Rabu, 01 September 2010

PERENCANAAN PENGAJARAN

Perencanaan merupakan suatu proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan bernilai. Pengajaran dapat diartikan sebagai suatu kegiatan di mana seseorang dengan sengaja diubah dan dikontrol, dengan maksud agar ia dapat bertingkah laku atau bereaksi terhadap kondisi tertentu. Secara sederhana, perencanaan Pengajaran adalah proses memproyeksikan dari setiap komponen pembelajaran atau bisa juga dikatakan bahwa Perencanaan pengajaran merupakan pemikiran tentang penetrapan prinsip- prinsip umum mengajar didalam pelaksanaan tugas mengajar dalam suatu interaksi pengajaran tertentu yang khusus baik yang berlangsung di dalam kelas ataupun diluar kelas. Menurut Ralph W. Tyler (1975) komponen-komponen pembelajaran meliputi empat unsur yaitu;
1. Tujuan Pembelajaran;
2. Isi Pembelajaran, merupakan isi atau bahan yang akan dipelajari siswa;
3. Kegiatan Pembelajaran;
4. Evaluasi.
Fungsi perencanaan pengajaran adalah sebagai pedoman kegiatan guru dalam mengajar dan pedoman siswa dalam kegiatan belajar yang disusun secara sistematis dan sistemik. Perencanaan pengajaran mempunyai tujuan antara lain:
1.Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran;
2.Untuk melatih guru agar terlatih menjadi guru yang baik dan sistemik;
3.Untuk memperoleh desain pembelajaran yang mengacu pada bagaimana seseorang belajar dan mengacu pada siswa secara perorangan;
4.Untuk menetapkan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
Manfaat perencanaan pengajaran dalam proses belajar mengajar antara lain:
1.Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang dilakukan;
2.Sebagai pola dasar dalam dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran;
3.Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur , baik guru maupun murid;
4.Sebagai alat ukur keefektifan suatu proses pembelajaran sehingga setiap saat dapat diketahui ketepatan dan kelambanan kerja;
5.Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja;
6.Untuk menghemat waktu,tenaga,alat dan biaya.

Laju Deforestasi dan Konversi Hutan di Indonesia

Hutan merupakan kawasan yang ditumbuhi pepohonan atau tumbuhan yang berfungsi sebagai habitat fauna, penampung karbon dioksida, pelestari tanah dan sebagai modulator siklus hidrologi dengan iklim dan kondisi lingkungan yang khas daerah setempat. Data dari Departemen Kehutanan menyebutkan bahwa luas hutan yang ada di Indonesia pada tahun 2005 adalah 93,92 juta hektar. Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit, kawasan hutan Indonesia yang mencapai 93,92 juta hektar pada tahun2005, kawasan hutan itu dapat dirinci pemanfaatannya sebagai berikut:
1. Hutan tetap : 75,27 juta ha
- Hutan konservasi : 15,37 juta ha
- Hutan lindung : 22,10 juta ha
- Hutan produksi terbatas : 18,18 juta ha
- Hutan produksi tetap : 20,62 juta ha
2. Hutan produksi yang dapat dikonversi : 10,69 juta ha.
3. Areal Penggunaan Lain (non-kawasan hutan) : 7,96 juta ha.
Pemanfaatan hutan harus disesuaikan dengan fungsinya masing-masing, kawasan “hutan tetap” harus dijaga kelestariannya dan tidak dipergunakan untuk kepentingan komersial. Namun pada pertengahan tahun 1960-an mulai terjadi kegiatan komersial hasil hutan dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu pengekspor kayu tropis terbesar di dunia. Hal ini menjadi awal dari deforestasi (kerusakan hutan) yang ada di Indonesia. Deforestasi Hutan merupakan penurunan luas hutan baik secara kualitas dan kuantitas. Deforestasi secara kualitas berupa penurunan ekosistem flora dan fauna yang terdapat pada hutan tersebut. Deforestasi secara kuantitas berupa penurunan luas hutan. Menurut data laju deforestasi (kerusakan hutan) periode 2004-2009 yang dikeluarkan oleh Kementrian Kehutanan, laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,17 juta hektar pertahun. Berbeda dengan data yang dikeluarkan dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO) menyebutkan bahwa angka deforestasi Indonesia per Mei 2010 hanya berkisar 500.000 Ha pertahun.
Data dari Menteri Kehutanan Indonesia pada bulan Juni 2010 menyebutkan bahwa deforestasi hutan yang paling utama disebabkan oleh perambahan (60%), konversi (22%), penggunaan jalan raya (16%), dan sebanyak 0,6% disebabkan oleh pertambangan. Konversi hutan telah membuat sekitar 170.000 Ha hutan yang ada di Indonesia tidak berfungsi sebagaimana mestinya (WALHI, 2010). Penempatan faktor konversi hutan pada peringkat kedua dalam proses deforestasi yang aada di Indonesia juga didukung data dari World Bank. Secara sederhana, konversi hutan dapat diartikan sebagai perubahan fungsi hutan. Konversi sendiri dapat membawa dampak positif dan negatif, membawa dampak positif apabila konversi tersebut dilakukan sesuai dengan fungsi lahan yang sebenarnya dan tidak mengganggu ekosistem yang ada.
Berkaitan dengan deforestasi dan konversi, Fraser (1996) mengemukakan bahwa pertumbuhan kepadatan penduduk merupakan penjelasan fundamental akan masalah deforestasi di Indonesia. Data kepadatan penduduk tiap propinsi di Indonesia menunjukkan hubungan terbalik dengan data tutupan hutan. Beberapa penulis telah melihat hubungan ini (FAO 1990:10; Barbier et al. 1993:7; Fraser 1996) menyatakan bahwa pada tiap 1% kenaikan penduduk (kenaikan penduduk di pulau-pulau di luar pulau Jawa adalah 3%) terjadi penurunan kira-kira 0,3% tutupan hutan.
Peningkatan kepadatan penduduk seiring dengan permintaan konversi hutan untuk kepentingan pembangunan perkebunan terus mengalami peningkatan yang pesat, sehingga mengakibatkan luas hutan konversi terus mengalami penurunan. Bila tahun 1984 luas hutan konversi masih mencapai 30 juta Ha maka pada tahun 1997 tinggal 8,4 juta Ha. Dalam lima tahun (1993/1994 - 1997/1998) pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan pada tahap persetujuan pelepasan mencapai 4.614.124,78 Ha.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa konversi yang terjadi di Indonesia disebabkan karena peningkatan pemenuhan kebutuhan ekonomi penduduk sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk. Konversi hutan juga memegang peran utama dalam kegiatan deforestasi hutan.