Kamis, 29 April 2010

ETIKA POLITIK CALON KEPALA DESA

Retno Sriwayanti


Abstrak
Etika politik menekankan pada perilaku manusia sebagai subyek dari etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perilaku yang berbenturan dengan etika politik misalnya perilaku mencontek dan melakukan “serangan fajar” yang biasanya dilakukan oleh calon kepala desa. Hal tersebut menunjukkan kurang sempurnanya etika politik dari calon kepala desa. Etika politik harus dimiliki oleh seluruh individu yang terlibat dalam pemerintahan termasuk organisasi pemerintahan yang terendah yaitu pemerintahan desa. Pelaksanaan etika politik harus korelatif antara tiga prinsip utamanya yaitu Legitimasi hukum harus mendapat legitimasi rakyat dan dilaksanakan dengan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral/etis).

Kata kunci: etika politik, kepala desa, legitimasi


Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan republik indonesia (Undang-Undang nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa). Sebagai masyarakat hukum yang mempunyai organisasi terendah, maka dalam masing-masing desa terdapat organisasi pemerintahan yang dipimpin oleh kepala desa.
Dalam pasal 4 Undang-Undang nomor 5 tahun 1979 (5/1979) tentang Pemerintahan Desa, dijelaskan bahwa yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk Desa Warga Negara Indonesia yang :
a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. berkelakuan baik, jujur, adil, cerdas, dan berwibawa;
d. tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam sesuatu kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, seperti G.30.S/ PKI dan atau kegiatan-kegiatan organisasi terlarang lainnya;
e. tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan Keputusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan pasti;
f. tidak sedang menjalankan pidana penjara atau kurungan berdasarkan Keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan pasti, karena tindak pidana yang dikenakan ancaman pidana sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
g. terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal tetap di Desa yang bersangkutan sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun terakhir dengan tidak terputus-putus, kecuali bagi putera Desa yang berada di luar Desa yang bersangkutan;
h. sekurang-kurangnya telah berumur 25 (duapuluh lima) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enampuluh) tahun;
i. sehat jasmani dan rohani;
j. sekurang-kurangnya berijazah Sekolah Lanjutan Pertama atau yang berpengetahuan/berpengalaman yang sederajat dengan itu.
Syarat-syarat lain mengenai pemilih serta tatacara pencalonan dan pemilihan Kepala Desa diatur dengan Peraturan Daerah, sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Untuk mendapatkan orang-orang pilihan yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan pemerintah tersebut, pemerintah kabupaten Polewali Mandar Sumatera Utara menggelar ujian tulis kepada para bakal calon kepala desa. Tujuannya adalah untuk mencari calon kepala desa yang benar-benar layak dan berkualitas yang nantinya akan mengemban amanah serta melaksanakan tugas dan wewenang sebagai kepala desa. Ujian untuk mendapatkan calon kepala desa tersebut dilaksanakan pada tanggal 10 April 2010.
Namun, kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa kejujuran dari para calon kepala desa tersebut tidak ada. Hampir sebagian besar mereka saling mencontek dalam mengerjakan soal bahkan ada yang saling mengirim SMS dan saling menelpon untuk mendapatkan jawaban. Sebelum ujian dimulai, panitia telah menghimbau kepada bakal calon kepala desa agar jujur ketika menjawab pertanyaan seputar tugas-tugas mereka kelak ketika terpilih menjadi kades. Keberadaan pengawaspun tidak berguna, karena pengawas sendiri tidak berani untuk menegur peserta ujian. Saling mencontek saat ujian sebagai calon kepala desa bukan pertama kali di Polewali. Pada tahun silam, tepatnya akhir Oktober, ujian yang diikuti puluhan calon kades dari berbagai desa, diwarnai aksi menyontek dan buka buku catatan. Sejumlah peserta di antaranya bahkan diduga berkomunikasi lewat telepon genggam untuk menjawab serangkaian pertanyaan soal ujian menyangkut tugas-tugas keseharian mereka jika kelak terpilih memimpin desanya (Pantauan SCTV tanggal 29 Oktober 2009) Bayangkan apabila nanti mereka menjabat menjadi kepala desa, diawasi saja kerjanya tidak jujur lalu bagaimana kalau pada waktu bekerja tanpa pengawasan masyarakat. Maka, jangan heran apabila akhir-akhir ini sering terjadi demo masyarakat yang menginginkan kepala desanya turun jabatan. Belum lagi, kasus suap pada masa kampanye dan “serangan fajar” yang dilakukan sebelum pemilihan.
Melihat kenyataan di atas, timbul sebuah pertanyaan dimanakah etika politik dari seorang calon kepala desa sebagai calon pemimpin? Apakah sebagai seorang kepala desa tidak memerlukan etika politik dalam kehidupan sehari-hari? Dan apa tujuan mereka menjadi calon kepala desa hingga rela melakukan segala hal agar bisa lolos seleksi?

Etika Politik
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggungjawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Jadi dapat diketahui bahwa etika merupakan dasar-dasar filsafat atau pendangan mengenai tingkah laku manusia.
Etika politik menyangkut dimensi politis dari manusia, jadi secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dari manusia sebagai pelaku etikka yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka, kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun Negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. (Kaelan, 2004 : 95).
Franz Magnis yang merujuk dari buku karya Suseno menyatakan bahwa Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia. Politis dalam konteks ini adalah berorientasi pada masyarakat secara keseluruhan. Sebuah tindakan disebut politis apabila menyangkut masyarakat sebagai keseluruhan. Maka, politisi adalah orang yang mempunyai profesi yang mengenai masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, dimensi politis manusia dapat ditentukan sebagai dimensi di mana manusia menyadari diri sebagai anggota masyarakat sebagai keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan ditentukan kembali oleh tindak-tanduknya.
Kedua pengertian etika politik menurut Kaelan dan Suseno tersebut terdapat kesamaan yaitu menekankan pada perilaku manusia sebagai subyek dari etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka kasus dari bakal calon kepala desa yang mencontek dan melakukan segala cara untuk lolos seleksi sebagai calon kepala desa merupakan salah satu contoh perilaku yang berbenturan dengan etika dalam dimensi politik atau etika politik.

Dimensi Politis Manusia
Manusia sebagai makhluk yang utuh mempunyai dimensi-dimensi dalam kehidupannya, begitu pula dengan kegiatan politiknya juga mempunyai dimensi. Dimensi politis manusia meletakkan manusia sesuai dengan kodratnya yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu ciri khas dari kehidupan berbangsa dan bernegara juga tidak lepas dari sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Berkaitan dengan etika, segala hal yang ada dalam diri manusia tidak dapat diatur sendiri secara individu melainkan, harus mempertimbangkan hubungannya dengan masyarakat yang ada disekitarnya, karena sebagai makluk sosial manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Kehidupan berbangsa dan bernegara juga ditentukan oleh sifat kodrat manusia, artinya tujuan dari negara bukan hanya untuk kepentingan individu ataupun kelompok-kelompok individu tertentu, melainkan juga untuk kesejahteraan individu maupun masyarakat secara menyeluruh. Dasar ini merupakan basis moralitas bagi pelaksanaan dan penyelengaraan negara, sehingga konsekuensinya segala keputusan, kebijaksanaan, serta arah dari tujuan negara Indonesia harus dapat dikembalikan secara moral terhadap dasar-dasar tersebut.
Etika politik juga berhubungan dengan aspek hukum dan kekuasaan Negara. Oleh karena itu keduanya memerlukan suatu legitimasi. Hukum harus menunjukkan bahwa tatanan adalah dari masyarakat bersama demi kesejahteraan bersama dan bukan berasal dari kekuasaan. Demikian pula Negara yang memiliki kekuasaan harus mendasar pada tatanan normatif sebagai kehendak bersama semua warganya, sehingga dengan demikian Negara pada hakikatnya mendapatkan legitimasi dari masyarakat yang menentukan tatanan masyarakat tersebut.
Apabila dilihat kasus ujian calon kepala desa yang diwarnai oleh aksi mencontek, maka dimensi politik dari peserta ujian calon kepala desa tersebut hanyalah sebagai manusia individual dimana mereka hanya mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan bagaimana nasib orang lain yang akan dipimpin. Dalam kehidupan berbangsa, tujuannya adalah untuk kesejahteraan bersama secara menyeluruh. Dengan perilaku peserta ujian calon kepala desa yang mencontek, jelas bahwa orientasi mereka adalah untuk kekuasaan pribadi dan golongannya sendiri, dan hal tersebut telah merugikan untuk peserta ujian yang lain yang jujur dalam mengerjakan soal tersebut.

Pancasila dan Etika politik
Sebagai dasar filsafat Negara, maka pancasila juga merupakan sumber dari etika politik yang berkembang di Indonesia. Sila pertama dan kedua merupakan sumber moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu sila ketiga “Persatuan Indonesia” juga menyempurnakan etika politik yang ada di Indonesia yaitu sesuai dengan kodrat manusia yang juga sebagai manusia sosial untuk melaksanakan etika dengan mengusahakan keutuhan masyarakat serta kesejahteraan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam pelaksanaan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan:
1. Asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku.
2. Disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokratis)
3. Dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengan legitimasi moral atau legitimasi etis.
Inti dari permasalahan etika politik adalah masalah legitimasi etis kekuasaan. Legitimasi etis kekuasaan berkaitan dengan hak moral seseorang atau sekelompok orang untuk memegang dan mempergunakan kekuasaan yang mereka miliki. Pada sisi lain, betapa pun besar kekuasaan seseorang, ia selalu dapat dihadapkan dengan tuntutan untuk mempertanggungjawabkannya. Apabila pertanggungjawaban itu tidak dapat diberikan, kekuasaan itu tidak lagi dianggap sah (Iding R. Hasan, 2008).
Sama halnya dengan ujian calon kepala desa, setelah lolos seleksi administrasi, maka mengikuti ujian untuk menjadi calon kepala desa adalah kekuasaan para peserta. Bagaimanapun juga, kejujuran mereka dalam mengerjakan soal tersebut tetap harus mereka pertanggungjawabkan kepada masyarakat. Secara analisa kasar, pada bagian dimensi politis manusia telah dapat kita ketahui bahwa melakukan segala cara merupakan ambisi yang besar untuk mendapatkan kekuasaan dan hal tersebut termasuk perilaku individualistis yang cukup tinggi, maka dalam menjabat sebagai kepala desa nanti, kemungkinan calon tersebut juga akan lebih mementingkan dirinya sendiri dan golongannya daripada masyarakat desa yang dipimpinnya.
Etika menekankan pada perilaku manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersumber pada pancasila sebagai sumber moralnya. Perilaku mencontek ataupun melakukan “serangan fajar” merupakan perilaku yang cacat moral dan berbenturan dengan etika. Bagaimana dengan ujian kepala desa yang diadakan setahun silam yang mungkin sekarang calon-calon yang mencontek dalam ujian calon kepala desa tersebut telah menjabat menjadi kepala desa sekarang? Apakah mereka sudah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam UU yaitu setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; berkelakuan baik, jujur, adil, cerdas, dan berwibawa? Dengan demikian dapat diketahui bahwa etika dari seorang pemimpin dalam system pemerintahan yang terendah yaitu kepala desa belum sempurna. Oleh karena itu BPD (Badan Perwakilan Desa) sebagai lembaga yang berhak mengajukan bakal calon kepala desa hendaknya tidak hanya melakukan seleksi secara administratif saja, namun juga melihat kepribadian dan perilaku bakal calon kepala desa dalam kehidupan sehari-hari dan disesuaikan dengan persyaratan yang ada di dalam Undang-undang agar tidak menghasilkan calon kepala desa yang etika politiknya belum sempurna.
Seorang calon kepala desa sebagai calon pemimpin dalam suatu pemerintahan desa juga harus mempunyai etika politik yang benar yang bersumber dari pancasila sebagai ideologi bangsa. Pelaksanaan dari etika politik tersebut berdasarkan prinsip-prinsip etika politik secara korelatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Legitimasi hukum harus mendapat legitimasi rakyat dan dilaksanakan dengan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral/etis), legitimasi etis akan memberikan pertanggungjawaban yang bermakna pada masyarakat.

Kesimpulan
Bakal calon kepala desa yang mengikuti ujian calon kepala desa pada kabupaten Polewali Mandar belum mencirikan sikap yang berdasarkan etika politik. Hal yang mereka lakukan merupakan sikap individualistis yang hanya mementingkan kepentingan individu. Setiap seorang yang duduk dalam pemerintahan negara wajib mencerminkan etika yang bersumber dari pancasila termasuk etika politik. Etika politik dilaksanakan secara korelatif antara ketiga prinsip utamanya yaitu legitimasi hukum, legitimasi rakyat dan legitimasi etis/moral.

Saran
Perlu adanya pengetahuan mengenai etika politik bagi bakal calon kepala desa, serta menanamkan rasa malu terhadap perilaku yang cacat moral. Para anggota BPD hendaknya lebih selektif dalam memilih bakal calon kepala desa. Pemerintah kabupaten Polewali Mandar hendaknya melakukan evaluasi dan perbaikan dalam pelaksanaan ujian calon kepala desa tersebut, agar lebih menghasilkan calon kepala desa yang berkualitas demi kemajuan bangsa Indonesia.

Rabu, 28 April 2010

PENGEMBANGAN INDUSTRI KABUPATEN SIDOARJO SEBAGAI SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN GERBANGKERTOSUSILA

Satuan Wilayah Gerbangkertosusila termasuk dalam Satuan Wilayah Pembangunan dalam RTRW Propinsi Jawa Timur. Wilayah yang masuk dalam Satuan Wilayah Pembangunan Gerbangkertosusila adalah Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan. Pusat dari Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) ini adalah kota Surabaya yang juga sebagai ibukota propinsi Jawa Timur. Sampai pada tahun 2005, tidak ada deviasi dari pusat SWP ini. Hal ini dibuktikan dengan tingginya populasi kota Surabaya dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain yang tergabung dalam SWP Gerbangkertosusila. Pada tahun 2005, populasi penduduk di kota Surabaya yaitu 5.622.259 (Indonesia.go.id). Tingginya polulasi menunjukkan bahwa migrasi penduduk yang besar ke kota Surabaya, karena kota Surabaya masih mempunyai daya tarik bagi penduduk yang ingin memperbaiki keadaan ekonomi. Daya tarik tersebut berupa pembangunan industri dan sektor sekunder dalam bidang perdagangan, serta fasilitas lain yang mendukung kegiatan tersebut.
Kabupaten Sidoarjo sebagai kabupaten yang langsung berbatasan dengan kota Surabaya dan sebagai wilayah bagian dari SWP Gerbangkertosusila, telah mendapatkan efek dari kota Surabaya sebagai pusat pertumbuhan, antara lain pelimpahan pembangunan kantor lembaga propinsi seperti Kantor Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur, pembangunan Terminal Bungurasih sebagai akses masuk ke kota Surabaya, pembangunan Bandara Juanda baru, dan perkembangan pembangunan kawasan industri. Efek tersebut dalam teori pengembangan wilayah disebut sebagai Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Pole theory).
Perkembangan pembangunan kawasan industri di Kabupaten Sidoarjo mengalami peningkatan yang cukup tajam. Data dari disertasi tahun 2003 oleh I Nyoman Adika (mahasiswa Universitas Gadjah Mada) menyebutkan bahwa pada tahun 1990 terdapat 1.334 unit perusahaan dari berbagai jenis industri, dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 4.079 unit. Data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan kabupaten Sidoarjo menyebutkan bahwa pada tahun 2007, jumlah industri yang ada di kabupaten Sidoarjo ialah 5.638 unit dengan kategori 487 unit industri besar dan 5151 unit industri kecil. Jadi, dalam kurun waktu 7 tahun (2000-2007), telah terjadi peningkatan jumlah industri sebesar 1.559 unit atau terjadi penambahan rata-rata jumlah industri 519 unit pertahun. Peningkatan jumlah industri yang cukup tajam memang didukung dengan keadaan topografi kabupaten Sidoarjo yang datar dan aksesbilitas yang baik.
Jumlah industri yang meningkat di kabupaten Sidoarjo diikuti dengan jumlah migran risen yang cukup banyak datang ke kabupaten Sidoarjo. Migran risen adalah penduduk yang datang ke kabupaten Sidoarjo dengan tujuan tidak untuk menetap, misalnya mereka datang ke kabupaten Sidoarjo hanya untuk bekerja (pagi berangkat dan sore sudah kembali). Berdasarkan data BPS 1995-2000 didapat migran risen sebesar 111.409 orang dan dari sejumlah ini sebesar 35.859 orang (32,29 persen) berasal dari Kota Surabaya dan yang lain berasal dari kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Jumlah migran tersebut pada saat jumlah industri di kabupaten Sidoarjo masih mencapai 4.079 unit dan pada tahun 2007 telah mencapai 5.638 unit, maka jumlah migran risen akan bertambah seiring dengan penambahan lapangan pekerjaan baru. Kabupaten Sidoarjo masih menjadi pilihan bagi migran risen untuk memulai usahanya. Hal ini dapat dibuktikan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh I Nyoman Adika mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada tahun 2003 yang menyatakan bahwa banyak tenaga kerja sektor informal (75,5 persen dari 71 orang responden) dalam jangka panjang ingin membangun usaha yang mapan dan permanen pada kota yang lebih besar. Mereka memilih Kabupaten Sidoarjo sebagai tempat usaha karena di daerah ini persaingannya relatif lebih kecil dibandingkan dengan kota-kota lain di Jawa. Sidoarjo digunakan sebagai wilayah lompatan pertama untuk berusaha. Di Sidoarjo, mereka mencari pengalaman sambil mengumpulkan modal, dan kalau sudah mapan baru akan melompat ke kota yang lebih besar sebagai tempat lompatan kedua dan begitu seterusnya. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah migran risen, sehingga populasi penduduk kabupaten Sidoarjo menjadi terbesar kedua di wilayah Gerbangkertosusila setelah kota Surabaya.
Memahami potensi yang ada di kabupaten Sidoarjo, dan sebagai bagian Satuan Wilayah Pembangunan dari Gerbangkertosusila, maka pemerintah kabupaten Sidoarjo membuat kebijakan untuk mengembangkan kabupaten Sidoarjo sebagai wilayah industri, agar dapat mendukung pertumbuhan di wilayah Gerbangkertosusila. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo mengembangkan kawasan industri Siborian (Sidoarjo, Jabon , Krian). Sesuai dengan namanya, kawasan industri Siborian terletak pada tiga kecamatan di kabupaten Sidoarjo, yaitu kecamatan Sidoarjo, kecamatan Jabon dan Kecamatan Krian.
Masing-masing dari ketiga tempat tersebut mempunyai kelebihan yaitu:
1. Kecamatan Sidoarjo
Kawasan yang akan digunakan sebagai kawasan industri adalah daerah sepanjang jalan lingkar timur Sidoarjo yang juga merupakan jalan alternatif bebas hambatan yang dipersiapkan secara khusus untuk lalu lintas industri dan perdagangan. Hingga saat ini, jalan lingkar timur yang telah terbangun adalah sepanjang 11 kilometer dengan lebar badan jalan 60 meter (sudah terealisasi 80%). Kecamatan Sidoarjo yang juga menjadi pusat administratif dari kabupaten Sidoarjo, maka jenis industri yang cocok untuk dikembangkan pada kawasan tersebut ialah industri jasa dan perdagangan, perkantoran, perhotelan, hiburan, pertokoan, perbankan dan pemukiman/perumahan, industri manufaktur dan pabrikasi. Industri manufaktur dan pabrikasi jumlahnya akan lebih sedikit dibandingkan dengan yang lainnya karena luas lahan yang disediakan berdasarkan RTRW untuk kawasan industri di kecamatan Sidoarjo ini hanyalah 42.021 Ha. Dalam kondisi eksisting struktur wilayah RTRW 2003/2004, kecamatan Sidoarjo merupakan pusat perkembangan dari Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) II dan tidak terjadi deviasi, artinya perkembangan tetap terpusat dengan baik pada kecamatan Sidoarjo dan memberikan dampak yang baik pula pada wilayah bagian dari SWP II.
Kawasan industri kecamatan Sidoarjo diharapkan mempunyai keterkaitan dengan kawasan industri Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di masing-masing wilayah. Kawasan industri kabupaten Sidoarjo ini diharapkan dapat memberikan efek dan mendukung kegiatan industri pada daerah-daerah disekitarnya seperti kecamatan Candi, kecamatan Buduran, kecamatan Gedangan, kecamatan Waru, dan kecamatan Sedati.
2. Kecamatan Jabon
Dalam struktur wilayah, kecamatan Jabon bukan merupakan pusat dari perkembangan SWP. Kecamatan Jabon masuk dalam SWP III yang berpusat di kecamatan Porong, sampai pada tahun 2004 tidak terjadi penyimpangan, namun setelah terjadi bencana semburan lumpur, maka akan lebih baik jika kecamatan Porong tidak lagi dijadikan pusat perkembangan karena telah mengalami kerusakan fisik, sehingga kurang efektif untuk pusat pengembangan SWP III. Kecamatan jabon merupakan lokasi yang strategis untuk pengembangan kawasan industri karena lahan yang tersedia masih cukup banyak. Pemerintah mengalokasikan lahan seluas 2683,916 Ha, luas lahan yang diperuntukkan untuk kawasan industri ini terbesar di kabupaten Sidoarjo. Dengan luas lahan tersebut, kecamatan Jabon akan diarahkan untuk industri pabrikasi dan manufaktur besar yang nantinya diharapkan dapat disejajarkan dengan kawasan industri besar lainnya yang terdapat di Jawa Timur. Hal ini bukan merupakan hal yang “muluk”, mengingat lokasinya yang mendukung dan dekat dengan kawasan industri NIP (Ngoro Industrial Park)-Mojokerto, Kedekatan dengan kawasan industri lain yang juga tergabung dalam SWP Gerbangkertosusila diharapkan dapat memberikan hubungan keterkaitan dan saling menguntungkan.
Kawasan industri Jabon diharapkan dapat mendukung kegiatan industri yang telah ada di wilayah sekitarnya misalnya intako (industri tas dan koper) di kecamatan Tanggulangin, serta dapat menjadi tempat baru bagi perusahaan yang telah tenggelam karena luberan lumpur Lapindo. Pemda kabupaten Sidoarjo menyebutkan bahwa sekitar 15.000 pelaku ekonomi mulai dari usaha kecil hingga besar lumpuh karena bancana semburan Lumpur Lapindo. Kawasan industri ini akan mendukung pertumbuhan wilayah yang ada di sekitarnya dengan adanya lapangan pekerjaan baru, misalnya kecamatan Krembung dan Tulangan yang selama ini industrinya belum berkembang
3. Kecamatan Krian
Kecamatan Krian menjadi posisi yang strategis karena By Pass krian merupakan jalan nasional yang menghubungkan Surabaya-Mojokerto-Jombang-Madiun-Ngawi-Solo-Jogja. Kawasan yang strategis untuk investasi industri adalah kawasan di sekitar By Pass Krian. Dengan melihat posisi yang strategis tersebut, maka arahan kegiatan yang tepat untuk kawasan ini adalah perdagangan, perkantoran, perhotelan, pertokoan, perumahan dan pemukiman, perbankan serta industri manufaktur atau pabrikasi. Kawasan industri ini diharapkan akan merangsang pertumbuhan ekonomi di kecamatan sekitarnya yaitu kecamatan Prambon, Krembung, Tarik, Balongbendo, Wonoayu, Taman dan Sukodono. Luas lahan yang disediakan untuk kawasan industry Krian adalah 883,925 Ha. Dalam struktur wilayah, kecamatan Krian merupakan SWP V, dan dalam perkembangannya tidak mengalami penyimpangan pusat pertumbuhan.
Kawasan industri yang berada di By Pass Krian ini mempunyai jarak yang amat dekat dengan kawsan industri yang terletak di kecamatan Wringinanom dan kecamatan Driyorejo-kabupaten Gresik. Dalam kawasan industri ini juga terdapat beberapa industri besar seperti Perusahaan Wings Group, Perusahaan Garuda Food, Perusahaan Wimcycle, dan usaha kecil lainnya yang dapat menyumbangkan bahan produksi untuk kawasan industri Krian.
Pengembangan dari ketiga kawasan industri tersebut dapat meminimalisir permasalahan industri yang ada di kabupaten Sidoarjo yaitu sulitnya penanganan limbah karena lokasi industri yang menyebar, dengan lokasi industri yang menyebar akan memudahkan untuk perencanaan pembangungan Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) secara bersama sehingga dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan akibat aktivitas industri.
Pengembangan dari kawasan industri Siborian ini apabila dianalisis merupakan pengembangan kawasan industri berdasarkan teori Kutub pertumbuhan (Growth Pole Theory), sama halnya dengan pengembangan SWP Gerbangkertosusila. Teori ini berdasar pada industri dengan sasaran pengembangan industri berbahan baku dari daerah lain sehingga pertumbuhan industri macam ini selain mendorong ekonomi lokasi industri, juga mampu meneteskan pertumbuhan ekonomi ke daerah lain. Proses pengembangan lokasi industri ( propulsive industry) merupakan kutub pertumbuhan ( Growth Pole). Aplikasi dari teori ini yaitu adanya kerjasama bahan baku industri pada kawasan industri SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut), NIP (Ngoro Industrial Park), dan Kawsan industri Wringinanom-Driyorejo. Kawasan industri tersebut yang terrgabung dalam SWP Gerbangkertosusila, sehingga dengan adanya pembangunan kawasan industry Siborian akan meneteskan pertumbuhan ekonomi ke daerah lain yang tergabung dalam SWP Gerbangkertosusila.
Hipotesa untuk mengukur pengaruh kawasan industri terhadap suatu wilayah dapat dilihat dari jaraknya terhadap pusat-pusat kegiatan ekonomi apakah ada pengaruhnya terhadap peranan ekonomi satu kawasan. Secara intern di kabupaten Sidoarjo, pemilihan ketiga kawasan tersebut adalah strategis yaitu dapat dijangkau oleh kecamatan-kecamatan yang ada di sekitarnya sehingga akan membantu daerah yang ada di sekitarnya untuk mengembangkan kegiatan ekonomi. Secara ekstern, kawasan industri Siborian tidak begitu jauh dari pusat SWP Gerbangkertosusila yaitu Surabaya, sehingga pemenuhan kebutuhan serta fasilitas industri relatif mudah dengan jarak yang tidak cukup jauh.

KESIMPULAN
Pengembangan kawasan Industri Siborian merupakan strategi yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan industri yang ada di kabupaten Sidoarjo dengan disesuaikan potensi-potensi industri yang ada di kabupaten Sidiarjo. Sampai pada tahun 2007, jumlah industri yang paling banyak menyumbangkan pendapatan pada PDRB adalah industri pengolahan tanpa migas yaitu pada industri pengolahan kertas dan cetakan, dan industry ini bukan merupakan industri basis. Pengembangan kawasan Siborian ini menurut teori kutub pertumbuhan juga dapat memberikan pengaruh ekonomi terhadap wilayah disekitarnya yang tergabung dalam SWP Gerbangkertosusila dengan keterkaitannya dengan kawasan industri yang ada di wilayah Gerbangkertosusila.

SARAN
Adanya konsep perencanaan yang sangat bagus, diharapkan pada awal pengembangan industri yang ada di kabupaten Sidoarjo hendaknya lebih menekankan pada industri basis yaitu pertanian dan pertambakan, agar kesenjangan antardaerah yang ada di kabupaten Sidoarjo dapat diminimalisir. Industri basis juga dapat meningkatkan berbagai sektor unggulan yang ada di kabupaten Sidoarjo. Selain itu, juga dengan meningkatkan kerjasama dengan kawasan industri yang ada di sekitarnya.

DAFTAR RUJUKAN
Adika, I Nyoman. 2003. Perkembangan Wilayah Pinggiran Kota Metropolitan Surabaya dan Mobilitas Tenaga Kerja.Kasus Kabupaten Sidoarjo. Disertasi S-3 tidak diterbitkan. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Badan Pusat Statistik. 2000. Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2000. Jakarta: BPS
____________. 2007. Kabupaten Sidoarjo Dalam Angka 2007. Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Sidoarjo.
Badan Perencanaan Pembangunan Sidoarjo.2003. Revisi Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sidoarjo 2003-2013. Sidoarjo: Bappeda
Sumarmi. 2007. Geografi Pengembangan Wilayah. Malang: UM Press