebih murah karena beberapa komponen atau suku cadang kendaraan bermotor tersebut, bahan bakunya ada yang tersedia di Indonesia, begitu juga dengan tenaga kerja, dimana ongkos tenaga kerja di Indonesia masih lebih murah dibanding negara asal kendaraan bermotor tersebut, hingga harapan agar keuntungan maksimal yang diinginkan akan terpenuhi.

Jumat, 13 November 2009




Kondisi Geografis

Kabupaten Sidoarjo terletak antara 112,5o – 112,9o BT dan 7,3o – 7,5o LS dengan wilayah yang berbatasan dengan :
• Sebelah Utara : Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik
• Sebelah Selatan : Kabupaten Pasuruan
• Sebelah Barat : Kabupaten Mojokerto
• Sebelah Timur : Selat Madura
Kabupaten Sidoarjo merupakan kabupaten dengan wilayah terkecil di Propinsi Jawa Timur, dengan luas wilayah 63.438,53 Ha atau 634,34 km2 diapit oleh Sungai Mas dan Sungai Porong.
Jumlah penduduk Kabupaten Sidoarjo, menurut hasil sensus penduduk tahun 2000 sebesar 1.548.820 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 2.441 jiwa/km2 dan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,87 %, hal ini bukan berarti tingginya angka kelahiran, tetapi disebabkan oleh arus urbanisasi yang tinggi sebagai dampak dari pertumbuhan sektor industri dan perumahan di Sidoarjo serta dampak Surabaya Metropolitan Area.
Angka TFR (Total Fertility Rate) Kabupaten Sidoarjo sebesar 1,9 (Susenas 2000), hal ini menunjukkan bahwa angka kelahiran di Kabupaten Sidoarjo cukup terkendali berarti keberadaan Program KB sudah melembaga dan membudaya dalam segi kehidupan masyarakat Kabupaten Sidoarjo.

Rabu, 11 November 2009

COOPERATIVE LEARNING

Memerhatikan tujuan dan esensi pendidikan IPS, sebaiknya penyelenggaraan pembelajaran IPS mampu mempersiapkan, membina, dan membentuk kemampuan peserta didik yang menguasai pengetahuan, sikap, nilai, dan kecakapan dasar yang diperlukan bagi kehidupan di masyarakat (Hamid Hasan, 1996 : Kosasih, 1992). Berdasarkan analisis konseptual dan dan kondisi pendidikan IPS ternyata tidak sedikit mahasiswa mengalami kesulitan dalam mengikuti matakuliah karena metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan oleh dosen dirasa kurang tepat. Kondisi proses belajar mengajar di perguruan tinggi masih diwarnai oleh penekanan pada aspek pengetahuan. Mungkin dosen sudah merasa mengajar mahasiswa dengan baik, tetapi mahasiswanya tidak belajar sehingga terjadi salah konsep.
Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka upaya peningkatan kualitas belajar mengajar IPS dapat dilakukan dengan model pembelajaran Cooperative Learning. Model pembelajaran ini berangkat dari “getting better together “ yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif. Pada model pembelajaran Cooperative Learning, mahasiswa tidak hanya belajar dan menerima apa yang disajikan dosen, melainkan dapat belajar dari mahasiswa lain serta mempunyai kesempatan untuk membelajari mahasiswa yang lain.


COOPERATIVE LEARNING

Pengertian Cooperative Learning

Cooperetive mengandung pengertian bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama (Hamid Hasan, 1996) Jadi belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang menungkinkan mahasiswa bekerjasama untuk memaksimalkan belajar mereka dan anggota lainnya dalam kelompok tersebut.
Dalam pembelajaran menggunakan Cooperative Learning, pengembangan kualitas diri mahasiswa terutama aspek afektif mahasiswa dapat dilakukan secara bersama-sama. Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang sifatnya kognitif, afektif, maupun konatif.
Dosen dengan kedudukannya sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran dalam menggunakan model ini harus memperhatikan beberapa konsep dasar dalam penggunaan model ini, yaitu antara lain:
a. Perumusan tujuan mahasiswa harus jelas
b. Penerimaan secara menyeluruh oleh mahasiswa tentang tujuan belajar
c. Ketergantungan yang bersifat positif
d. Interaksi yang bersifat terbuka
e. Tanggungjawab individu
f. Kelompok bersifat heterogen
g. Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif
h. Tindak lanjut
i. Kepuasan dalam belajar

Langkah-langkah dalam Pembelajaran Cooperative Learning

Langkah-langkah dalam pembelajaran Cooperative Learning secara umum (Stahl,1994: Slavin,1983) dapat dijelaskan secara operasional sebagi berikut.
a. Merancang rencana program untuk pembelajaran
b. Merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan mahasiswa dalam belajar secara bersama dalam kelompok-kelompok kecil.
c. Mengarahkan dan membimbing mahasiswa,baik secara individual maupun kelompok, aik dalam memahami materi maupun mengenai sikap dan perilaku mahasiswa selama kegiatan belajar berlangsung.
d. Dosen memberikan kesempatan pada mahasiswa dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya.

Hasil Penelitian yang Telah Dilakukan Mengenai Cooperative Learning


Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa efektivitasnya sangat tinggi bagi perolehan hasil belajar siswa baik dilihat dari pengaruhnya terhadap penguasaan materi pelajaran maupun pengembangan dan pelatihan sikap serta keterampilan sosial yang sangat bermanfaat dalam kehidupan di masyarakat.



ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Konsep Ilmu Pengetahuan Sosial di Indonesia meliputi:
a. Interaksi
b. Saling ketergantungan
c. Kesinambungan dan perubahan
d. Keragaman / Kesamaan / Perbedaan
e. Konflik dan Konsesus
f. Pola (Pattern)
g. Tempat (Lokasi)
h. Kekuasaan
i. Nilai kepercayaan
j. Keadilan dan pemerataan
k. Kelangkaan
l. Kekhususan
m. Budaya
n. Nasionalisme


PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Media bahan dan alat belajar. Transparansi, program kaset audio, dan program video adalah contoh dari bahan belajar. Bahan belajar tersebut hanya bisa disajikan dengan alat misalnya OHP, radio, kaset, video player.
Manfaat media pembelajaran antara lain:
a. Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan
b. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik
c. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif
d. Efisiensi dalam waktu dan tenaga
e. Meningkatkan kualitas hasil belajar
f. Media memungkinkan proses pembelajaran dilakukan di mana saja dan kapan saja
g. Media dapat menumbuhkembangkan sikap positif siswa / mahasiswa terhadap materi dan proses belajar
h. Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif.
Jenis dan kharakteristik media pembelajaran

GOLONGAN MEDIA CONTOH DALAM PEMBELAJARAN

1 Audio Kaset audio, siaran radio, CD, telepon
2 Cetak Buku pelajaran, modul, brosur, Leaflet, gambar
3 Audio Cetak Kaset audio dilengkapi gambar tertulis
4 Proyeksi Visual Diam OHT, film bingkai (slide)
5 Proyeksi Audio Visual Diam Film bingkai (slide) bersuara
6 Visual Gerak Film gerak bersuara, Video / VCD, Televisi
7 Audiovisual Gerak Film gerak bersuara, video / VCD, Televisi
8 Objek Fisik Benda nyata, model, spesimen
9 Manusia dan Lingkungan Guru, Pustakawan, Laboran
10 Komputer CAI ( Pembelajaran Berbantuan Komputer), CBI ( Pembelajaran Berbasis Komputer).

Secara umum, kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media pembelajaran sebagai berikut.
a. Tujuan
b. Sasaran didik
c. Karakteristik media yang digunakan
d. Waktu
e. Biaya
f. Ketersediaan
g. Konteks penggunaan
h. Mutu teknis
Prinsip pemanfaatan media yaitu:
- Setiap jenis media memiliki kelebihan dan kelemahan
- Jangan berlebihan dalam menggunakan media pembelajaran
- Penggunaan media harus bisa memperlakukan siswa / mahasiswa secara aktif
- Sebelum media digunakan, harus direncanakan secara matang dalam penyusunan rencana pelajaran
- Hindari pemanfatan media yang hanya dimaksudkan sebagai selingan atau sekedar pengisi waktu kosong
- Harus senantiasa dilakukan persiapan cukup sebelum penggunaan media.





LABORATORIUM ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Laboratorium pendidikan IPS merupakan wahana bagi tenaga kependidikan dalam mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah data menjadi pengetahuan yang berguna untuk meningkatkan kemampuan maupun keterampilan dalam melaksanakan pembelajaran pendidikan IPS.
Laboratorium terpadu IPS sesungguhnya adalah di lapangan. Alat yang dip[erlukan untuk isi dan proses kegiatan laboratorium terpadu dibagi dua kelompok besar yaitu alat outdoor (lapangan) dan alat indoor (ruangan).


EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN PENGETAHUAN SOSIAL

Penilaian adalah proses untuk memperoleh informasi untuk tujuan pengambilan keputusan tentang kebijaksanaan pendidikan, kurikulum, dan program pendidikan atau tentang kegiatan belajar siswa / mahasiswa. Evalusasi adalah proses untuk menimbang kenaikan dari kinerja siswa / mahasiswa.
Alat evaluasi dibedakan menjadi dua yaitu tes dan nontes. Berikut penjelasan dari masing-masing alat evaluasi tersebut.
a. Tes, terdiri dari
- Lisan
- Tes tertulis ( tes subyektif dan tes obyektif)
- Tes perbuatan
b. Nontes, terdiri dari
- Observasi
- Daftar cek
- Temu wicara
- Catatan harian
- Hasil karya siswa
- Rangkuman pengalaman
- Daftar catatan harian

Penilaian Berbasis Kelas
Penilaian Berbasis Kelas (PBK) dilakukan dengan pengumpulan kerja siswa (portfolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja (performance), dan tes tertulis. Hal-hal yang harus dinilai meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga ranah ini hendaknya dinilai secara proporsional sesuai sifat matapelajaran.
Prinsip dalam PBK yaitu :
a. Valid
b. Mendidik
c. Berorientasi pada kompetensi
d. Adil
e. Terbuka
f. Berkesinambungan
g. Menyeluruh
h. Bermakna

Wahai saudara Q, mulailah hargai nyawa kita...!!!

Sadarkah kita bahwa saat ini nyawa kita tidak ada harganya?!!!







Coba kita renungkan...

Berapa banyak korban yang jatuh karena bencana gempa...



Pernahkah kita berpikir bahwa secara tidak sadar kita telah membunuh diri kita sendiri...



Kembali renungkan apa yang telah kita lakukan pada bumi kita...



meski dia tersakiti,,, tapi dia tak pernah membalasnya...



namun ingat,,, Segala yang kita lakukan adalah investasi untuk masa depan kita...




Jika ingin nyawa kita berharga dan tidak dalam keadaan yang berbahaya...


Rawatlah bumi kita...

ANALISIS BENTUK LAHAN ANTROPOGENIK DI INDONESIA

KONSEP LAHAN ANTROPOGENIK

Bentuk lahan atau Iandform adalah bentukan alam di permukaan bumi khususnya di daratan yang terjadi karena proses pembentukan tertentu dan melalui serangkaian evolusi tertentu pula (Marsoedi, 1996). Sukmantalya (1995), menjelaskan bahwa bentuk lahan merupakan suatu kenampakan medan yang terbentuk oleh proses alami, memiliki komposisi tertentu dan karakteristik fisikal dan visual dengan julat tertentu yang terjadi dimanapun bentuk lahan tersebut terdapat. Lebih lanjut Gunadi (1991) mengemukakan bahwa berkaitan dengan data bentuk-lahan, tanah, hidrologi, dan sebagainya, dapat merumuskan alternatif-Alternatif dan strategi pengembangan guna perencanaan penggunaan lahan. Sedangkan (Way 1973 dalam Zuidam, 1979), bahwa bentuk lahan adalah kenampakan medan yang dibentuk oleh proses-proses alami yang mempunyai susunan tertentu dan julat karakteristik fisik dan visual di mana bentuk lahan itu terbentuk. Verstappen (1983), mengemukakan bahwa ada beberapa faktor geomorfologi mayor yang berpengaruh dalam pengembangan lahan yaitu bentuk lahan, proses geomorfologis, dan kondisi tanah. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa bentuklahan mencakup kemiringan lahan, proses geomorfologi; mencakup banjir, tanah longsor, dan bahaya dari proses alam yang merugikan, sedangkan mengenai kondisi tanah, antara lain mencakup kedalaman batuan dari pelapukan material. Karakteristik geomorfologis dalam hal ini bentuk lahan/medan memberikan informasi yang dapat menentukan dalam penggunaan lahan suatu daerah tertentu.
Antropogenik merupakan proses atau akibat yang berkaitan dengan dengan aktivitas manusia. Sehingga bentuk lahan antropogenik dapat disebut sebagai bentuk lahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas yang telah disengaja dan direncanakan untuk membuat bentuk lahan yang baru dari bentuk lahan yang telah ada maupun aktivitas oleh manusia yang secara tidak sengaja telah merubah bentuk lahan yang telah ada.
Bentuk lahan antropogenik dapat dibentuk dari bentuk-bentuk lahan yang telah ada. Misalnya bentuk lahan marin yang dapat berubah menjadi pelabuhan dan pantai reklamasi seperti yang terdapat pada pantai Marina Semarang, dan bentuk lahan struktural dan fluvial dapat berubah menjadi waduk serta bentuk lahan struktural dan denudasional dari bukit yang telah mengalami perubahan bentuk akibat aktivitas manusia seperti yang terjadi di bukit Ngoro Mojokerto.
Contoh dari bentuk lahan antropogenik berbeda dengan contoh dari penggunaan lahan. Misalnya sawah dan permukiman, kedua contoh ini bukan merupakan bentuk lahan antropogenik melainkan termasuk pada bentuk penggunaan lahan atau landuse karena sawah dan permukiman tidak merubah bentuk lahan yang telah ada, sawah dan permukiman hanya termasuk upaya pemanfaatan dari permukaaan bentuk lahan. Bisa saja sawah ada di dataran bentuk lahan aluvial, di lereng gunung, atau bahkan di gumuk pasir. Begitu juga dengan permukiman juga bisa terdapat di dataran rendah, dataran tinggi, lembah, maupun kaki lereng, namun keberadaan sawah dan permukiman tersebut tidak bisa digolongkan dalam bentuk lahan antropogenik.

AKTIVITAS MANUSIA YANG MENYEBABKAN TERBENTUKNYA LAHAN ANTROPOGENIK

Manusia dan aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari baik secara sadar maupun tidak sadar dapat menyebabkan perubahan pada bentuk lahan yang telah ada menjadi bentuk lahan antropogenik. Aktivitas tersebut antara lain:
• Aktivitas reklamasi misalnya pada pantai.
• Aktivitas pembangunan pemanfaatan lahan yang menyebabkan perubahan yang mencolok pada bentuk lahan.
• Aktivitas penambangan atau pengambilan material yang dapat menyebabkan perubahan pada bentuk lahan.
Aktivitas antropogenik di Indonesia banyak jumlahnya, namun tidak semuanya menghasilkan bentuk lahan yang potensial. Misalnya aktivitas reklamasi pada pantai dapat menyebabkan erosi dan abrasi pada pantai tersebut. Aktivitas pembangunan waduk yang kurang tepat juga menyebabkan kerusakan pada daerah tangkapan hujan sekitar waduk sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada lapisan tanah berupa rekahan dan retakan tanah. Oleh karena itu, aktivitas antropogenik dalam merubah lahan hendaknya memperhatikan dampak terhadap lahan disekitarnya.

ANALISIS CONTOH BENTUK LAHAN ANTROPOGENIK DI INDONESIA

Contoh lahan antropogenik yang ada di Indonesia yaitu Pantai Marina Semarang, yang terbentuk karena proyek reklamasi pantai, waduk, pelabuhan, dan bukit Ngoro yang ada di Mojokerto.
1. Pantai Marina Semarang

Desakan kebutuhan ekonomi menyebabkan wilayah pantai yang seharusnya menjadi wilayah penyangga daratan menjadi tidak dapat mempertahankan fungsinya. Daerah sepadan pantai, dihitung 100 meter dari pantai pada waktu pasang tertinggi, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990, tidak bebas lagi dari kegiatan pembangunan, misalnya kegiatan reklamasi. Makna reklamasi dalam arti yang sebenarnya adalah upaya memperbaiki daerah yang tidak terpakai atau tidak berguna menjadi daerah yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan sebagaimana disebutkan di atas (Ensiklopedia Nasional Indonesia dalam Pratikto, 2004). Reklamasi merupakan upaya meningkatkan sumber daya alam lahan dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan cara pengurangan atau dengan pengeringan lahan.
Pantai Marina Semarang merupakan pantai yang terbentuk karena aktivitas reklamasi. Kawasan yang direklamasi tersebut memanjang sesuai dengan bibir atau garis pantai. Dengan pola reklamasi yang demikian, maka ini akan melewati daerah tambak yang dimiliki oleh petambak pada daerah tepi pantai. Lebih lanjut reklamasi ini mengarah ke laut. Hal ini melihat daerah yang direklamasi cukup luas yaitu sekitar 200 hektar. Padahal daerah yang sebagian merupakan area tambak kurang produktif yaitu hanya 80 hektar.
Pelaksanaan pembangunan reklamasi ini tidak dilakukan dalam satu tahap, namun kegiatan tersebut akan dilakukan dalam beberapa tahap. Pada tahap awal kegiatan yang dilakukan adalah melakukan penimbunan atau pengurukan dengan material sebanyak 5 juta m3. Material tersebut diambil dari kawasan industri candi, sedangkan sisanya diambil dari daerah sekitar lokasi. Total material pengurukan adalah 15 juta m3. Material yang digunakan berupa batuan vulkanik dan breksi. Pada bagian bawah diisi dengan breksi. Kemudian diatasnya diisi dengan batuan vulkanik. Dengan kondisi tersebut, material timbunan mengalami penurunan atau penyusutan. Kemudian pada tahap selanjutnya dilakukan penimbunan kembali sesuai dengan target.
Secara geologi pantai marina merupakan pantai yang tersusun oleh sedimentasi laut dan sungai serta terdapat endapan aluvium delta yang berumur kuarter. Material aluvium delta yang berupa batu lempung merupakan litologi yang belum terkompaksi secara utuh apalagi ditambah adanya intrusi air laut yang diakibatkan penggunaan air tanah secara berlebihan sehingga akuifer dangkal yang ada menjadi rusak dan terintrusi oleh air laut. Hal ini karena dipesisir pantai marina digunakan sebagai kawasan pariwisata dan perkantoran serta kawasan huni mewah yang sangat banyak membutuhkan air bersih sehingga banyak yang melakukan pengeboran sumur artesis yang mencari lapisan akuifer dalam sehingga terjadi proses kerusakan akuifer dan berdampak pada proses land subsidence didaerah pesisir utara dan secara morfogenesa kawasan pantai marina merupakan daerah pantai genetik yang endapannya tersusun oleh endapan material laut dan sedimentasi sungai. Namun penyalahgunaan fungsi sungai sebagai bahan pembuangan limbah menjadikan daerah kawasan pantai marina menjadi daerah yang kotor. Dari gelombang laut menurut data pasang surut pada bab sebelumnya menunjukan bahwa pantai marina merupakan daerah yang bergelombang menengah keatas sehingga perlunya dilakukan penerapan sistem hijau pantai yang diperlukan sebagai kawasan transisi dan menjaga kestabilan daerah darat dari proses abrasi air laut yang berlebihan.
Berdasarkan peta geologi lingkungan daerah pantai marina merupakan daerah pantai yang jelek akibat endapan litologi berupa napal dan lempung dan gejala amblesan dan pemakaian air tanah yang dieksploitasi secara berlebihan menyebabkan kerusakan stratigrafi daerah utara semarang yang berumur kuarter, serta adanya proses pembebanan pondasi bangunan yang tidak memperhatikan kestabilan dan daya dukung tanah ketika melakukan pembangunan dan pengubahan kawasan hutan bakau menjadi daerah terbuka membuat tingkat lingkungan pantai marina rusak berlebihan secara kuantitatif dan fisik sehingga perlu dilakukan pemulihan dan konservasi lingkungan. Hal lain perlu ditambahkan bahwa reklamasi pantai semarang seharusnya juga memperhatikan daerah aliran sungai dan tingkat kestabilan tanah serta kajian geologinya sehingga perlu penyelidikan tingkat lanjut untuk mengetahui sebaran dan tebal endapan litologi satuan batuan alluvium dan lempung. Hal ini diperlukan sebagai bahan referensi didalam pengelolaan wilayah tingkat lanjut.
Pantai Marina termasuk dalam lahan antropogenik karena pantai ini telah mengalami perubahan yaitu perubahan perubahan kondisi morfologi pantai. Batas pantai atau garis pantai menjadi lebih menjorok ke arah laut.
2. Waduk

Waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air sediaan untuk berbagai kebutuhan. Waduk dibangun dengan cara membuat bendungan yang lalu dialiri air sampai waduk tersebut penuh. Waduk dapat terbentuk dari bentuk lahan lain yang telah ada. Misalnya berasal dari bentuk lahan struktural dan fluvial. Waduk merupakan bentuk lahan antropogenik karena terbentuk oleh aktivitas manusia yang merubah lahan menjadi berbentuk cekungan.
Dalam pembuatan waduk selain harus memperhatikan teknik-teknik dalam pembuatan waduk juga harus memperhatikan lingkungan sekitar agar tidak sampai merusak daerah tangkapan hujan yang dapat menyebabkan rusaknya lahan biasanya ditandai dengan rekahan dan retakan pada tanah. Masalah utama yang dihadapi oleh waduk di Indonesia adalah masalah erosi dan sedimentasi yang terjadi di daerah tangkapan dan teknologi konservasi yang diterapkan. Erosi merupakan suatu proses penghanyutan tanah oleh kekuatan air dan angin, baik yang terjadi secara alamiah maupun sebagai akibat tindakan atau perbuatan manusia. Banyak sedikitnya partikel tanah tererosi sangat dipengaruhi oleh faktor iklim, tanah, bentuk kewilayahan atau topografi, vegetasi dan faktor aktivitas manusia terhadap tanah. Erosi mengakibatkan terjadinya pemindahan butiran tanah ke tempat lain melalui suatu proses yang dinamakan angkutan sedimen.

3. Pelabuhan

Pemanfaatan dan pengusahaan lahan pantai oleh manusia banyak menimbulkan perubahan fisik bentang lahan yang nyata. Misalnya konstruksi bangunan pantai yang berbentuk pelabuhan. Pelabuhan adalah sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Pelabuhan biasanya memiliki alat-alat yang dirancang khusus untuk memuat dan membongkar muatan kapal-kapal yang berlabuh. Pelabuhan termasuk lahan antropogenik karena bentuknya telah merubah bentuk lahan pesisir sebelumnya.
Di bawah ini hal-hal yang penting agar pelabuhan dapat berfungsi:
• Adanya kanal-kanal laut yang cukup dalam (minimum 12 meter)
• Perlindungan dari angin, ombak, dan petir
• Akses ke transportasi penghubung seperti kereta api dan truk.
Pembangunan pelabuhan hendaknya memperhatikan aspek lokasi agar pelabuhan dapat berfungsi secara efektif dan tidak mengancam lahan sekitar. Misalnya pembangunan pelabuhan Indonesia cabang Pontianak yang dibangun di tepi sungai yang dapat menyebabkan pendangkalan yang disebabkan oleh erosi daerah hulu.

4. Bukit Ngoro Mojokerto

Gambar daerah di sekitar bukit Ngoro Mojokerto
Bukit Ngoro terletak di sekitar daerah perbukitan dan patahan watukosek mojokerto. Bukit ini merupakan bukit dari bentuk lahan asal struktural yang kemudian telah mengalami degradasi akibat aktivitas masyarakat sekitar yaitu adanya penambangan pasir dan pengambilan material yang dimanfaatkan sebagai tanggul lumpur lapindo Sidoarjo.
Oldeman (1994) menyatakan lima faktor penyebab degradasi tanah akibat campur tangan manusia secara langsung, yaitu: deforestasi, overgrazing, aktivitas pertanian, eksploitasi berlebihan, dan aktivitas industri dan bioindustri. Lima proses utama yang terjadi timbulnya tanah terdegradasi, yaitu: menurunnya bahan kandungan bahan organik tanah, perpindahan liat, memburuknya struktur dan pemadatan tanah, erosi tanah, deplesi dan pencucian unsur hara (Lal, 1986). Khusus untuk tanah-tanah tropika basah terdapat tiga proses penting terjadinya degradasi tanah, yaitu:
1) degradasi fisik berhubungan dengan memburuknya struktur tanah sehingga memicu pergerakan, pemadatan, aliran banjir berlebihan, dan erosi dipercepat.
2) degradasi kimia berhubungan dengan terganggunya siklus C, N, P, S dan unsur lainnya.
3) degradasi biologi berhubungan dengan menurunnya kualitas dan kuantitas bahan organik tanah, aktivitas biotik dan keragaman spesies fauna tanah.
Pada Bukit Ngoro Mojokerto proses degradasi yang nampak ialah proses degradasi fisik yang ditandai dengan proses memburuknya struktur dan pemadatan tanah serta erosi tanah.

DAMPAK DARI TERBENTUKNYA LAHAN ANTROPOGENIK TERHADAP LAHAN DISEKITARNYA

Setiap lahan antropogenik yang terbentuk mempunyai dampak terhadap lahan sekitarnya. Berikut penjelasan dampak dari terbentuknya lahan antropogenik terhadap lahan sekitarnya pada setiap contoh-contoh lahan antropogenik yang telah disebutkan di atas.
1. Pantai Marina Semarang
Dampak yang paling menonjol adalah secara fisik yaitu perubahan kondisi morfologi pantai. Batas pantai atau garis pantai menjadi lebih menjorok ke arah laut. Perubahan garis pantai mengakibatkan perubahan arus mengarah ke pantai. Arus yang sedianya dapat tertahan di Pantai Marina kemudian berubah arah masing-masing ke arah barat dan timur. Arus yang ke arah timur memiliki arus yang relatif besar dengan tidak membawa sedimen laut. Pada arus ini akan mengakibatkan abrasi terhadap pantai. Akibat abrasi pantai sekitar lima hektare lahan yang telah diuruk hilang.
Abrasi diduga di antaranya disebabkan perubahan pola arus yang diakibatkan anjungan/pemecah ombak yang dibangun sebuah industri di sebelah barat desa. Petambak (pemilik dan penggarap) yang hidupnya bergantung pada sumber daya pesisir mengalami kerugian akibat berkurangnya lahan tambak dan penurunan pendapatan akibat menurunnya produksi tambak dan tangkapan yang dipicu oleh abrasi dan pencemaran.
Selain abrasi, reklamasi Pantai Marina secara umum berpengaruh pada terjadinya erosi pantai di Sayung, Demak. Padahal, daerah tersebut dahulunya merupakan kawasan sedimentasi. Namun sekarang kondisinya sudah berbeda jauh, di kawasan pantai itu banyak yang mengalami erosi. Reklamasi atau pengurukan kawasan pantai akan mengubah sifat arus yang kemudian berdampak pada erosi pantai di daerah lain. Karena itu, setiap ada pengurukan kawasan pantai harus diwaspadai sifat arus pantai. Sifat arus air di Pantai Semarang berputar ke timur karena pada sisi timur Semarang terdapat tanjung. Arus air yang berputar seperti itu menyebabkan rawan erosi, perubahan fisik pantai, dan sedimentasi pantai dapat berubah. Selain mengakibatkan dampak tersebut, reklamasi pantai juga akan menambah jarak tempuh air sungai. Hal ini berpengaruh pada keterbentukan sedimentasi di muara yang lama sehingga terjadi pendangkalan di sana.
2. Waduk
Dampak dari pembangunan waduk yang dislokasi dapat menyebabkan kerusakan pada daerah tangkapan hujan, karena kadangkala lahan awal sebelum dibangun waduk adalah hutan atau daerah tangkapan hujan. Perubahan tata guna lahan tersebut mengubah karakteristik hidrogeografis kawasan tersebut dan secara langsung mengancam kelestarian tata guna airnya.
Di waktu hujan, air tidak tertahan secara memadai di permukaan tanah sehingga proses penyerapannya ke dalam tanah atau penguapan ke udara yang tidak memungkinkan. Akibatnya, air hujan dilimpaskan begitu saja ke permukaan tanah. Semakin besar jumlah air yang dilimpaskan, semakin pendek pula waktu retensinya. Tak pelak, keadaan tersebut dapat menyebabkan banjir besar yang datang secara mendadak.
Sebaliknya, berkurangnya vegetasi penutup lahan pada musim kemarau akan menyebabkan penguapan yang sangat tinggi dari permukaan tanah sehingga timbul kerusakan pada lapisan tanah berupa rekahan dan retakan tanah. Selain itu juga dapat menyebabkan penurunan aliran air permukaan yang berasal dari air tanah atau yang biasa disebut Base Flow.
Puluhan waduk di Indonesia telah mengalami erosi dan sedimentasi. Erosi menyebabkan terjadinya pemindahan butiran tanah ke tempat lain melalui suatu proses yang dinamakan angkutan sedimen. Pengendapan tersebut paling banyak terjadi pada waduk yang digunakan sebagai irigasi. Karena tidak menutup kemungkinan terjadi pula pengendapan di bagian hulu bendung irigasi maupun saluran pembawa (primer, sekunder, maupun tersier) air irigasi.
Namun, apabila pembangunannya tepat keberadaan waduk justru menjadi tempat menyuplai air, sehingga pada saat musim kemarau tidak kekurangan air dan pada saat musim hujan tidak terjadi banjir, sehingga keadaaan dan dapat dijadikan sebagai pembangkit listrik tenaga air, sehingga pasokan listrik bagi masyarakat bisa terpenuhi.
3. Pelabuhan
Pembangunan pelabuhan bisa menimbulkan dampak yang kurang baik pada lingkungan. Banyak pembangunan pelabuhan yang tidak memperhatikan aspek lokasi yang akan digunakan, pengalihfungsian lahan kerap terjadi, sehingga hal ini sangat merugikan karena lahan yang diambil alih ini justru lahan yang potensial. Sebagai contoh pembangunan pelabuhan Indonesia cabang Pontianak yang dibangun di tepi sungai yang dapat menyebabkan pendangkalan yang disebabkan oleh erosi daerah hulu dan pembangunan pelabuhan Tanjung Api-api yang ada di Provinsi Sumatera Selatan mengakibatkan rusaknya hutan bakau (mangrove) dan hutan nipah, ancaman kepunahan sejumlah satwa langka, hingga jeritan kerugian masyarakat lokal akibat rusaknya perkebunan kelapa.
Hutan Bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Padahal mangrove berfungsi sebagai :
• Penahan abrasi pantai.
• Penahan intrusi (peresapan) air laut.
• Penahan angin.
• Menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan bahan-bahan pencemar di perairan rawa pantai.


Gambar hutan bakau (mangrove)
Abrasi merupakan peristiwa terkikisnya alur-alur pantai akibat gerusan air laut. Gerusan ini terjadi karena permukaan air laut mengalami peningkatan. Proses terjadinya abrasi karena faktor alam disebabkan oleh angin yang bertiup di atas lautan yang menimbulkan gelombang dan arus laut sehingga mempunyai kekuatan untuk mengikis daerah pantai. Gelombang yang tiba di pantai dapat menggetarkan tanah atau batuan yang lama kelamaan akan terlepas dari daratan. Abrasi terjadi ketika angin yang bergerak di laut menimbulkan gelombang dan arus menuju pantai. Arus dan angin tersebut lama kelamaan menggerus pinggir pantai. Gelombang di sepanjang pantai menggetarkan tanah seperti gempa kecil. Kekuatan gelombang terbesar terjadi pada waktu terjadi badai sehingga dapat mempercepat terjadinya proses abrasi.
Dampak lain yang terjadi ialah adanya intrusi. Intrusi diartikan sebagai perembesan air laut ke daratan, bahkan sungai. Suatu kawasan yang awalnya air tanahnya tawar kemudian berubah menjadi lagang dan asin seperti air laut. Intrusi dapat berakibat rusaknya air tanah yang tawar dan berganti menjadi asin. Penyebabnya, antara lain penebangan pohon bakau, penggalian karang laut untuk dijadikan bahan bangunan dan kerikil jalan. Pembuatan tambak udang dan ikan yang memberikan peluang besar masuknya air laut jauh ke daratan, serta pembangunan pelabuhan yang menyebabkan hilangnya hutan bakau atau mangrove.
5. Bukit Ngoro Mojokerto.
Pada Bukit Ngoro Mojokerto dampak yang paling signifikan adalah adanya proses degradasi fisik yang ditandai dengan proses memburuknya struktur dan pemadatan tanah serta erosi tanah. Memburuknya struktur dan pemadatan tanah lebih disebabkan oleh aktivitas penambangan pasir secara besar-besaran oleh masyarakat sekitar. Sedangkan pada ancaman erosi tanah disebabkan oleh hilangnya vegetasi penutup lahan dan kurangnya kemampuan tanah dalam menyerap air. Vegetasi penutup lahan hilang karena sebagian material dari bukit tersebut diambil untuk membuat tanggul penahan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo. Kedua bentuk degradasi tersebut dapat menyebabkan banjir dan longsor pada daerah kaki lereng yang dapat mengancam permukiman warga di sekitarnya.

UPAYA UNTUK MENGATASI DAMPAK DARI TERBENTUKNYA LAHAN ANTROPOGENIK DI INDONESIA

Berdasarkan analisis dari contoh bentuk lahan antropogenik di Indonesia, sebagian besar lahan antropogenik yang ada berpotensi memberi dampak buruk terhadap lahan di sekitarnya. Untuk mengatasi hal tersebut, berikut adalah upaya untuk mengatasi masing-masing dampak yang telah ditimbulkan oleh terbentuknya masing-masing contoh lahan antropogenik di atas.
1. Pantai Marina Semarang.
Dampak yang ditimbulkan akibat reklamasi pantai marina adalah erosi dan abrasi. Langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi abrasi yang terjadi yaitu dengan melakukan penanaman mangroove disekitar pantai. Dengan adanya hutan mangroove diharapkan abrasi yang terjadi intensitasnya akan lebih kecil. Manfaat lainya yaitu biota laut juga dapat hidup dan tumbuh dengan baik sehingga ikan dapat berkembang biak. Kondisi yang demikian ini dapat menguntungkan nelayan sehingga mereka tidak perlu jauh-jauh mencari ikan ke tengah laut.
Langkah lain yang dapat dilakukan adalah dengan membangun dam lepas pantai serta sekat pantai. Fungsi dari bangunan tersebut untuk menahan gelombang serta memecah gelombang, sehingga gelombang laut yang datang dapat ditahan dan intensitasnya tidak terlalu besar ketika menyentuh pantai. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa gelombang yang datang tersebut dapat menyentuh garis pantai. Meskipun demikian intensitasnya rendah sehingga tidak menyebabkan pengikisan atau abrasi yang parah.
Pembuatan jari-jari yang menjulur ke laut dengan bahan bambu juga dimungkinkan untuk mengurangi tingkat abrasi terhadap pantai. Jari-jari ini panjangnya dapat disesuaikan dengan kedalaman yang dapat dicapai oleh bambu. Lebar yang dibangun berkisar 1 m. Dengan pembuatan jari-jari tersebut diharapkan sedimen laut yang terbawa arus dapat terendapkan disekitar kanan dan kiri jari-jari.
Langkah yang cukup efektif adalah dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan oleh pemerintah kota. Isi dari undang-undang tersbut berupa tata aturan yang lebih detail dan lebih sempit tentang reklamasi, sehingga ketika ada pengembang atau kotraktor yang akan melakukan reklamasi tidak akan melakukan dengan sembarangan. Selain itu juga agar lokasi yang akan direklamasi tidak menyalahi aturan serta hanya area yang diperbolehkan saja untuk dilakukan reklamasi.
2. Waduk
Masalah utama yang dihadapi oleh waduk di Indonesia adalah masalah erosi dan sedimentasi, baik yang terjadi secara alami maupun disebabkan karena aktivitas manusia. Proses erosi dan sedimentasi dapat diminimalisasi dengan pengelolaan daerah tangkapan hujan di sekitar daerah waduk untuk menjaga fungsi daerah resapan air. Selain dapat menjaga kualitas dan kuantitas air waduk juga dapat mengurangi laju erosi dan sedimentasi. Masyarakat sekitar juga harus lebih peka terhadap waduk dengan tidak mencemari waduk tersebut karena lebih lanjut dapat menyebabkan proses sedimentasi yang berakibat banjir ketika musim hujan.
3. Pelabuhan
Dampak yang paling menonjol pada terbentuknya pelabuhan yang tidak tepat adalah adanya abrasi dan intrusi. Kedua fenomena ini dapat dicegah dengan penanaman hutan bakau di daerah pesisir. Bangunan penahan gelombang juga dibutuhkan untuk memperkecil adanya abrasi. Pembangunan pelabuhan di wilayah pesisir tidak seharusnya merusak hutan bakau yang telah ada karena dapat menyebabkan intrusi. Apabila hal ini terjadi, maka masyarakat pesisir harus peka terhadap lingkungan sekitarnya. Masyarakat diharapkan tidak mengambil air yang berasal dari air permukaan tanah saja karena apabila dilakukan pengambilan air tanah dapat menyebabkan intrusi semakin parah disebabkan oleh adanya pertemuan lapisan tanah permeabel yang mengandung air (akuifer) dengan perairan laut.
4. Bukit Ngoro Mojokerto
Keadaan fisik bukit Ngoro Mojokerto saat ini sangat memprihatinkan. Karena selain banyaknya kehilangan vegetasi penutup lahan, vegetasi yang ada pun dalam keadaan kering. Selain itu tanda-tanda erosi sudah nampak, dan lebih lanjut dapat menyebabkan longsor atau banjir pada daerah di sekitarnya. Meskipun aktivitas penambangan pasir telah berkurang, namun sebaiknya aktivitas tersebut dihentikan karena sangat berbahaya. Begitu juga dengan aktivitas pengambilan material untuk tanggul penahan lumpur juga harus dihentikan. Material untuk tanggul penahan lumpur Lapindo dapat disubstitusi dengan material lain.
Hal yang sangat dibutuhkan adalah penanaman vegetasi di seluruh daerah bukit tersebut. Meskipun lahan bukit tersebut tidak dimanfaatkan, namun tetap harus dirawat agar tidak berbahaya bagi kehidupan yang ada di sekitarnya. Lebih jauh, penanaman vegetasi juga dapat mempertahankan kuantitas ketersediaan air pada daerah tersebut.

KESIMPULAN

Antropogenik merupakan proses atau akibat yang berkaitan dengan dengan aktivitas manusia. Sehingga bentuk lahan antropogenik dapat disebut sebagai bentuk lahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas yang telah disengaja dan direncanakan untuk membuat bentuk lahan yang baru dari bentuk lahan yang telah ada maupun aktivitas oleh manusia yang secara tidak sengaja telah merubah bentuk lahan yang telah ada.
Contoh dari bentuk lahan antropogenik berbeda dengan contoh dari penggunaan lahan. Misalnya sawah dan permukiman, kedua contoh ini bukan merupakan bentuk lahan antropogenik melainkan termasuk pada bentuk penggunaan lahan atau landuse karena sawah dan permukiman tidak merubah bentuk lahan yang telah ada.
Manusia dan aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari baik secara sadar maupun tidak sadar dapat menyebabkan perubahan pada bentuk lahan yang telah ada menjadi bentuk lahan antropogenik. Contoh lahan antropogenik yang ada di Indonesia yaitu Pantai Marina Semarang, yang terbentuk karena proyek reklamasi pantai, waduk, pelabuhan, dan bukit Ngoro yang ada di Mojokerto.
Setiap lahan antropogenik yang terbentuk mempunyai dampak terhadap lahan sekitarnya. Sebagian besar dampak yang ditimbulkan oleh terbentuknya lahan antropogenik adalah berdampak buruk bahkan mengancam lahan yang ada di sekitarnya. Manusia harus lebih memahami akibat dari dampak tersebut dan tidak hanya memprioritaskan aspek ekonomi dalam mengubah bentuk lahan. Setiap kerusakan bentuk lahan yang telah terjadi harus segera diatasi.

SARAN

Pengubahan bentuk lahan harus lebih memperhatikan aspek kalingkungan karena setiap perubahan tersebut akan membawa dampak terhadap lahan di sekitarnya. Pada contoh-contoh bentuk lahan yang ada di Indonesia, sebaiknya segera diatasi karena berbahaya bagi kehidupan yang ada di lahan sekitarnya.
Masalah abrasi dan erosi yang terjadi akibat terbentuknya pantai marina dan pelabuhan dapat diatasi dengan adanya penanaman hutan bakau di sekitar daerah pesisir. Langkah lain yang dapat dilakukan adalah dengan membangun dam lepas pantai serta sekat pantai. Selain itu, dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan oleh pemerintah kota.
Dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan waduk dan perubahan pada bukit Ngoro dapat diatasi dengan adanya penanaman vegetasi yang dapat mengurangi terjadinya erosi dan banjir juga dapat mempertahankan kuantitas air di daerah sekitar lahan tersebut.


DAFTAR RUJUKAN
Herlambang, Sudarno Drs. M.Si. 2009. Bahan Ajar Dasar-Dasar Geomorfologi.
Malang : Universitas Negeri Malang.
Suara Merdeka. 2009. Dampak Reklamasi Pantai Marina Semarang,(online).
(http://www.suaramerdeka.com//, diakses tanggal 25 Oktober 2009 pukul
13.00 WIB)
Sunaryo, Trie M, Ir. M.Eng. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Air. Malang :
Bayumedia.

Alhamdulillah....

Alhamdulillah...



Akhirnya jadi...



Sebuah Blog yang ingin dipersembahkan untuk semua sahabat calon Geograf....




Agar bisa saling belajar.... Untuk merawat bumi....