Senin, 20 Desember 2010

PENGENALAN BERBAGAI JENIS CITRA PENGINDERAAN JAUH

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah.
1. Pengenalan berbagai jenis citra penginderaan jauh (citra dan citra non-foto)
2. Identifikasi berbagai obyek bentang budaya maupun bentang alam secara monoskopis berdasarkan data penginderaan jauh foto udara dan citra satelit.

B. BAHAN ALAT
1. Foto udara (pankromatik hitam putih).
2. Citra non foto (citra satelit landsat).

C. DASAR TEORI
Citra penginderaan jauh dapat dibedakan menjadi citra foto dan citra non foto, Citra foto secara umum disebut foto udara; sedangkan cita non foto biasanya diklasifikasikan berdasar spectrum yang digunakan (gelombang mikro dan termal dan atau wahana yang digunakan (Citra Satelit)).
Ada beberapa dasar klasifikasi citra foto, antara lain diklasifikasikan berdasarkan panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan pada waktu pemotretan. Tujuan dari klasifikasi tersebut adalah untuk memudahkan memahami karakteristik obyek muka bumi yang terekam oleh suatu jenis citra foto tertentu. Atau dengan kata lain, dengan menggunakan panjang geombang tertentu akan diperoleh suatu citra foto yang mempunyai karakteristik khusus. Untuk dapat melacak kembali obyek yang terekam pada citra, maka penafsiran harus memahami tentang spectrum yang digunakan pada waktu rekaman disamping beberapa faktor yang lainnya.
Interpretasi foto dilakukan dengan mendasarkan teknik interpretasi foto yang mendasarkan pada delapan unsur interpretasi yakni,
1. Rona atau warna
Merupakan tingkat kegelapan atau kecerahan atas tingkat kecerahan obyek yang terekam pada foto udara. Rona dinyatakan dalam cerah, kelabu, kelabu gelap, dan gelap.
2. Bentuk
Merupakan variabel yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Dinyatakan dalam bentuk bulat, empat segi panjang, segitiga, dsb.
3. Ukuran
Merupakan atribut obyek pada foto udara yang antara lain berupa jarak, luas, kemiringan, isi dan tinggi obyek.
4. Tekstur
Merupakan frekuensi perubahan rona pada foto udara, atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil unutk dibedakan secara individuall. Tekstur dinyatakan dengan tingkatan kasar, sedang, dan halus.
5. Pola
Merupakan pola atau susunan keruangan yang merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah lainnya. Pola dinyatakan sebagai kompak, teratur, tidak teratur, atau agak teratur (campuran).
6. Bayangan
Bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang ada di daerah yang gelap. Bayangan merupakan kunci interpretasi bagi beberapa obyek yang justru lebih mudah dikenali dan lebih nampak dari bayangan, misalnya untuk jenis vegetasi.
7. Situs
Situs dikelompokkan ke dalam tingkat kerumitan interpretasi yang lebih tinggi. Situs bukan merupakan ciri obyek, melainkan dalam kaitan dengan lingkungan sekitarnya atau bisa disebut bahwa situs adalah letak obyek terhadap bentang darat atau letak obyek terhadap obbyek lain disekitarnya. Misalnya situs pohon kopi terletak di tanah yang kering karena tanaman kopi memerlukan pengatusan air yang baik.
8. Asosiasi
Keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain. Contohnya stasiun kereta api berasosiasi dengan rel kereta api dan deretan gerbong kereta api.

D. CARA KERJA
1. Menyiapkan citra penginderaan jauh (citra foto dan non foto);
2. Mengamati karakteristik citra tersebut dalam merekam obyek muka bumi.
3. Membandingkan kemudahan dalam pengenalan, dan kejelasan maupun kerincian obyek yang diamati tersebut pada setiap citra yang ada. Untuk memperjelas obyek yang diamati, gunakan kaca pembesar (loupe).
4. Mengenali obyek bentang budaya dan obyek bentang alam (masing-masing 5 obyek). Data penginderaan jauh yang digunakan untuk menafsir adalah foto udara pankromatik hitam putih. Dasar yang digunakan untuk melakukan interpretasi adalah unsur-unsur interpretasi dengan menggunakan tabel interprestasi untuk menafsirkan obyek yang dikaji tersebut.
5. Mengerjakan hal yang sama seperti butir 4, tetapi dengan menggunakan cita satelit komposit warna sebagai dasar pengenalan.

E. HASIL
(disajikan dalam kertas transparan)




F. PEMBAHASAN
Hasil interpretasi citra foto udara menunjukkan daerah interpretasi Lamongan memiliki bentang budaya antara lain permukiman, sawah, jalan, pabrik, dan tambak. Semua obyek yang terekam dalam foto udara dapat diinterpretasi dengan baik. Obyek permukiman dicirikan dengan rona kelabu, dengan ukuran luas berbentuk empat segi panjang, tekstur agak kasar karena frekuensi perubahan rona atau warna pada obyek pemukiman sangat banyak. Terdapat bayangan yang mengikuti obyek permukiman ini yaitu bayangan gelap yang mencirikan vegetasi yang ada di permukiman. Asosiasi dari permukiman adalah dekat dengan jalan.
Jalan raya mempunyai rona atau warna yang cerah dengan ukuran yang sempit, berbentuk garis (linier) bertekstur halus dengan pola teratur, tidak dicirikan dengan adanya bayangan namun biasanya didikuti dengan vegetasi yang memanjang mengiringi jalan tersebut. Asosiasi dari obbyek jalan adalah obyek permukiman. Sawah dicirikan dengan rona atau warna kelabu dan bertekstur kasar namun mempunyai pola yang teratur, berasosiasi dengan sungai, pematang dan saluran irigasi, dan untuk irigasi sendiri mempunyai rona yang kelabu dengan bentuk garis (linier) yang membentuk pola teratur asosiasinya adadalah dengan sungai dan sawah.Bentang budaya yang lain yaitu pabrik dan tambak. Untuk pabrik mempunyai rona yang cerah dengan bentuk segiempat dicirikan dengan pola teratur yang dekat dengan permukiman dan jalan.
Bentang alam yang terekam dalam foto udara daerah Lamongan adalah obyek sungai dengan rona kelabu karena biasanya perairan dicirikan dengan warna kelabu atau gelap. Luas obyek sungai adalah sempit karena bentuknya yang seperti garis namun berkelok-kelok dengan diikuti bayangan yang mencirikan adanya vegetasi yang memanjang mengikuti bentuk sungai tersebut. Pola dari obyek sungai ini adalah teratur dan berasosiasi dengan sawah.
Pada Citra satelit bentang budaya yang terekam dengan jelas antara lain permukiman dan sawah. Permukiman dicirikan dengan warna merah bata dengan bentuk hampir seperti empat segi panjang dengan tekstur yang halus dengan pola tidak teratur Karena pola susunannya tidak teratur. Pada citra satelit propinsi Bali ini permukiman berasosiasi dengan perairan. Sawah dicirikan dengan warna hijau muda atau hijau kekuningan dengan ukuran yang luas berbentuk segiempat dengan pola yang tidak teratur dan tidak ada bayangan.
Bentang alam yang terekam oleh citra satelit dan dapat diinterprretasi dengan mudah adalah perairan, hutan, dan bukit. Perairan dicirikan dengan warna gelap atau hitam dengan situs laut. Hutan dicirikan dengan warna hijau tua dengan pola yang agak teratur, tidak ada bayangan namun berasosiasi dengan sawah dan bukit. Bukit sendiri dicirikan dengan warna coklat atau hijau coklat. Dengan pola yang teratur dan berasosiasi dengan sawah, karena bukit sering berkaitan dengan sawah.

G. KESIMPULAN
Citra foto dapat menmpakkan obyek linier (sungai, jalan), permukiman dan daerah dengan jelas daripada citra satelit meskipun rona atau warnanya hanya hitam, gelap, kelabu, dan putih / cerah. Citra satelit tidak dapat menampakkan hal tersebut dengn jelas namun dapat menunjukkan warna sesungguhnya dari obyek serta ketingian dari obyek tersebut.

H. DAFTAR PUSTAKA
Suryantoro, Agus. 2006. Handout Penginderaan Jauh. Universitas Negeri Malang.

WILAYAH PESISIR DAN PROSESNYA

A. WILAYAH PESISIR
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut (intrusi) yang dicirikan oleh vegetasinya yang khas, sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar daripada daerah paparan benua (continental shelf), dimana ciri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Bengen, 2002).
Berdasarkan batasan tersebut di atas, beberapa ekosistem wilayah pesisir yang khas seperti estuaria, delta, laguna, terumbu karang (coral reef), padang lamun (seagrass), hutan mangrove, hutan rawa, dan bukit pasir (sand dune) tercakup dalam wilayah ini. Luas suatu wilayah pesisir sangat tergantung pada struktur geologi yang dicirikan oleh topografi dari wilayah yang membentuk tipetipe wilayah pesisir tersebut.
Perbedaan antara pantai dan pesisir yaitu pantai adalah bagian dari permukaan bumi yang terdekat dgn permukaan laut dan dipengaruhi oleh kondisi cuaca dari laut. Pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut (intrusi) yang dicirikan oleh vegetasinya yang khas.
B. Pembagian Zone Wilayah Pesisir
Setiap zone perairan dipesisir mengalami proses mengahasilkan struktur sedimen yang khas dan berbeda satu sama lainnya. Berdasarkan hal ini zone pesisir dibagi menjadi backshore, foreshore, shoreface, dan offshore.
1. Backshore terletak diantara batas bawah gumuk pasir (sand dune) hingga ke garis air pasang paling tinggi (mean high water line). Jadi Backshore terdapat di amabang pantai (beach bar).
2. Foreshore yaitu zone pasang surut, kawasan yang terletak di antara batas atas dan bawah pasang air laut disebut. Backshore dan foreshore merupakan bagian atas dari pesisir pantai. Dikawasan ini terdapat zone pemecah, zone swash dan arus sepanjang pantai (longshore current). Sehingga kawasan ini menerima tenaga aliran yang kuat. Sedimen-sedimen yang ada diwilayah ini kebanyakan terdiri dari material pasir.
3. Shoreface yaitu zone yang berbatasan dengan zone peralihan. Batas bawah shoreface bergantung pada rata-rata dasar gelombang maksimal (average maximum wave base). Di kawasan shoreface sedimennya terdiri dari pasir bersih, dibagian atas shoreface terdapat arus pesisir pantai. Pada saat cuaca buruk arus ini akan bertambah kuat dan akan mengkikis bagian atas shoreface dan mengendapkannya semula di bagian bawah shoreface atau membawanya kearah daratan seperti laguna. Jadi dibagian shoreface sedimennya makin kasar kearah daratan dan riak simetri berubak menjadi tak simetri dan gumuk (Clifton, 1967). Bagian bawah shoreface terdiri dari lapisan dan percampuran antara lumpur dan pasir, tetapi pada saat cuaca buruk bagian bawahnya mengalami tindakan gelombang dan akibatnya endapan pasir akan percampuran lumpur dan pasir akan terbentuk di kawasan ini.
4. Offshore merupakan zone lepas pantaiyang mengarah kelaut.
Selain pembagian diatas wilayah pesisir juga dapat dibagi berdasarkan kedalamannya, yaitu:
1. Zona Lithoral, adalah wilayah pantai atau pesisir atau “shore”. Di wilayahini pada saat air pasang tergenang air dan pada saat air laut surut berubahmenjadi daratan. Oleh karena itu wilayah ini sering disebut juga wilayah pasang surut.
2. Zona Meritic (wilayah laut dangkal), yaitu dari batas wilayah pasang surut hingga kedalaman 150 m. Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari sehingga wilayah ini paling banyak terdapat berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun tumbuhan-tumbuhan, contoh Jaut Jawa, Laut Natuna, Selat Malaka dan laut-laut disekitar kepulauan Riau.
3. Zona Bathyal (wilayah laut dalam), adalah wilayah laut yang memiliki kedalaman antara 150 hingga 1800 meter. Wilayah ini tidak dapat ditembus sinar matahari, oleh karena itu kehidupan organismenya tidak sebanyak yang terdapat di zona meritic.
4. Zona Abysal (wilayah laut sangat dalam), yaitu wilayah laut yang memiliki kedalaman lebih dari 1800 m. Di wilayah ini suhunya sangat dingin dan tidak ada tumbuh-tumbuhan, jenis hewan yang hidup di wilayah ini sangat terbatas.
C. Proses yang Terjadi di Wilayah Pesisir
Daerah pesisir merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan, karena daerah tersebut menjadi tempat bertemunya dua kekuatan, yaitu berasal dari daratan dan lautan. Perubahan lingkungan pesisir dapat terjadi secara lambat hingga sangat cepat, tergantung pada imbang daya antara topografi, batuan dan sifat-sifatnya dengan gelombang, pasang surut dan angin. Perubahan pesisir terjadi apabila proses geomorfologi yang terjadi pada suatu segmen pesisir melebihi proses yang biasa terjadi. Perubahan proses geomorfologi tersebut sebagai akibat dari sejumlah faktor lingkungan seperti faktor geologi, geomorfologi, iklim, biotik, pasang surut, gelombang, arus laut, dan salinitas (Sutikno, 1993 dalam Johanson D. Putinella, 2002).
D. Geomorfologi Wilayah Pesisir
Proses-proses utama yang sering terjadi di wilayah pesisir meliputi: sirkulasi massa air, percampuran (terutama antara dua massa air yang berbeda), sedimentasi dan abrasi serta upwelling. Bentukan-bentukan yang umum terdapat diwilayah pesisir adalah sebagai berikut:
1. Pesisir Pantai (Beach) adalah yaitu pesisir diantara garis pasang naik dan pasang surut.
2. Laguna adalah air laut dangkal yang memiliki luas beberapa mil, sering merupakan teluk atau danau yang terletak diantara pulau penghalang dengan pantai.
3. Pulau Penghalang (Barrier Island) adalah gosong pasir yang tersembul dipantai yang dipisahkan dari pantai oleh laguna. Pulau penghalang ini bias berbentuk sebagai spit atau gumuk pasir yang dibentuk oleh angin atau air.
4. Delta adalah deposit lumpur, pasir, atau kerikil (endapan alluvium) yang mengendap di muara suatu sungai. Delta dibagi menjadi tiga berdasarkan bentuknya, yaitu Delta Arcuate (Berbentuk kipas), Delta Cuspate (Berbentuk gigi tajam), Delta Estuarine (Berbentuk estuarine).
5. Goa Laut (Sea Cave) merupakan goa yang terbentuk pada terbing terjal (cliff) atau tanjung (headland) sebagai akibat erosi dari hantaman gelombang dan arus.
6. Sea Arch merupakn sea cave yang telah tereosi sangat berat akibat dari hantaman ombak.
7. Sea Stack merupakan tiang-tiang batu yang terpisah dari daratan yang tersusun dari batuan yang resisten sehingga masih bertahan dari hantaman gelombang.
8. Rawa Air Asin (Salt Marsh) merupakan rawa yang terbentuk akibat genangan air laut di dinggir pantai.
9. Head Land yaitu batuan daratan resisten yang menjorok kelaut sebagai akibat erosi gelombang.
10. Bar yaitu gosong pasir dan kerikil yang terletak pada dasar laut dipinggir pantai yang terjadi oleh pengerjaan arus laut dan gelombang. Kadang-kadang terbenam seluruhnya oleh air laut. Beberapa jenis bar antara lain:
• Spit yaitu yang salah satu ujunganya terikat pada daratan, sedangkan yang lainnya tidak. Bentuknya kebanyakan lurus sejajar dengan pantai, tetapi oleh pengaruh arus yang membelok ke arah darat atau oleh pengaruh pasang naik yang besar, spit itupun membelok pula ke arah darat yang disebut Hook atau Recurved Spit (Spit Bengkok).
• Baymouth Bar adalah spit yang kedua ujungnya terikat pada daratan yang menyeberang dibagian muka teluk.
• Tombolo adalah spit yang menghubungkan pulau dengan daratan induk atau dengan pulau lain, contohnya daratan antara Pulau Pananjung dengan daratan induknya Pulau Jawa.

SEDIMENTASI LAUT

A. RINGKASAN MATERI
Gross (1990) mendefinisikan sedimen laut sebagai akumulasi dari mineral-mineral dan pecahan-pecahan batuan yang bercampur dengan hancuran cangkang dan tulang dari organisme laut serta beberapa partikel lain yang terbentuk lewat proses kimia yang terjadi di laut.
Asal sedimen laut antara lain.
• Lithogenous sedimen (Batuan)
• Biogenous sedimen (tumbuhan dan hewan)
• Hydrogenous sedimen (reaksi kimia dlm air laut)
• Cosmogenous sedimen (partikel luar angkasa).
Klasifikasi sedimen laut berdasarkan lokasi (sebaran sedimen laut) dapat dibagi menjadi beberapa tipe sedimen yaitu:
a. Neritik sedimen, yang tersebar pada paparan benua, lereng benua kaki benua yang memiliki sumber material dari lithogenous, biogenous, hidrogeous dan kosmogenous. Komposisi utamanya berasal dari material terrigenous yang dibawa kelaut dengan aliran sungai maupun aliran permukaan. Ukuran butirnya yang besar sehingga dapat dijumpai endapan dari yang berbutir kasar sampai yang terhalus.
b. Pelagik sdimen yang tersebar pada perairan laut dalam dengan memiliki sumber material dai lithogeous, biogenous, hidrogeous dan kosmogenous. Variasi ukuran butirnya sangat kecil sehingga hanya dapat dijumpai material yang berbuitir halus dan tersebar secara merata pada perairan laut dalam.
c. Bathyal, sedimen yang tersebar pada perairan dengan kedalaman 200-3700 m dengan sumber material sumber matarial berasal dari terrigenous, biogenous hydrogenous dan cosmogenous.
d. Abyssal, sedimen yang berada pada kedalaman 3700-6000 m dengan sumber matarial yang berasal dari terrigenous, biogenous, hydrogenous dan cosmogenous.
e. Hadal, sedimen yang berada pada kedalaman 6000 m dengan sumber material yang berupa lempung dan debu.

Analisis Iklim Kecamatan tarik Kabupaten Sidoarjo

Iklim adalah sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya (World Climate Conference, 1979). Ahli lain menyebutkan bahwa iklim merupakan konsep abstrak yang menyatakan kebiasaan cuaca dan unsur-unsur atmosfer disuatu daerah selama kurun waktu yang panjang (Glenn T. Trewartha, 1980). Ada pula yang menyebutkan bahwa iklim adalah peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan, angin kelembaban, yang terjadi disuatu daerah selama kurun waktu yang panjang (Gibbs,1987).
Ada beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim suatu daerah atau wilayah, yaitu: suhu atau temperatur udara, tekanan udara, angin, kelembaban udara, dan curah hujan. Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan, 2002).
Thornthwaite (1933) dalam Tjasyono (2004) menyatakan bahwa tujuan klasifikasi iklim adalah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus. Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, oleh sebab itu pengklasifikasian iklim di Indonesia sering ditekankan pada pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya pertanian. Pada daerah tropik suhu udara jarang menjadi faktor pembatas kegiatan produksi pertanian, sedangkan ketersediaan air merupakan faktor yang paling menentukan dalam kegiatan budidaya pertanian khususnya budidaya padi.
Variasi suhu di kepulauan Indonesia tergantung pada ketinggian tempat (altitude/elevasi), suhu udara akan semakin rendah seiring dengan semakin tingginya ketinggian tempat dari permukaan laut. Suhu menurun sekitar 0.6 oC setiap 100 meter kenaikan ketinggian tempat. Keberadaan lautan disekitar kepulauan Indonesia ikut berperan dalam menekan gejolak perubahan suhu udara yang mungkin timbul (Lakitan, 2002). Menurut Hidayati (2001) karena Indonesia berada di wilayah tropis maka selisih suhu siang dan suhu malam hari lebih besar dari pada selisih suhu musiman (antara musim kemarau dan musim hujan), sedangkan di daerah sub tropis hingga kutub selisih suhu musim panas dan musim dingin lebih besar dari pada suhu harian. Kadaan suhu yang demikian tersebut membuat para ahli membagi klasifikasi suhu di Indonesia berdasarkan ketinggian tempat.
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan, 2002). Tjasyono (2004) mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim.
Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah digunakan di Indonesia antara lain adalah:
a. Iklim Junghuhn
Junghuhn melakukan klasifikasi iklim di Indonesia berdasarkan ketinggian tempat dihibungkan dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan. Junghuhn membagi iklim menjadi empat zone/daerah iklim, yaitu:
1. Zone Panas, daerah yang berada pada ketinggian 0 – 600 m dpl. Suhu udara rata-rat di atas 220C. Tanaman budidaya yang cocok antara lain tembakau, kelapa, padi, jagung.
2. Zone Sedang, ketinggian antara 600 – 1500 m dpl. Suhu udara antara 220C – 170C. Tanaman budidaya yang tumbuh antara lain tembakau, padi, kopi, the, coklat, sayur-sayuran.
3. Zone Sejuk, ketinggian antara 1500-2500 m dpl. Suhu udara antara 170 – 110C. Tanaman budidaya yang tumbuh antara lain kina, kopi, the, sayur-sayuran, pinus.
4. Zone Dingin, ketinggian 2500 m dpl ke atas. Suhu udara di bawah 110C dan tidak ada tanaman budidaya yang tumbuh.
b. Iklim Koeppen
Koppen membuat klasifikasi iklim berdasarkan perbedaan temperatur dan curah hujan. Koppen memperkenalkan lima kelompok utama iklim di muka bumi yang didasarkan kepada lima prinsip kelompok nabati (vegetasi). Kelima kelompok iklim ini dilambangkan dengan lima huruf besar yaitu antara lain;
• tipe iklim A adalah tipe iklim hujan tropik (tropical rainy climates) merupakan iklim hujan tropis tanpa musim dingin
• iklim B adalah tipe iklim kering (dry climates)
• iklim C adalah tipe iklim hujan suhu sedang (warm temperate rainy climates)merupakan iklim hujan lilntang menengah dengan musim dingin ringan
• iklim D adalah tipe iklim hutan bersalju dingin (cold snowy forest climates) merupakan iklim hujan lintang menengah dengan musim dingin yang berat
• iklim E adalah tipe iklim kutub (polar climates) merupakan iklim kutub tanpa musim hangat
Daerah di Indonesia memiliki iklim tipe A (tropical rainy climate). Iklim A mempunyai suhu bulan terdingin > 180C (16,440F) dengan suhu bulanan < 180C tanaman tropis tertentu yang peka tidak dapat hidup , jadi wilayah iklim ini merupakan kawasan tanaman megater yang memerlukan suhu yang tinggi secara terus-menerus dan hujan melimpah. Kelompok iklim A, yaitu:
a. Af (iklim basah tropis), f: curah hujan pada bulan paling kering
( 2,4 inchi). Iklim ini terdapat variasi musiman suhu minimum dan hujan yang tetap tinggi sepanjang tahun.
b. Aw (iklim tropis, basah dan kering). w: misim kering yang jelas dalam periode musim dingin. Iarma curah hujan musiman yang jelas, sekurang-kurangnya 1 bulan <60 mm (2.4 inchi). Suhu sama dengan Af.
c. Am (Muson)/ musim kering singkat. Am adalah tipe iklim antara Af dan Aw, menyerupai Af dalam jumlah hujan dan Aw dalam distribusi musiman. Curah hujan pada Aw dan Am bulan terkering <60 mm. Aw atau Am tergantung pada jumlah curah hujan tahunan dan jumlah yang terjadi pada bulan terkering. Koppen mengemukakan jenis iklim Am sangat penting bagi Indonesia. Iklim Am menunjukkan iklim tropis dimana jumlah curah hujan <60 mm selama 1 bulan atau lebih tetapi pada bulan-bulan lainnya jumlah curah hujannya besar. Dengan keadaan seperti ini diduga bahwa tanaman tidak dipengaruhi oleh kekeringan untuk sementara waktu.
c. Iklim Thornthwaite
C.W Thornhwaite (1993) membuat klasifikasi iklim berdasarkan pada curah hujan yang sangat penting untuk tanaman, sehingga selain jumlah curah hujan juga pada intensitas penguapan. Jika penguapan besar, curah hujan yang dipakai oleh tanaman akan lebih kecil daripada penguapannya kecil, pada jumlah curah hujan yang sama. Thornthwaite menghitung ratio keefektifan curah hujan atau ratio P-E, sebagai jumlah curah hujan (P=presipitasi) bulanan dibagi dengan jumlah penguapan (E=evaporasi) bulanan, yaitu ratio P-E = P/E. Jumlah 12 bulan ratio P-E disebut indeks P/E.
Rumus ratio P-E = 115 (P/T-10)10/9
Indeks P-E = ∑115 (Pi/Ti-10) 10/9
Keterangan:
P = presipitasi bulanan dalam inchi
T = Suhu bulanan rata-rata dalam 0F
I = 1,2,3…..
Tabel 1 Golongan Kelembaban menurut Thorntwaite
Golongan Kelembaban Keefektifan Tanaman Indeks P-E
A. Basah
B. Lembab
C. Sub Humid
D. Semi arid
E. Arid Hutan hujan
Hutan
Padang rumput
Stepa
Gurun ≥ 128
64-127
32-63
16-31
<16

Selain itu Thornthwaite mengemukakan adanya efisiensi panas dengan menggunakan rumus ratio T-E dan indeks T-E.
Rumus ratio T-E = (T-32)/4 dan
Indeks T-E = ∑12 (Ti-32)/4
Tabel 2 Golongan Suhu Menurut Thornthwaite
Golongan Suhu Indeks T-E
A’ = tropis
B’ = mesothermal
C’ = microthermal
D’ = taiga
E’ = tundra
F’ = salju abadi ≥ 128
64-127
32-63
16-31
1-15
0

Masing-masing golongan kelembaban dan golongan suhu dikonfirmasikan dengan penyebaran curah hujan musiman. Penyebaran curah hujan musiman dibedakan:
r = curah hujan banyak pada setiap musim
s = defisit curah hujan pada musim panas
w = defiisit curah hujan pada musim dingin
d = defisit curah hujan pada setiap musim
d. Iklim Mohr
Berdasarkan penelitian tanah, Mohr memebagi tiga derajat kelembaban dari bulan-bulan sepanjang tahun yaitu:
a. Jika curah hujan dalam satu bulan lebih dari 100mm, maka bulan ini dinamakan bulan basah, jumlah curah hujan ini melampaui penguapan
b. Jika curah hujan dalam satu bulan kurang dari 60mm, maka bulan ini dinamakan bulan kering, penguapan banyak berasal dari dalam tanah daripada curah hujan. Dalam hal ini penguapan lebih banyak daripada curah hujan.
c. Jika curah hujan dalam satu bulan antara 60mm dan 100mm maka bulan ini dinamakan bulan lemba, curah hujan penguapan kurang lebih seimbang
Berdasarkan kriteria tersebut maka dicari bulan-bulan kering dan bulan-bulan basah setiap tahun, sehingga ditemukan lima golongan yaitu:
Golongan I : daerah basah, yaitu daerah yang hampir tidak terdapat bulan kering
Golongan II : daerah agak basah yaitu daerah dengan bulan kering 1-2 bulan
Golongan III : daerah agak kering yaitu daerah dengan bulan kering 3-4 bulan
Golongan IV : daerah kering yaitu terdapat 5-6 bulan kering
Golongan V : daerah sangat kering, dengan bulan >6 bulan
e. Iklim Schmidt-Ferguson
Schmidt dan Ferguson (1951) menerima metode Mohr dalam menentukan bulan-bulan kering dan bulan-bulan basah, tetapi cara perhitungannya berbeda Schmidt dan Ferguson menghitung jumlah bulan-bulan kering dan bulan-bulan basah dari tiap-tiap tahun kemudian baru diambil rata-ratanya
Untuk menentukan jenis-jenis iklimnya, Schmidt dan Ferguson menggunakan harga Qoutient Q yang didefinisikan sebagai:
Q = (Jumlah rata-rata bulan-bulan kering/jumlah rata-rata bulan-bulan basah)x100%
Tiap tahun pengamatan dihitung jumlah bulan-bulan kering dan bulan-bulan basah, kemudian baru dirata-ratakan selama periode pengamatan (misalnya 30 tahun). Dari sini kita peroleh jumlah rata-rata bulan kering dan jumlah rata-rata bulan basah. Misalkan jumlah rata-rata bulan kering = 4 dan jumlah rata-rata bulan basah = 8 maka diperoleh harga Q = 0,50 yang berarti tipe iklim C (agak basah).
Dari harga Q yang ditentukan pada persamaan di atas kemudian Schmidt dan Ferguson menentukanjenis iklimnya yang ditandai dari iklim A sampai iklim H sebagai berikut:
Tabel 3 Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson
Climate Type Q value (%) Condition of climate and vegetation
A
B
C
D
E
F
G
H <14,3
14,3 – 33,33
33,3 – 60,0
60,0 – 100,0
100,0 – 167,0
167,0 – 300,0
300,0 – 700,0
>700,0 Very wet region, tropical rain forest
Wet region, tropical rain forest
Somewhat wet region, deciduous forest, in dry season
Moderately climate, savanna forestDry climate, seasonal forest
Somewhat dry climate, savanna forest
Dry climate, savanna forest
Very dry climate, grass
Extremely dry climate, grass

f. Iklim Oldeman
Klasifikasi menurut Oldeman didasarkan pada keberurutan bulan basah dan bulan kering tanpa memeperhitungkan suhu. Oldeman menetapkan bahwa bulan basah dengan vurah hujan >200mm, sedangkan bulan kering dengan curah hujan <100mm sedangkan curah hujan antara 100-200mm merupakan bulan lembab. Oldeman membuat klasifikasi iklim dengan tujuan membantu usaha pertanian terutama tanaman padi, berdasarkan bulan basah dan bulan kering.
Tabel 4 Kriteria klasifikasi iklim (Agroklimat) Oldeman
Main Type Wet month consecutively Sub division Dry month respectively
A
B
C
D
E >9
7-9
5-6
3-4
<3 1
2
3
4
<2
2-3
4-6
>6

2. Tujuan
Tujuan pratikum analisis iklim ini adalah:
a. Melatih mahasiswa melakukan pengukuran iklim.
b. Melatih mahasiswa menganalisis iklim.
c. Mengetahui konndisi iklim wilayah yang dianalisis.

3. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam analisis iklim terdiri dari:
- Alat tulis (Kertas dan pensil/bolpoint)
- Peta
- Kertas Milimeter
- Kalkulator

4. Langkah Kerja
Langkah kerja yang harus dilakukan dalam analisis iklim wilayah adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menyiapkan data curah hujan selama 5 tahun di suatu wilayah, misalnya data curah hujan kecamatan Tarik kabupaten Sidoarjo.
3. Menyiapkan data suhu selama 5 tahun di suatu wilayah, misalnya data curah hujan kecamatan Tarik kabupaten Sidoarjo.
4. Melakukan klasifikasi iklim menurut
a. Junghun dengan cara:
- Menentukan ketinggian wilayah tersebut.
- Menentukan klasifikasi iklim menurut Junghun.
b. Koeppen dengan cara:
- Menentukan rata-rata suhu bulan terdingin dan rata-rata suhu bulan terpanas.
- Merubah rata-rata suhu tersebut dari 0C ke 0F, dengan rumus
= (9/5*0C)+32
- Menentukan iklim berdasarkan Koeppen
- Menentukan curah hujan pada bulan paling kering.
- Merubah rata-rata CH(mm) ke dalam inchi, dengan rumus
1 inchi = 2.54 cm
1mm = 0.1 cm maka 1 inchi = 25.4 mm
- Menentukan derajat kering
- Menggambar pembagian tipe iklim
c. Thornthwaite
- Mengonversikan data suhu menjadi satuan fahrenhait dan mengonversikan data curah hujan ke satuan inchi
- Menghitung ratio P-E dan ratio T-E
- Mengkonfirmasikan sebaran curah hujan dari data tersebut
- Menentukan iklim tornthwaite berdasarkan hasil perhitungan tersebut
d. Mohr
- Menghitung bulan basah dan bulan kering yang terjadi dalam rata-rata 5 tahun tersebut
- Menentukan golongan iklim berdasarkan hasil perhitungan bulan kering
e. Schmidt dan Ferguson dengan cara:
- Menghitung jumlah rata-rata bulan-bulan kering.
- Menghitung jumlah rata-rata bulan-bulan basah.
- Menentukan harga quotient(Q), yang didefinisikan sebagai:

- Dari harga Q, menetukan iklim, jenis iklim yang telah diklasifikasikan oleh Schmidt dan Ferguson dari iklim A sampai iklim H.
- Menggambar diagram iklim Schmidt-Ferguson.

f. Oldeman
- Menghitung bulan bsah dan bulan kering yang terjadi dalam rata-rata 5 tahun
- Menentukan iklim sesuai dengan jumlah bulan basah dan bulan kering yang telah dihitung
5. Membandingkan iklim suatu wilayah (kecamatan Tarik kabupaten Sidoarjo) berdasarkan klasifikasi menurut Junghun, Koeppen, Thornthwaite, Mohr, Schmidt-Ferguson, dan Oldeman.
6. Menggambarkan Klimatograf

5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 5 Data Curah Hujan Kecamatan Tarik Kabupaten Sidoarjo
BULAN 2003 2004 2005 2006 2007 RATA2 INCH
JAN 450 375 355 226 238 328.8 13.15
FEB 533 341 475 353 210 382.4 15.30
MAR 364 529 156 53 293 279.0 11.16
APR 42 91 163 179 172 129.4 5.18
MEI 340 62 46 160 48 131.2 5.25
JUN 37 14 122 34.6 1.38
JUL 24 4.8 0.19
AGUST
SEPT
OKT 38 9 40 17.4 0.70
NOV 199 256 156 24 48 136.6 5.46
DES 333 266 545 243 597 396.8 15.87
JUMLAH 2336 1934 2051 1238 1646 1841.0 73.64
RATA2 259.56 241.75 205.1 176.86 205.75 217.8 8.71
Tabel 6 Data Suhu Kecamatan Tarik Kabupaten Sidoarjo
BULAN 2003 2004 2005 2006 2007 RATA2 0F
JAN 27 29 27 26 28 27.4 81.32
FEB 28 27 28 27 29 27.8 82.04
MAR 29 28 27.5 28 27.5 28.0 82.40
APR 29.5 27.5 28 29 29 28.6 83.48
MEI 30 29 27 27 28 28.2 82.76
JUN 27 28 29 30 30 28.8 83.84
JUL 28 28.5 28.5 28 28 28.2 82.76
AGUST 29.5 28 30 28 28.5 28.8 83.84
SEPT 28 27.5 29 29 29 28.5 83.30
OKT 27 26 27.5 27 27 26.9 80.42
NOV 27.5 26 28 28 27.5 27.4 81.32
DES 26.5 27 26.5 27 28 27.0 80.60
JUMLAH 337 331.5 336 334 339.5 335.6 988.08
RATA2 28.08 27.63 28 27.83 28.29167 28.0 82.34

1. Iklim Junghun
Kecamatan Tarik Kabupaten sidoarjo mempunyai ketinggian 16 m dpl, berdasarkan iklim Junghunh merupakan zone panas yang memiliki suhu rata-rata 220, namun kecamatan Tarik meiliki suhu rata-rata 280. Tanaman budidaya yang cocok adalah tembakau, kelapa, padi dan jagung. Tanaman yang dapat ditemukan di kecamatan tarik antara lain padi dan jagung. Berikut diagram iklim Junghunh untuk kecamatan Tarik kabupaten Sidoarjo.
















2. Iklim Koeppen
Curah hujan bulan terkering dalam rata-rata data curah hujan selama 5 tahun di kecamatan Tarik kabupaten Sidoarjo adalah 0,19 inchi dengan curah hujan tahunan 73,64 inchi. Sehingga jika ditarik pada diagram angka tersebut berada pada zone iklim Aw yang merupakan iklim tropis, basah dan kering. Musim kering yang jelas dalam periode musim dingin. Iram curah hujan musiman jelas, sekurang-kurangnya <60mm (2,4 inchi). Berikut diagram perhitungan dari iklim Koeppen untuk kecamatan tarik kabupaten Sidoarjo.




3. Iklim Mohr
Jumlah bulan kering dalam rata-rata 5 tahun adalah
Tahun 2003 = 6
Tahun 2004 = 5
Tahun 2005 = 5
Tahun 2006 = 7
Tahun 2007 = 7 +
Jumlah = 30 rata-rata 30/5 = 6 termasuk dalam golongan IV yaitu daerah kering
4. Iklim Oldeman
Jumlah bulan kering rata-rata dalam 5 tahun
Tahun 2003 = 6
Tahun 2004 = 7
Tahun 2005 = 5
Tahun 2006 = 7
Tahun 2007 = 7
Jumlah rata-rata bulan kering = 6,4 sub divisi 4
Jumlah bulan basah rata-rata dalam 5 tahun
Tahun 2003 = 5
Tahun 2004 = 5
Tahun 2005 = 3
Tahun 2006 = 3
Tahun 2007 = 4
Jumlah rata-rata bulan basah = 4 tipe D
Jadi berdasarkan perhitungan iklim Oldeman kecamatan tarik Kabupaten sidoarjo termasuk dalam iklim D4.
5. Schimdt dan Ferguson
Dalam perhitungan iklim Schmidth dan Ferguson dapat dilakukan dengan menghitung bulan kering dan bulan basah.
2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata
Bulan Kering
Bulan Basah
Bulan lembab 6
6
- 4
7
1 5
7
- 7
5
- 7
5
- 5,8
6
0,2

Hasil perhitungan tersebut dimasukkan dalam diagram iklim Schimdth dan Ferguson, nilai dari bulan basah dan bulan kering ditarik garis sehingga titik perpotongannya merupakan golongan iklim. Berdasarkan diagram Schmidth-Ferguson termasuk dalam golongan iklim C.
Berdasarkan data curah hujan dan suhu selama 5 tahun yaitu antara tahun 2003 sampai 2007 dapat diketahui fluktuasi suhu dan curah hujan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik klimatograf berikut:

















Dari klimatograf dapat diketahui bahwa fluktuasi curah hujan lebih tajam atau lebih bervariasi daripada fluktuasi suhu.

PEMBAHASAN
Kecamatan Tarik terdapat di wilayah paling selatan sisi barat pada Kabupaten Sidoarjo. Luas wilayah kecamatan Tarik adalah 32,50 Ha dengan jumlah penduduk 53645 jiwa. Kecamatan Tarik Merupakan wilayah yang sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian pada bidang pertanian. Luas lahan produksi panen padi di kecamatan tarik adalah 2.668 Ha dan luas lahan panen dari jagung adalah 43 Ha.
Berdasarkan perhitungan iklim Junghunh, kecamatan Tarik kabupaten Sidoarjo merupakan zone panas dengan yang meiliki suhu rata-rata 280. Tanaman budidaya yang cocok adalah tembakau, kelapa, padi dan jagung. Tanaman yang dapat ditemukan di kecamatan tarik antara lain padi dan jagung, untuk tembakau dan kelapa jarang ditemukan di kecamatan Tarik. Berdasarkan perhitungan iklim Koeppen, iklim di kecamatan Tarik termasuk iklim Aw dengan curah hujan bulan terkering dalam rata-rata data curah hujan selama 5 tahun adalah 0,19 inchi dengan curah hujan tahunan 73,64 inchi. Iklim Aw yang merupakan iklim tropis, basah dan kering. Musim kering yang jelas dalam periode musim dingin. Irama curah hujan musiman jelas, sekurang-kurangnya <60mm (2,4 inchi).
Perhitungan iklim Mohr menunjukkan bahwa wilayah kecamatan Tarik termasuk golongan IV yang masuk dalam kategori daerah kering. Sama halnya dengan iklim Junghunh dan iklim Koeppen yang menyatakan bahwa wilayah kecamatan Tarik merupakan daerah panas dan daerah kering yang jelas. Berdasarkan perhitungan iklim Oldeman termasuk iklim D4 yang dicirikan dengan adanya pola tanam padi dan hanya sekali atau dua kali tanaman palawija dalam satu tahun musim panen. Di kecamatan Tarik kabupaten Sidoarjo, pola tanamnya lebih banyak didominasi oleh tanaman padi. Perhitungan iklim menurut Schmidth-Ferguson menunjukkan bahwa wilayah kecamatan Tarik kabupaten Sidoarjo merupakan daerah yang agak basah namun tetap ada musim kering yang jelas.
Hasil perhitungan iklim menunjukkan bahwa wilayah kecamatan Tarik kabupaten Sidoarjo merupakan daerah kering. Dilihat dari ketinggian kecamatan Tarik termasuk pada dataran rendah yang mempunyai cirri panas karena pola keruangannya, kerapatan vegetasinya jarang, dan kondisi lingkungan yang dekat dengan pantai.
6. KESIMPULAN
Berdasarkan perhitungan iklim di atas dapat disimpulkan bahwa wilayah kecamatan tarik kabupaten sidoarjo merupakan daerah panas dan kering. Dengan tanaman yang cocok adalah padidan tanaman palawija misalnya jagung.
7. DAFTAR PUSTAKA
Utomo, Dwiyono Hari. 2004. Meteorologi-Klimatologi dalam studi geografi. Malang:Universitas Negeri Malang.

Rabu, 01 September 2010

PERENCANAAN PENGAJARAN

Perencanaan merupakan suatu proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan bernilai. Pengajaran dapat diartikan sebagai suatu kegiatan di mana seseorang dengan sengaja diubah dan dikontrol, dengan maksud agar ia dapat bertingkah laku atau bereaksi terhadap kondisi tertentu. Secara sederhana, perencanaan Pengajaran adalah proses memproyeksikan dari setiap komponen pembelajaran atau bisa juga dikatakan bahwa Perencanaan pengajaran merupakan pemikiran tentang penetrapan prinsip- prinsip umum mengajar didalam pelaksanaan tugas mengajar dalam suatu interaksi pengajaran tertentu yang khusus baik yang berlangsung di dalam kelas ataupun diluar kelas. Menurut Ralph W. Tyler (1975) komponen-komponen pembelajaran meliputi empat unsur yaitu;
1. Tujuan Pembelajaran;
2. Isi Pembelajaran, merupakan isi atau bahan yang akan dipelajari siswa;
3. Kegiatan Pembelajaran;
4. Evaluasi.
Fungsi perencanaan pengajaran adalah sebagai pedoman kegiatan guru dalam mengajar dan pedoman siswa dalam kegiatan belajar yang disusun secara sistematis dan sistemik. Perencanaan pengajaran mempunyai tujuan antara lain:
1.Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran;
2.Untuk melatih guru agar terlatih menjadi guru yang baik dan sistemik;
3.Untuk memperoleh desain pembelajaran yang mengacu pada bagaimana seseorang belajar dan mengacu pada siswa secara perorangan;
4.Untuk menetapkan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
Manfaat perencanaan pengajaran dalam proses belajar mengajar antara lain:
1.Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang dilakukan;
2.Sebagai pola dasar dalam dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran;
3.Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur , baik guru maupun murid;
4.Sebagai alat ukur keefektifan suatu proses pembelajaran sehingga setiap saat dapat diketahui ketepatan dan kelambanan kerja;
5.Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja;
6.Untuk menghemat waktu,tenaga,alat dan biaya.

Laju Deforestasi dan Konversi Hutan di Indonesia

Hutan merupakan kawasan yang ditumbuhi pepohonan atau tumbuhan yang berfungsi sebagai habitat fauna, penampung karbon dioksida, pelestari tanah dan sebagai modulator siklus hidrologi dengan iklim dan kondisi lingkungan yang khas daerah setempat. Data dari Departemen Kehutanan menyebutkan bahwa luas hutan yang ada di Indonesia pada tahun 2005 adalah 93,92 juta hektar. Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit, kawasan hutan Indonesia yang mencapai 93,92 juta hektar pada tahun2005, kawasan hutan itu dapat dirinci pemanfaatannya sebagai berikut:
1. Hutan tetap : 75,27 juta ha
- Hutan konservasi : 15,37 juta ha
- Hutan lindung : 22,10 juta ha
- Hutan produksi terbatas : 18,18 juta ha
- Hutan produksi tetap : 20,62 juta ha
2. Hutan produksi yang dapat dikonversi : 10,69 juta ha.
3. Areal Penggunaan Lain (non-kawasan hutan) : 7,96 juta ha.
Pemanfaatan hutan harus disesuaikan dengan fungsinya masing-masing, kawasan “hutan tetap” harus dijaga kelestariannya dan tidak dipergunakan untuk kepentingan komersial. Namun pada pertengahan tahun 1960-an mulai terjadi kegiatan komersial hasil hutan dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu pengekspor kayu tropis terbesar di dunia. Hal ini menjadi awal dari deforestasi (kerusakan hutan) yang ada di Indonesia. Deforestasi Hutan merupakan penurunan luas hutan baik secara kualitas dan kuantitas. Deforestasi secara kualitas berupa penurunan ekosistem flora dan fauna yang terdapat pada hutan tersebut. Deforestasi secara kuantitas berupa penurunan luas hutan. Menurut data laju deforestasi (kerusakan hutan) periode 2004-2009 yang dikeluarkan oleh Kementrian Kehutanan, laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,17 juta hektar pertahun. Berbeda dengan data yang dikeluarkan dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO) menyebutkan bahwa angka deforestasi Indonesia per Mei 2010 hanya berkisar 500.000 Ha pertahun.
Data dari Menteri Kehutanan Indonesia pada bulan Juni 2010 menyebutkan bahwa deforestasi hutan yang paling utama disebabkan oleh perambahan (60%), konversi (22%), penggunaan jalan raya (16%), dan sebanyak 0,6% disebabkan oleh pertambangan. Konversi hutan telah membuat sekitar 170.000 Ha hutan yang ada di Indonesia tidak berfungsi sebagaimana mestinya (WALHI, 2010). Penempatan faktor konversi hutan pada peringkat kedua dalam proses deforestasi yang aada di Indonesia juga didukung data dari World Bank. Secara sederhana, konversi hutan dapat diartikan sebagai perubahan fungsi hutan. Konversi sendiri dapat membawa dampak positif dan negatif, membawa dampak positif apabila konversi tersebut dilakukan sesuai dengan fungsi lahan yang sebenarnya dan tidak mengganggu ekosistem yang ada.
Berkaitan dengan deforestasi dan konversi, Fraser (1996) mengemukakan bahwa pertumbuhan kepadatan penduduk merupakan penjelasan fundamental akan masalah deforestasi di Indonesia. Data kepadatan penduduk tiap propinsi di Indonesia menunjukkan hubungan terbalik dengan data tutupan hutan. Beberapa penulis telah melihat hubungan ini (FAO 1990:10; Barbier et al. 1993:7; Fraser 1996) menyatakan bahwa pada tiap 1% kenaikan penduduk (kenaikan penduduk di pulau-pulau di luar pulau Jawa adalah 3%) terjadi penurunan kira-kira 0,3% tutupan hutan.
Peningkatan kepadatan penduduk seiring dengan permintaan konversi hutan untuk kepentingan pembangunan perkebunan terus mengalami peningkatan yang pesat, sehingga mengakibatkan luas hutan konversi terus mengalami penurunan. Bila tahun 1984 luas hutan konversi masih mencapai 30 juta Ha maka pada tahun 1997 tinggal 8,4 juta Ha. Dalam lima tahun (1993/1994 - 1997/1998) pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan pada tahap persetujuan pelepasan mencapai 4.614.124,78 Ha.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa konversi yang terjadi di Indonesia disebabkan karena peningkatan pemenuhan kebutuhan ekonomi penduduk sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk. Konversi hutan juga memegang peran utama dalam kegiatan deforestasi hutan.

Kamis, 29 April 2010

ETIKA POLITIK CALON KEPALA DESA

Retno Sriwayanti


Abstrak
Etika politik menekankan pada perilaku manusia sebagai subyek dari etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perilaku yang berbenturan dengan etika politik misalnya perilaku mencontek dan melakukan “serangan fajar” yang biasanya dilakukan oleh calon kepala desa. Hal tersebut menunjukkan kurang sempurnanya etika politik dari calon kepala desa. Etika politik harus dimiliki oleh seluruh individu yang terlibat dalam pemerintahan termasuk organisasi pemerintahan yang terendah yaitu pemerintahan desa. Pelaksanaan etika politik harus korelatif antara tiga prinsip utamanya yaitu Legitimasi hukum harus mendapat legitimasi rakyat dan dilaksanakan dengan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral/etis).

Kata kunci: etika politik, kepala desa, legitimasi


Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan republik indonesia (Undang-Undang nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa). Sebagai masyarakat hukum yang mempunyai organisasi terendah, maka dalam masing-masing desa terdapat organisasi pemerintahan yang dipimpin oleh kepala desa.
Dalam pasal 4 Undang-Undang nomor 5 tahun 1979 (5/1979) tentang Pemerintahan Desa, dijelaskan bahwa yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk Desa Warga Negara Indonesia yang :
a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. berkelakuan baik, jujur, adil, cerdas, dan berwibawa;
d. tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam sesuatu kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, seperti G.30.S/ PKI dan atau kegiatan-kegiatan organisasi terlarang lainnya;
e. tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan Keputusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan pasti;
f. tidak sedang menjalankan pidana penjara atau kurungan berdasarkan Keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan pasti, karena tindak pidana yang dikenakan ancaman pidana sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
g. terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal tetap di Desa yang bersangkutan sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun terakhir dengan tidak terputus-putus, kecuali bagi putera Desa yang berada di luar Desa yang bersangkutan;
h. sekurang-kurangnya telah berumur 25 (duapuluh lima) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enampuluh) tahun;
i. sehat jasmani dan rohani;
j. sekurang-kurangnya berijazah Sekolah Lanjutan Pertama atau yang berpengetahuan/berpengalaman yang sederajat dengan itu.
Syarat-syarat lain mengenai pemilih serta tatacara pencalonan dan pemilihan Kepala Desa diatur dengan Peraturan Daerah, sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Untuk mendapatkan orang-orang pilihan yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan pemerintah tersebut, pemerintah kabupaten Polewali Mandar Sumatera Utara menggelar ujian tulis kepada para bakal calon kepala desa. Tujuannya adalah untuk mencari calon kepala desa yang benar-benar layak dan berkualitas yang nantinya akan mengemban amanah serta melaksanakan tugas dan wewenang sebagai kepala desa. Ujian untuk mendapatkan calon kepala desa tersebut dilaksanakan pada tanggal 10 April 2010.
Namun, kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa kejujuran dari para calon kepala desa tersebut tidak ada. Hampir sebagian besar mereka saling mencontek dalam mengerjakan soal bahkan ada yang saling mengirim SMS dan saling menelpon untuk mendapatkan jawaban. Sebelum ujian dimulai, panitia telah menghimbau kepada bakal calon kepala desa agar jujur ketika menjawab pertanyaan seputar tugas-tugas mereka kelak ketika terpilih menjadi kades. Keberadaan pengawaspun tidak berguna, karena pengawas sendiri tidak berani untuk menegur peserta ujian. Saling mencontek saat ujian sebagai calon kepala desa bukan pertama kali di Polewali. Pada tahun silam, tepatnya akhir Oktober, ujian yang diikuti puluhan calon kades dari berbagai desa, diwarnai aksi menyontek dan buka buku catatan. Sejumlah peserta di antaranya bahkan diduga berkomunikasi lewat telepon genggam untuk menjawab serangkaian pertanyaan soal ujian menyangkut tugas-tugas keseharian mereka jika kelak terpilih memimpin desanya (Pantauan SCTV tanggal 29 Oktober 2009) Bayangkan apabila nanti mereka menjabat menjadi kepala desa, diawasi saja kerjanya tidak jujur lalu bagaimana kalau pada waktu bekerja tanpa pengawasan masyarakat. Maka, jangan heran apabila akhir-akhir ini sering terjadi demo masyarakat yang menginginkan kepala desanya turun jabatan. Belum lagi, kasus suap pada masa kampanye dan “serangan fajar” yang dilakukan sebelum pemilihan.
Melihat kenyataan di atas, timbul sebuah pertanyaan dimanakah etika politik dari seorang calon kepala desa sebagai calon pemimpin? Apakah sebagai seorang kepala desa tidak memerlukan etika politik dalam kehidupan sehari-hari? Dan apa tujuan mereka menjadi calon kepala desa hingga rela melakukan segala hal agar bisa lolos seleksi?

Etika Politik
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggungjawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Jadi dapat diketahui bahwa etika merupakan dasar-dasar filsafat atau pendangan mengenai tingkah laku manusia.
Etika politik menyangkut dimensi politis dari manusia, jadi secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dari manusia sebagai pelaku etikka yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka, kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun Negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. (Kaelan, 2004 : 95).
Franz Magnis yang merujuk dari buku karya Suseno menyatakan bahwa Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia. Politis dalam konteks ini adalah berorientasi pada masyarakat secara keseluruhan. Sebuah tindakan disebut politis apabila menyangkut masyarakat sebagai keseluruhan. Maka, politisi adalah orang yang mempunyai profesi yang mengenai masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, dimensi politis manusia dapat ditentukan sebagai dimensi di mana manusia menyadari diri sebagai anggota masyarakat sebagai keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan ditentukan kembali oleh tindak-tanduknya.
Kedua pengertian etika politik menurut Kaelan dan Suseno tersebut terdapat kesamaan yaitu menekankan pada perilaku manusia sebagai subyek dari etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka kasus dari bakal calon kepala desa yang mencontek dan melakukan segala cara untuk lolos seleksi sebagai calon kepala desa merupakan salah satu contoh perilaku yang berbenturan dengan etika dalam dimensi politik atau etika politik.

Dimensi Politis Manusia
Manusia sebagai makhluk yang utuh mempunyai dimensi-dimensi dalam kehidupannya, begitu pula dengan kegiatan politiknya juga mempunyai dimensi. Dimensi politis manusia meletakkan manusia sesuai dengan kodratnya yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu ciri khas dari kehidupan berbangsa dan bernegara juga tidak lepas dari sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Berkaitan dengan etika, segala hal yang ada dalam diri manusia tidak dapat diatur sendiri secara individu melainkan, harus mempertimbangkan hubungannya dengan masyarakat yang ada disekitarnya, karena sebagai makluk sosial manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Kehidupan berbangsa dan bernegara juga ditentukan oleh sifat kodrat manusia, artinya tujuan dari negara bukan hanya untuk kepentingan individu ataupun kelompok-kelompok individu tertentu, melainkan juga untuk kesejahteraan individu maupun masyarakat secara menyeluruh. Dasar ini merupakan basis moralitas bagi pelaksanaan dan penyelengaraan negara, sehingga konsekuensinya segala keputusan, kebijaksanaan, serta arah dari tujuan negara Indonesia harus dapat dikembalikan secara moral terhadap dasar-dasar tersebut.
Etika politik juga berhubungan dengan aspek hukum dan kekuasaan Negara. Oleh karena itu keduanya memerlukan suatu legitimasi. Hukum harus menunjukkan bahwa tatanan adalah dari masyarakat bersama demi kesejahteraan bersama dan bukan berasal dari kekuasaan. Demikian pula Negara yang memiliki kekuasaan harus mendasar pada tatanan normatif sebagai kehendak bersama semua warganya, sehingga dengan demikian Negara pada hakikatnya mendapatkan legitimasi dari masyarakat yang menentukan tatanan masyarakat tersebut.
Apabila dilihat kasus ujian calon kepala desa yang diwarnai oleh aksi mencontek, maka dimensi politik dari peserta ujian calon kepala desa tersebut hanyalah sebagai manusia individual dimana mereka hanya mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan bagaimana nasib orang lain yang akan dipimpin. Dalam kehidupan berbangsa, tujuannya adalah untuk kesejahteraan bersama secara menyeluruh. Dengan perilaku peserta ujian calon kepala desa yang mencontek, jelas bahwa orientasi mereka adalah untuk kekuasaan pribadi dan golongannya sendiri, dan hal tersebut telah merugikan untuk peserta ujian yang lain yang jujur dalam mengerjakan soal tersebut.

Pancasila dan Etika politik
Sebagai dasar filsafat Negara, maka pancasila juga merupakan sumber dari etika politik yang berkembang di Indonesia. Sila pertama dan kedua merupakan sumber moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu sila ketiga “Persatuan Indonesia” juga menyempurnakan etika politik yang ada di Indonesia yaitu sesuai dengan kodrat manusia yang juga sebagai manusia sosial untuk melaksanakan etika dengan mengusahakan keutuhan masyarakat serta kesejahteraan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam pelaksanaan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan:
1. Asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku.
2. Disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokratis)
3. Dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengan legitimasi moral atau legitimasi etis.
Inti dari permasalahan etika politik adalah masalah legitimasi etis kekuasaan. Legitimasi etis kekuasaan berkaitan dengan hak moral seseorang atau sekelompok orang untuk memegang dan mempergunakan kekuasaan yang mereka miliki. Pada sisi lain, betapa pun besar kekuasaan seseorang, ia selalu dapat dihadapkan dengan tuntutan untuk mempertanggungjawabkannya. Apabila pertanggungjawaban itu tidak dapat diberikan, kekuasaan itu tidak lagi dianggap sah (Iding R. Hasan, 2008).
Sama halnya dengan ujian calon kepala desa, setelah lolos seleksi administrasi, maka mengikuti ujian untuk menjadi calon kepala desa adalah kekuasaan para peserta. Bagaimanapun juga, kejujuran mereka dalam mengerjakan soal tersebut tetap harus mereka pertanggungjawabkan kepada masyarakat. Secara analisa kasar, pada bagian dimensi politis manusia telah dapat kita ketahui bahwa melakukan segala cara merupakan ambisi yang besar untuk mendapatkan kekuasaan dan hal tersebut termasuk perilaku individualistis yang cukup tinggi, maka dalam menjabat sebagai kepala desa nanti, kemungkinan calon tersebut juga akan lebih mementingkan dirinya sendiri dan golongannya daripada masyarakat desa yang dipimpinnya.
Etika menekankan pada perilaku manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersumber pada pancasila sebagai sumber moralnya. Perilaku mencontek ataupun melakukan “serangan fajar” merupakan perilaku yang cacat moral dan berbenturan dengan etika. Bagaimana dengan ujian kepala desa yang diadakan setahun silam yang mungkin sekarang calon-calon yang mencontek dalam ujian calon kepala desa tersebut telah menjabat menjadi kepala desa sekarang? Apakah mereka sudah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam UU yaitu setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; berkelakuan baik, jujur, adil, cerdas, dan berwibawa? Dengan demikian dapat diketahui bahwa etika dari seorang pemimpin dalam system pemerintahan yang terendah yaitu kepala desa belum sempurna. Oleh karena itu BPD (Badan Perwakilan Desa) sebagai lembaga yang berhak mengajukan bakal calon kepala desa hendaknya tidak hanya melakukan seleksi secara administratif saja, namun juga melihat kepribadian dan perilaku bakal calon kepala desa dalam kehidupan sehari-hari dan disesuaikan dengan persyaratan yang ada di dalam Undang-undang agar tidak menghasilkan calon kepala desa yang etika politiknya belum sempurna.
Seorang calon kepala desa sebagai calon pemimpin dalam suatu pemerintahan desa juga harus mempunyai etika politik yang benar yang bersumber dari pancasila sebagai ideologi bangsa. Pelaksanaan dari etika politik tersebut berdasarkan prinsip-prinsip etika politik secara korelatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Legitimasi hukum harus mendapat legitimasi rakyat dan dilaksanakan dengan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral/etis), legitimasi etis akan memberikan pertanggungjawaban yang bermakna pada masyarakat.

Kesimpulan
Bakal calon kepala desa yang mengikuti ujian calon kepala desa pada kabupaten Polewali Mandar belum mencirikan sikap yang berdasarkan etika politik. Hal yang mereka lakukan merupakan sikap individualistis yang hanya mementingkan kepentingan individu. Setiap seorang yang duduk dalam pemerintahan negara wajib mencerminkan etika yang bersumber dari pancasila termasuk etika politik. Etika politik dilaksanakan secara korelatif antara ketiga prinsip utamanya yaitu legitimasi hukum, legitimasi rakyat dan legitimasi etis/moral.

Saran
Perlu adanya pengetahuan mengenai etika politik bagi bakal calon kepala desa, serta menanamkan rasa malu terhadap perilaku yang cacat moral. Para anggota BPD hendaknya lebih selektif dalam memilih bakal calon kepala desa. Pemerintah kabupaten Polewali Mandar hendaknya melakukan evaluasi dan perbaikan dalam pelaksanaan ujian calon kepala desa tersebut, agar lebih menghasilkan calon kepala desa yang berkualitas demi kemajuan bangsa Indonesia.

Rabu, 28 April 2010

PENGEMBANGAN INDUSTRI KABUPATEN SIDOARJO SEBAGAI SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN GERBANGKERTOSUSILA

Satuan Wilayah Gerbangkertosusila termasuk dalam Satuan Wilayah Pembangunan dalam RTRW Propinsi Jawa Timur. Wilayah yang masuk dalam Satuan Wilayah Pembangunan Gerbangkertosusila adalah Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan. Pusat dari Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) ini adalah kota Surabaya yang juga sebagai ibukota propinsi Jawa Timur. Sampai pada tahun 2005, tidak ada deviasi dari pusat SWP ini. Hal ini dibuktikan dengan tingginya populasi kota Surabaya dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain yang tergabung dalam SWP Gerbangkertosusila. Pada tahun 2005, populasi penduduk di kota Surabaya yaitu 5.622.259 (Indonesia.go.id). Tingginya polulasi menunjukkan bahwa migrasi penduduk yang besar ke kota Surabaya, karena kota Surabaya masih mempunyai daya tarik bagi penduduk yang ingin memperbaiki keadaan ekonomi. Daya tarik tersebut berupa pembangunan industri dan sektor sekunder dalam bidang perdagangan, serta fasilitas lain yang mendukung kegiatan tersebut.
Kabupaten Sidoarjo sebagai kabupaten yang langsung berbatasan dengan kota Surabaya dan sebagai wilayah bagian dari SWP Gerbangkertosusila, telah mendapatkan efek dari kota Surabaya sebagai pusat pertumbuhan, antara lain pelimpahan pembangunan kantor lembaga propinsi seperti Kantor Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur, pembangunan Terminal Bungurasih sebagai akses masuk ke kota Surabaya, pembangunan Bandara Juanda baru, dan perkembangan pembangunan kawasan industri. Efek tersebut dalam teori pengembangan wilayah disebut sebagai Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Pole theory).
Perkembangan pembangunan kawasan industri di Kabupaten Sidoarjo mengalami peningkatan yang cukup tajam. Data dari disertasi tahun 2003 oleh I Nyoman Adika (mahasiswa Universitas Gadjah Mada) menyebutkan bahwa pada tahun 1990 terdapat 1.334 unit perusahaan dari berbagai jenis industri, dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 4.079 unit. Data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan kabupaten Sidoarjo menyebutkan bahwa pada tahun 2007, jumlah industri yang ada di kabupaten Sidoarjo ialah 5.638 unit dengan kategori 487 unit industri besar dan 5151 unit industri kecil. Jadi, dalam kurun waktu 7 tahun (2000-2007), telah terjadi peningkatan jumlah industri sebesar 1.559 unit atau terjadi penambahan rata-rata jumlah industri 519 unit pertahun. Peningkatan jumlah industri yang cukup tajam memang didukung dengan keadaan topografi kabupaten Sidoarjo yang datar dan aksesbilitas yang baik.
Jumlah industri yang meningkat di kabupaten Sidoarjo diikuti dengan jumlah migran risen yang cukup banyak datang ke kabupaten Sidoarjo. Migran risen adalah penduduk yang datang ke kabupaten Sidoarjo dengan tujuan tidak untuk menetap, misalnya mereka datang ke kabupaten Sidoarjo hanya untuk bekerja (pagi berangkat dan sore sudah kembali). Berdasarkan data BPS 1995-2000 didapat migran risen sebesar 111.409 orang dan dari sejumlah ini sebesar 35.859 orang (32,29 persen) berasal dari Kota Surabaya dan yang lain berasal dari kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Jumlah migran tersebut pada saat jumlah industri di kabupaten Sidoarjo masih mencapai 4.079 unit dan pada tahun 2007 telah mencapai 5.638 unit, maka jumlah migran risen akan bertambah seiring dengan penambahan lapangan pekerjaan baru. Kabupaten Sidoarjo masih menjadi pilihan bagi migran risen untuk memulai usahanya. Hal ini dapat dibuktikan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh I Nyoman Adika mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada tahun 2003 yang menyatakan bahwa banyak tenaga kerja sektor informal (75,5 persen dari 71 orang responden) dalam jangka panjang ingin membangun usaha yang mapan dan permanen pada kota yang lebih besar. Mereka memilih Kabupaten Sidoarjo sebagai tempat usaha karena di daerah ini persaingannya relatif lebih kecil dibandingkan dengan kota-kota lain di Jawa. Sidoarjo digunakan sebagai wilayah lompatan pertama untuk berusaha. Di Sidoarjo, mereka mencari pengalaman sambil mengumpulkan modal, dan kalau sudah mapan baru akan melompat ke kota yang lebih besar sebagai tempat lompatan kedua dan begitu seterusnya. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah migran risen, sehingga populasi penduduk kabupaten Sidoarjo menjadi terbesar kedua di wilayah Gerbangkertosusila setelah kota Surabaya.
Memahami potensi yang ada di kabupaten Sidoarjo, dan sebagai bagian Satuan Wilayah Pembangunan dari Gerbangkertosusila, maka pemerintah kabupaten Sidoarjo membuat kebijakan untuk mengembangkan kabupaten Sidoarjo sebagai wilayah industri, agar dapat mendukung pertumbuhan di wilayah Gerbangkertosusila. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo mengembangkan kawasan industri Siborian (Sidoarjo, Jabon , Krian). Sesuai dengan namanya, kawasan industri Siborian terletak pada tiga kecamatan di kabupaten Sidoarjo, yaitu kecamatan Sidoarjo, kecamatan Jabon dan Kecamatan Krian.
Masing-masing dari ketiga tempat tersebut mempunyai kelebihan yaitu:
1. Kecamatan Sidoarjo
Kawasan yang akan digunakan sebagai kawasan industri adalah daerah sepanjang jalan lingkar timur Sidoarjo yang juga merupakan jalan alternatif bebas hambatan yang dipersiapkan secara khusus untuk lalu lintas industri dan perdagangan. Hingga saat ini, jalan lingkar timur yang telah terbangun adalah sepanjang 11 kilometer dengan lebar badan jalan 60 meter (sudah terealisasi 80%). Kecamatan Sidoarjo yang juga menjadi pusat administratif dari kabupaten Sidoarjo, maka jenis industri yang cocok untuk dikembangkan pada kawasan tersebut ialah industri jasa dan perdagangan, perkantoran, perhotelan, hiburan, pertokoan, perbankan dan pemukiman/perumahan, industri manufaktur dan pabrikasi. Industri manufaktur dan pabrikasi jumlahnya akan lebih sedikit dibandingkan dengan yang lainnya karena luas lahan yang disediakan berdasarkan RTRW untuk kawasan industri di kecamatan Sidoarjo ini hanyalah 42.021 Ha. Dalam kondisi eksisting struktur wilayah RTRW 2003/2004, kecamatan Sidoarjo merupakan pusat perkembangan dari Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) II dan tidak terjadi deviasi, artinya perkembangan tetap terpusat dengan baik pada kecamatan Sidoarjo dan memberikan dampak yang baik pula pada wilayah bagian dari SWP II.
Kawasan industri kecamatan Sidoarjo diharapkan mempunyai keterkaitan dengan kawasan industri Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di masing-masing wilayah. Kawasan industri kabupaten Sidoarjo ini diharapkan dapat memberikan efek dan mendukung kegiatan industri pada daerah-daerah disekitarnya seperti kecamatan Candi, kecamatan Buduran, kecamatan Gedangan, kecamatan Waru, dan kecamatan Sedati.
2. Kecamatan Jabon
Dalam struktur wilayah, kecamatan Jabon bukan merupakan pusat dari perkembangan SWP. Kecamatan Jabon masuk dalam SWP III yang berpusat di kecamatan Porong, sampai pada tahun 2004 tidak terjadi penyimpangan, namun setelah terjadi bencana semburan lumpur, maka akan lebih baik jika kecamatan Porong tidak lagi dijadikan pusat perkembangan karena telah mengalami kerusakan fisik, sehingga kurang efektif untuk pusat pengembangan SWP III. Kecamatan jabon merupakan lokasi yang strategis untuk pengembangan kawasan industri karena lahan yang tersedia masih cukup banyak. Pemerintah mengalokasikan lahan seluas 2683,916 Ha, luas lahan yang diperuntukkan untuk kawasan industri ini terbesar di kabupaten Sidoarjo. Dengan luas lahan tersebut, kecamatan Jabon akan diarahkan untuk industri pabrikasi dan manufaktur besar yang nantinya diharapkan dapat disejajarkan dengan kawasan industri besar lainnya yang terdapat di Jawa Timur. Hal ini bukan merupakan hal yang “muluk”, mengingat lokasinya yang mendukung dan dekat dengan kawasan industri NIP (Ngoro Industrial Park)-Mojokerto, Kedekatan dengan kawasan industri lain yang juga tergabung dalam SWP Gerbangkertosusila diharapkan dapat memberikan hubungan keterkaitan dan saling menguntungkan.
Kawasan industri Jabon diharapkan dapat mendukung kegiatan industri yang telah ada di wilayah sekitarnya misalnya intako (industri tas dan koper) di kecamatan Tanggulangin, serta dapat menjadi tempat baru bagi perusahaan yang telah tenggelam karena luberan lumpur Lapindo. Pemda kabupaten Sidoarjo menyebutkan bahwa sekitar 15.000 pelaku ekonomi mulai dari usaha kecil hingga besar lumpuh karena bancana semburan Lumpur Lapindo. Kawasan industri ini akan mendukung pertumbuhan wilayah yang ada di sekitarnya dengan adanya lapangan pekerjaan baru, misalnya kecamatan Krembung dan Tulangan yang selama ini industrinya belum berkembang
3. Kecamatan Krian
Kecamatan Krian menjadi posisi yang strategis karena By Pass krian merupakan jalan nasional yang menghubungkan Surabaya-Mojokerto-Jombang-Madiun-Ngawi-Solo-Jogja. Kawasan yang strategis untuk investasi industri adalah kawasan di sekitar By Pass Krian. Dengan melihat posisi yang strategis tersebut, maka arahan kegiatan yang tepat untuk kawasan ini adalah perdagangan, perkantoran, perhotelan, pertokoan, perumahan dan pemukiman, perbankan serta industri manufaktur atau pabrikasi. Kawasan industri ini diharapkan akan merangsang pertumbuhan ekonomi di kecamatan sekitarnya yaitu kecamatan Prambon, Krembung, Tarik, Balongbendo, Wonoayu, Taman dan Sukodono. Luas lahan yang disediakan untuk kawasan industry Krian adalah 883,925 Ha. Dalam struktur wilayah, kecamatan Krian merupakan SWP V, dan dalam perkembangannya tidak mengalami penyimpangan pusat pertumbuhan.
Kawasan industri yang berada di By Pass Krian ini mempunyai jarak yang amat dekat dengan kawsan industri yang terletak di kecamatan Wringinanom dan kecamatan Driyorejo-kabupaten Gresik. Dalam kawasan industri ini juga terdapat beberapa industri besar seperti Perusahaan Wings Group, Perusahaan Garuda Food, Perusahaan Wimcycle, dan usaha kecil lainnya yang dapat menyumbangkan bahan produksi untuk kawasan industri Krian.
Pengembangan dari ketiga kawasan industri tersebut dapat meminimalisir permasalahan industri yang ada di kabupaten Sidoarjo yaitu sulitnya penanganan limbah karena lokasi industri yang menyebar, dengan lokasi industri yang menyebar akan memudahkan untuk perencanaan pembangungan Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) secara bersama sehingga dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan akibat aktivitas industri.
Pengembangan dari kawasan industri Siborian ini apabila dianalisis merupakan pengembangan kawasan industri berdasarkan teori Kutub pertumbuhan (Growth Pole Theory), sama halnya dengan pengembangan SWP Gerbangkertosusila. Teori ini berdasar pada industri dengan sasaran pengembangan industri berbahan baku dari daerah lain sehingga pertumbuhan industri macam ini selain mendorong ekonomi lokasi industri, juga mampu meneteskan pertumbuhan ekonomi ke daerah lain. Proses pengembangan lokasi industri ( propulsive industry) merupakan kutub pertumbuhan ( Growth Pole). Aplikasi dari teori ini yaitu adanya kerjasama bahan baku industri pada kawasan industri SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut), NIP (Ngoro Industrial Park), dan Kawsan industri Wringinanom-Driyorejo. Kawasan industri tersebut yang terrgabung dalam SWP Gerbangkertosusila, sehingga dengan adanya pembangunan kawasan industry Siborian akan meneteskan pertumbuhan ekonomi ke daerah lain yang tergabung dalam SWP Gerbangkertosusila.
Hipotesa untuk mengukur pengaruh kawasan industri terhadap suatu wilayah dapat dilihat dari jaraknya terhadap pusat-pusat kegiatan ekonomi apakah ada pengaruhnya terhadap peranan ekonomi satu kawasan. Secara intern di kabupaten Sidoarjo, pemilihan ketiga kawasan tersebut adalah strategis yaitu dapat dijangkau oleh kecamatan-kecamatan yang ada di sekitarnya sehingga akan membantu daerah yang ada di sekitarnya untuk mengembangkan kegiatan ekonomi. Secara ekstern, kawasan industri Siborian tidak begitu jauh dari pusat SWP Gerbangkertosusila yaitu Surabaya, sehingga pemenuhan kebutuhan serta fasilitas industri relatif mudah dengan jarak yang tidak cukup jauh.

KESIMPULAN
Pengembangan kawasan Industri Siborian merupakan strategi yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan industri yang ada di kabupaten Sidoarjo dengan disesuaikan potensi-potensi industri yang ada di kabupaten Sidiarjo. Sampai pada tahun 2007, jumlah industri yang paling banyak menyumbangkan pendapatan pada PDRB adalah industri pengolahan tanpa migas yaitu pada industri pengolahan kertas dan cetakan, dan industry ini bukan merupakan industri basis. Pengembangan kawasan Siborian ini menurut teori kutub pertumbuhan juga dapat memberikan pengaruh ekonomi terhadap wilayah disekitarnya yang tergabung dalam SWP Gerbangkertosusila dengan keterkaitannya dengan kawasan industri yang ada di wilayah Gerbangkertosusila.

SARAN
Adanya konsep perencanaan yang sangat bagus, diharapkan pada awal pengembangan industri yang ada di kabupaten Sidoarjo hendaknya lebih menekankan pada industri basis yaitu pertanian dan pertambakan, agar kesenjangan antardaerah yang ada di kabupaten Sidoarjo dapat diminimalisir. Industri basis juga dapat meningkatkan berbagai sektor unggulan yang ada di kabupaten Sidoarjo. Selain itu, juga dengan meningkatkan kerjasama dengan kawasan industri yang ada di sekitarnya.

DAFTAR RUJUKAN
Adika, I Nyoman. 2003. Perkembangan Wilayah Pinggiran Kota Metropolitan Surabaya dan Mobilitas Tenaga Kerja.Kasus Kabupaten Sidoarjo. Disertasi S-3 tidak diterbitkan. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Badan Pusat Statistik. 2000. Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2000. Jakarta: BPS
____________. 2007. Kabupaten Sidoarjo Dalam Angka 2007. Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Sidoarjo.
Badan Perencanaan Pembangunan Sidoarjo.2003. Revisi Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sidoarjo 2003-2013. Sidoarjo: Bappeda
Sumarmi. 2007. Geografi Pengembangan Wilayah. Malang: UM Press

Kamis, 04 Maret 2010

KONDISI UMUM INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar terdiri dari 5 pulau utama dan sekitar 300 kelompok kepulauan kecil. Jumlah keseluruhan ialah 13667 pulau-pulau dengan 6000 pulau belum terhuni. Kepulauan terletak di antara dua samudera yaitu samudera pasifik dan samudera hindia, dan terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia. Luas dari Indonesia adalah 9,8 juta km2 dan lebih dari 7,9 juta km2 berupa perairan.
Secara fisiografi, pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan terletak di paparan sunda dari lempeng Asia. Berdasar pergerakan tanah kedalaman air tidak melebihi 200 meter. Ke wilayah timur, Irian Jaya dan kepulauan Aru terletak di paparan Sahul yang merupakan bagian dari lempeng Australia. Terletak diantara dua palung tersebut yaitu kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Halmahera. Kepulauan-kepulauan ini dikelilingi oleh laut dalam yang pada beberapa daerah kedalamannya melebihi 5000 meter.
Sekitar 60 palung tersier tersebar dari Sumatera di bagian barat dan irian jaya bagian timur, Lebih jauh hanya 38 palung yang telah dieksplorasi dan dibor untuk petroleum dan 14 dari palung tersebut sekarang mengandung minyak dan gas. 73 persen dari palung tersebut terletak dari pantai ke laut, sepertiga dari mereka terletak di laut dalam dengan kedalaman melebihi 200meter.
Berdasarkan pembagian atau klasifikasi iklim yang ada di dunia ini, dapat disimpulkan bahwa iklim di Indonesia dipengaruhi oleh angin yang berhembus dari wilayah Australia dan Asia, garis khatulistiwa yang melewati di pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan juga wilayah perairan yakni pulau-pulau yang terpisahkan oleh perairan. Ketiga komponen tersebut mendukung Negara Indonesia memiliki suhu yang tinggi dan beriklim panas. Iklim panas ini menyebabkan Indonesia memiliki hutan hujan tropis yang terdapat pohon-pohon rindang, besar, hijau dan lebat. Topografi yang berbeda-beda menyebabkan keanekaragaman sumberdaya alam di Indonesia.
Berdasarkan tingkat kategori jenis, Indonesia mempunyai beberapa jenis tanah yaitu tanah humus, tanah pasir, tanah aluvial, tanah podsolik, tanah vulkanik, tanah laterit, tanah mediteran / tanah kapur, tanah gambut, tanah latosol, tanah litosol, tanah grumusol, tanah podsol, tanah andosol, tanha mediteran merah kuning, dan tanah hidromorf kelabu. Sedangkan berdasarkan soil taxonomy atau taksonomi tanah yaitu antara lain terdapat tanah entisols, tanah vertisols, oxisols, tanal ultisols, tanah inceptisols, dan tanah histosols. Persebarannya berdasarkan proses geologi serta batuan pembentuk (bahan induk) yang ada pada suatu daerah tersebut.
Wilayah perairan di Indonesia lebih besar daripada wilayah daratan. Keragaman hidrologi yang ada di Indonesia juga dipengaruhi oleh proses-proses geologi yang terjadi pada daerah tersebut. Hampir seluruh wilayah Indonesia mempunyai Daerah Aliran Sungai, dan Danau. Jumlah danau yang ada di Indonesia berjumlah sekitar 500 danau dengan luas mencapai 5.000 km2 atau sekitar 0,25 persen luas daratan. Keseluruhan danau-danau tersebut mengandung 500 km3 sumber air.

1.2 Rumusan masalah
Rumusan masalah dari penulisan makalah ini antara lain.
1. Bagaimana kondisi umum wilayah Indonesia?
2. Bagaimana kondisi umum geologi Indonesia?
3. Bagaimana kondisi umum iklim di Indonesia?
4. Bagaimana kondisi umum tanah di Indonesia?
5. Bagaimana kondisi perairan/ hidrologi Indonesia?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan gambaran umum wilayah Indonesia.
2. Menjelaskan kondisi umum geologi Indonesia.
3. Menjelaskan kondisi iklim di Indonesia secara umum .
4. Menjelaskan kondisi tanah di Indonesia.
5. Menjelaskan kondisi perairan/ perairan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONDISI UMUM WILAYAH INDONESIA
Indonesia mempunyai letak astronomis di antara 6oLU – 11oLS dan 95oBT – 141oBT. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dilihat dari posisi geografisnya, negara Indonesia memiliki batas-batas sebagai berikut :

Gambar : Posisi Indonesia di antara beberapa negara, laut dan samudera
• Utara : Negara Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan.
• Selatan : Negara Australia, Samudera Hindia
• Barat : Samudera Hindia
• Timur : Negara Papua Nugini, Timor Leste, Samudera Pasifik
Selain letak astronomis dan geografis, apabila ditinjau dari letak Geologinya, Indonesia dilalui oleh dua jalur pegunungan muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Pegunungan Sirkum Pasifik di sebelah timur. Adanya dua jalur pegunungan tersebut menyebabkan Indonesia banyak memiliki gunung api yang aktif dan rawan terjadinya gempa bumi.
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar terdiri dari 5 pulau utama dan sekitar 300 kelompok kepulauan kecil. Jumlah keseleruhan ialah 13667 pulau-pulau dengan 6000 pulau belum terhuni. Luas dari Indonesia adalah 9,8 juta km2 dan lebih dari 7,9 juta km2 berupa perairan. Kepulauan Indonesia terletak di sebelah tenggara dari lempeng Eurasia. Dikeliingi oleh lempeng indo Australia, pantai Filipina timur, dan lempeng pasifik di sebelah barat dan selatan. Garis dari lempeng-lempeng tersebut bertubruan di sepanjang zona subduksi, pembentukan busur gunung api, formasi kompresional, dan struktur miring.
Dengan adanya lempeng-lempeng yang bertumbukan, Indonesia menjadi daerah yang berpotensi untuk memiliki gunung api. Jumlah gunung api yang ada di Indonesia adalah 129 gunung. Jumlah gunung api yang meletus dalam 400 tahun terakhir adalh 70 gunung berapi. Penyebaran Gunung api di Indonesia adalah sebagai berikut.
• Pulau Sumatera : 30 gunung api
• Pulau Jawa : 35 gunung api
• Pulau Bali dan Nusa Tenggara : 30 gunung api
• Pulau Maluku : 16 gunung api
• Pulau Sulawesi : 18 gunung api
Titik persebaran dan nama gunung dapat dilihat di gambar berikut.

Peta Persebaran Gunung Api di Indonesia
(Sumber: USGS, 1994)

2.2 KONDISI UMUM GEOLOGI INDONESIA
Kepulauan Indonesia secara geomorfologi dapat dibagi kedalam menjadi area kratogen di bagian barat dan timur dan dengan tenaga tektogen menaikkan sisa suatu wilayah (Sutarjo Sigit, 1962) bekas daerahnya dicirikan oleh pergerakan epirogenesis, permukaan planation dang dasar laut: yang kemudian adalah keadaan dari neotektonik aktif (katilli dan tjia, 1968) yang dihasilkan dalam busur-busur kepulauan dan palung laut dalam dn basin-basin (Hamilton, 1079, 1989; daly et al, 1991;Fitch,1970; Hall, 1995; Hutchison, 1989; Katili, 1991; menghasilkan CCOP-IOC SEATAR,1979; Smet, 1989) banyak data geofisikal terbaru pada evolusi tektonik di Indonesia dari hasil pemikiran Hall dan Blundell (1994), Bergman, S.C. et al (1996) dan banyak lagi lainnya.
Struktur morfologi dari sebagian besar lempeng tektonik yang ada di Indonesia terdiri dari tiga sistem lempeng utama:
1. Lempeng asia bagian tenggara (atau Sunda) yang merupakan bagian dari benua yang penting, tapi termasuk ke dalam beberapa bagian-bagian samudra yang berada di wilyah bagian timur. Selama itu, lempeng laut Sulawesi dan bagian nusa tenggara-deretan malaka selatan yang mempengaruhi Indonesia.
2. Samudra hindia-lempeng Australia menimbulkan suatu bagian pemisahan samudra di bagian barat dan menabrak bagian benua di daerah timur.
3. Lempeng barat samudra pasifik yang dasar pemisahannya di bawah benua asia, tetapi terdiri dari beberapa lempeng-lempeng yang lebih kecil. Selama itu, dari timur sampai barat lempeng caroline, lempeng laut Filipina dan bekas lempeng utara malaka yang mempengaruhi Indonesia.
Minster dan Jordan (1978) menemukan bahwa lempeng Asia bagian Tenggara bergerak 1 cm per tahun ke arah selatan dan timur, samudra hindia dan lempeng Australia mengalami pergerakan 7 cm per tahun ke arah utara dan lempeng timur pasifik bergerak 9 cm per tahun ke arah barat. Ada banyak data mengenai pergerakan lempeng yang yang telah diperoleh sejak adanya alat GPS (global positioning system) (DeMets et al, 1990; Puntodewo et al, 1994; Rangin et al, 1997; Pubellier et al, 1999; Kreemer et al, 2000)

Lempeng barat pasifik dan lempeng asia bagian tenggara sampai di bagian utara Indonesia bertemu di sistem busur lingkarang aktif Filipina dimana keduanya mengalami pemisahan. Lempeng utara malaka memisahkan mereka di bagian timur Indonesia, di sebelah utara kepulauan Sula. Bagian benua Australia bergerak ke arah utara samudra hindia-lempeng australia bertabrakan dengan lempeng barat pasifik yang bergerak pindah ke arah barat sampai irian jaya dan lebih jauh ke barat. Zona ini dinamakan “transcurrent belt” oleh penulis, yang termasuk ke dalam sistem lempeng barat pasifik. Ini dasar pemisahan, dan dengan bagian tabrakanya, busur-busur pulau yang menikung ke arah barat Sulawesi. Terdapat perubahan bentuk yang diakibatkan oleh patahan transcurrent yang mengakibatkan adanya kesulitan di wilayah makasar yng memiliki ciri zona hubungan dengan lempeng asia bagian tenggara.
Ketiga sistem lempeng bertemu di bagian timur Indonesia pada suatu triple point (jongsma et al, 1989, Ritsema, 1991) yang terletak di bagian selatan pulau irian jaya, di dekat tepian benua Australia. Keadaan struktur morfologi dengan keterangan di area tersebut. Kemunculan busur-busur pulau diakibatkan oleh gerakan tektonik lempeng dengan penikungan yang sangat kuat dan di dukung oleh adanya basin-basin dan palung di beberapa pualau yang telah berputar disekitar proses tersebut sementara yang lainnya telah mengalami perpindahan tempat kearah barat melewati considerable di sepanjang jarak patahan transcurent zona-zona besar. Vulkanisme, strato vulkanis utamanya pada tipe andesito-basaltik sirkum pasifik, yang terhubung dengan zona-zona pemisahan. Patahan, di beberapa bagian menyebabkan adanya celah erupsi, yang menyebabkan adanya kenaikan yang luas.
Kompleksitas lempeng tektonik di Indonesia terrefleksi ke dalam struktur-struktur morfologi. Sementara di bagian barat daya dan selatan, konsep konvensional pemisahan lempeng yang rapuh di sepanjang zona pendakian dari aplikasi seismisitas tinggi, keadaan yang kompleks di bagian timur bagian-bagian tengah suatu wilayah dapat dihitung hanya dengan menggunakan perkiraan, dari configurasi yang lebih elastis. Dan sesuai tempat, penurunan vertikal. Unit-unit struktur morfologi di bagian barat adalah sebagai akibat dari adanya perluasan, dan dapat dipahami dengan lebih mudah ketika dibandingkan dengan pola berbelit-belit dari unit-unit yang lebih kecil di bagian timur. Ini merupakan alasan pertahanan, oleh karena itu untuk memulai mendeskripsikan kerangka kerja struktur morfologi di bagian barat, dimana zona pemisahan dari tepian-tepian busur sunda di lempeng asia bagian tenggara. Zona ini mengarah ke timur dan hanya untuk itu kita memberi perlakuan dengan situasi kompleks dekat dengan ketiga point tadi dan bagian-bagian yang berdekatan dengan ilayah Indonesia bagian timur yang dipengaruhi oleh tabrakan antara papua new guinea dengan benua Australia dan pergerakan kearah barat oleh lempeng paifik bagian barat. Pada akhirnya akibat dari pergerakan-pergerakan kerak bumi di wilayah Sulawesi, makasar dan Indonesia bagian utara barat daya telah dibicarakan. Disertai dengan adanya sajian peta geomorfologi sebagai panduan selama penelitian.
Pemisahan bagian-bagian samudra dari samudra hindia dan lempeng Australia di pantai selatan Sumatera, dan pantai selatan Jawa dan juga pulau Nusa tenggara bagian timur mengalami regenerasi struktur morfologi utama dari Indonesia bagian selatan yang merupakan tempat terbentuknya relief tektonik, tersusun dari palung laut dalam dan busur luar non vulkan yang dipisahkan bagian dalam bumi dari busur dalm vulkanik yang berbatasan dengan geosinklinal. Hal ini merupakan pembeda yang kuat. Pada dasar perluasan permukaan yang dilevelkan dan karakteristik area pegunungan tua. Area yang berbatasan dengan bagian sebelah utara dari bagian barat : sunda itu sendiri, malaysia, dan kalimantan, proses pemisahan ini dan menunjukkan pemisahan lempeng samudra bawah ke sisi utara lempeng benua asia bagian tenggara pada sudut lebih dari 500 sehingga disebut endapan melange yang berasal dari ke dua lempeng, terbentuk sedikit demi sedikit pada zona pemisahan dan terbentuklah busur non vulkan yang kebanyakan terbentuk dari sedimen halus batuan-batuan, tetapi dengan mengubah bentuk dasar batuan dengan kuat (ophiolites. etc) juga terjadi pada zona perpotongan.
Anomali gravitasi negatif (vening meinesz,1934, 1954) tanda zona busur dalam non vulaknik dimana cahaya pada lapisan atas dari pemisahan lempeng membentuk suatu akar di dalam kulit bagian bawah yang ringan dari samping lempeng asia bagian tenggara. Lempeng yang terpisah melebur ketika mengalami kenaikan temperatur dan tekanan pada kedalaman yang hebat sehingga dapat menjadi petunjuk atau pedoman bagi kenaikan magma, itulah formasi busur vulkan. Pergerakan atau pemisahan lempeng secara terus-menerus sangat jelas berasal dari seismograph. Kedalaman episentrum meningkat berdasarkan jumlah frekuensi terjadinya gempa bumi berpengaruh terhadap lempeng kontinental di wilayah asia bagian tenggara. Sebelah utara sebagai lokasi zona pemisahan yang sesuai (ritsema dan veldkamp1968;ritsema 1954, 1957. Struktur busur ganda ini merupakan karakteristik seluruh sistem busur sunda-banda. Sebenarnya aktifitas vulkanis berubah-ubah sesuai pergerakan lempeng pada masanya. Busur non vulkan lebih jelas daripada zona-zona pemisahan lainnya (lihat juga umbgrove 1938, 1949).
Sistem busur sunda tidak selalu berada di posisi terdepan, akan tetapi berpindah-pindah dari bagian tenggara asia pada geomorfologi yang lalu (westerrveld 1941, katili 1971). Sementara itu fase awal pemisahan dianggap sesuai dengan teori undasi, oleh Bemmelen (1933-1949). Hanya daerah Sumatera dari sistem busr yang memiliki kedataran di atas ketinggian samudera. Struktur lintasan utama berada pada bagian selatan pulau yang dihubungkan dengan zona pemisahan yang lebih tua. Kemudian membatasi benua asia di kalimantan bagian timur (westervelt 1941). Bekas zona pemisahan yang lebih tua ditemukan dengan jarak yang lebih jauh yakni di daerah pedalaman dan di bagian-bagian lain dari pulau borneo. Gambar 2.3 menunjukkan posisi-posisi dari permian, cretaseus, triasic-jurasic, zona pemisahan tertiari dan juga busur-busur magma. Benua asia sedang mengalami perkembangan (waile, 1979)
Relief dihasilkan dari tahap pembangunan pegunungan tua di wilayah sunda, sejak mengalami kemiringan yang luas, dan area-area tersebut berada pada bagian bentuk utama bagian—bagian cratogen Indonesia, dimana bentuk-bentuk tanah merefleksikan adanya proses denudasional dan adanya litologi lempeng tektonik. Hanya pengaruh-pengaruh gempa tektonik zaman tertiarlah yang masih memiliki ciri-ciri geomorfologi yang jelas. Jarak pelipatan antara Meratus-Samarinda, yang meregang yang dekat dengan pantai timur kalimantan yang terhubung untuk itu dan memiliki penyeimbang yang di bagian barat laut pulau. Sebagian berada di luar pulau Kalimantan. Dataran sunda tua pada bagian tengah merupakan irisan area yang terbentuk dari kebanyakan batuan-batuan beku. Di Kalimantan selatan drainase oleh sungai kapuas merupakan daerah peneplain dengan beberapa sisa perbukitan, di bagian barat daya terdapat sisa pegunungan yang berada di daerah pedalaman. Kompleks pegunungan dengan dengan kecenderungan struktural juga terjadi, terutama pada sistem busur tua yang berada di sekeliling daerah tersebut. Bagian tua ini terpisah dari daerah tertiari oleh suatu zona sepanjang depresi intramontane. Tanah datar aluvial yang luas dan zona-zona predmont yang luas membatasi daerah di sekeliling pegunungan. Zona dengan luas seperti ini berada di bagian tenggara yang terdrainase oleh sungai barito dan kahaya. Sementara sungai mahakam yang dilewati selanjutnnya berada di arah utara, di bagian hulu daerah anteseden di wilayah samarinda (bestler 1985).
Secara umum, kerangka geomorfologi Indonesia dibentuk oleh beberapa sistem pegunungan yaitu:
1. Sistem Pegunungan Tethys
a. Busur Luar bersifat non vulkanik
b. Busur Dalam bersifat Vulkanik
c. Busur pegunungan Tertier, bersifat non vulkanik
2. Sistem Busur Tepi Asia Timur, meliputi;
a. Busur luar kalimantan, bersifat non vulkanik
b. Busur Dalam Kalimantan, bersifat non vulkanik
c. Busur Lengan Utara Sulawesi, bersifat vulkanik
d. Busur Maluku Utara, bersifat vulkanik
3. Sirkum Australis meliputi:
a. Busur Irian Utara, bersifat vulkanik
b. Busur Irian Tengah, bersifat non vulkanik
Jenis batuan yang ada di Indonesia antara lain:
1. Batuan Vulkan pasifis
Batuan ini bersifat agak asam karena banya mengandung SiO2, terdapat banyak gas dan bersifat eksplosif. Batuan ini merupakan hasil dari pengangkatan. Batuan ini sebagian besar tersebar di wilayah Sumatera.
2. Batuan Vulkan Atlantis
Batuan ini bersifat basa karena mengandung sedikit SiO2, terdapat banyak kapur, dan vulkan tidak aktif, merupakan hasil dari pengangkatan. Contoh gunung Muria.

2.3 KONDISI IKLIM INDONESIA
Iklim bisa diartikan sebagai kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang, biasanya 30 tahun yakni masa terpanjang dan terpendek adalah 10 tahun. Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap bumi. Iklim terdiri dari beberapa unsur iklim, yaitu : radiasi, suhu(temperatur), kelembaban, tekanan, angin, presipitasi (hujan) dan sebagainya. Dalam tinjauan secara garis besar iklim diwakili oleh suhu dan hujan. Unsur-unsur lain mengakibatkan atau terpengaruh oleh kedua unsur tersebut.
Keragaman iklim dapat dibagi menjadi:
(a) keragaman menurut tempat
(b) keragaman menurut waktu.
Keragaman menurut tempat ditentukan oleh letak lintang (jauh-dekat dari peredaran matahari), ketinggian tempat, sebaran daratan dan lautan serta arah angin utama. Keragaman menurut waktu terutama ditentukan oleh pedaran bumi mengelilingi sumbunya dan bumi mengelilingi matahari.
Ada sebuah metode klasifikasi iklim berdasarkan banyaknya radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi di beberapa tempat yakni iklim matahari.
Pembagian iklim matahari adalah sebagai berikut :
a. Iklim Tropik (23 1/2 0 LU - 23 1/2 0 LS)
Iklim tropik mempunyai cirri yakni suhu yang selalu tinggi sepanjang tahun, amplitudo suhu tahunan kecil. Oleh sebab itu tidak ada permusiaman berdasarkan perbedaan suhu sedangkan yang ada adalah permusiman berdasarkan curah hujan. Daerah yang beriklim tropik terdapat pertemuan angin yang berasal dari daerah lintang kuda di utara (angin pasat timur laut) dan selatan equator (angin pasat tenggara). Curah hujan sangat tinggi dengan tipe hujan konvergen dan konvektif.

b. Iklim Subtropik (23 1/2 0 LU – 400 LU dan 23 1/2 0 LS - 400 LS)
Iklim subtropik mempunyai ciri amplitudo suhu tahunan yang lebih besar daripada iklim tropik. Curah hujan sedikit karena daerah ini terjadi gerakan angin divergen pada udara permukaannya sedangkan pada udara di atasnya terjadi konvergensi anatara angin yang berasal dari kutub dengan angin yang berasal dari equator, akibatnya terjadi gerak udara menukik turun yang menyebabkan tekanan udara menjadi lebih tinggi, kondisi seperti ini menyulitkan terjadinya hujan.oleh sebab itu di daerah ini banyak gurun yang luas. Daerah subtropik ini pada musim dingin banyak hujan, sedangkan pada musim panas kering.

c. Iklim Sedang (400 LU - 66 1/2 0 LU dan 400 LS - 66 1/2 0 LS)
Iklim sedang mempunyai cirri yaitu adanya amplitude yang lebih besar daripada iklim subtropik sehingga pada daerah iklim sedang terdapat permusiman berdasarkan perbedaan suhu. Musim-musim tersebut adalah musim panas, musim gugur, musim dingin, dan musim semi. Daerah ini terjadi hujan yang cukup banyak.

d. Iklim Kutub (66 1/2 0 LU – 900 LU dan 66 1/2 0 LS - 900 LS)
Iklim kutub bercirikan suhu udara yang sangat dingin sepanjang tahun, sebab musim panas pendek dan musim dingin panjang. Daerah iklim kutub menerima radiasi matahari selama 6 bulan penuh, tetapi tidak cukup menghadirkan peningkatan suhu udara yang ekstrim, sebab jarak matahari jauh dan matahari sangat rendah. Suhu rata-rata tahunan mencapai -170 C.

Selain pembagian iklim Matahari juga terdapat pembagian Iklim fisis adalah iklim yang berdasarkan kondisi fisik atau alam yang mempengaruhi iklim di derah tertentu. Kondisi fisik yang dimaksud ialah topografi, arus laut dan jarak suatu daratan terhadap laut. Pembagian iklim fisis meliputi :
a. Iklim Laut
Daerah iklim laut meliputi derah yang dikelilingi oleh laut(berdekatan dengan laut). Ciri-ciri daerah iklim laut adalah yakni penguapan tinggi, udara selalu lembab, langit selalu tertutup awan, perbedaan suhu antara siang dan malam rendah, umumnya memiliki curah hujan yang tinggi.

b. Iklim Kontingen
Daerah iklim kontingen terletak di tengah benua, jauh dari pengaruh agnin laut. Ciri-cirinya adalah kelembapan rendah dengan perbedaan suhu antara siang dan malam sangat mencolok. Kondisi tersebut memungkinkan daerah iklim kontingen memungkinkan memiliki padang rumput dan padang pasir.




c. Iklim Ugahari dan pegunungan
Daerah iklik ini terdapat di pegunungan dan dataran tinggi. Suhu lebih rendah, tetapi intensitas insolasi lebih tinggi, curah hujan lebih tinggi terutama pada lereng hadap angin.

d. Iklim Tundra
Iklim tundra terdapat disekitar daerah kutub yakni kutub selatan dan kutub utara beserta daerah-daerah sekitarnya.

Indonesia mempunyai karakteristik khusus yakni dilihat dari posisi dan keberadaanya, sehingga mempunyai karakteristik iklim yang spesifik. Di Indonesia terdapat tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di Indonesia, yaitu iklim musim (muson), iklim tropik (iklim panas), dan iklim laut.
a. Iklim Musim (Iklim Muson)
Iklim muson sangat dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah setiap periode tertentu. Biasanya satu periode perubahan angin muson adalah 6 bulan. Iklim muson terdiri dari 2 jenis, yaitu Angin musim barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur laut (Muson Tumur). Angin muson barat bertiup sekitar bulan Oktober hingga April. Musim hujan di Indonesia disebabkan oleh hembusan Angin Muson Barat yang bertiup dari Benua Asia yang bertekanan maksimum ke Benua Australia yeng bertekanan minimum. Angin Muson Barat ini banyak membawa uap air, sehingga di sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim hujan. Oleh karena itu musim hujan di Indonesia terjadi pada bulan Oktober sampai April.

Angin muson timur bertiup sekitar bulan April hingga bulan Oktober yang sifatnya kering yang mengakibatkan wilayah Indonesia mengalami musim kering/kemarau. Musim kemarau di Indonesia terjadi pada bulan April sampai Oktober. Musin kemarau disebabkan oleh hembusan angin muson timur yang bertiup dari Benua Australia yang bertekanan maksi- mum ke Benua Asia yang bertekanan minimum. Hembusan angin ini sedikit membawa uap air sehingga Indonesia mengalami musim kemarau. Musim kemarau yang panjang sering merugikan penduduk, khusus nya bagi para petani dimana banyak lahan pertanian menjadi kering, ternak mati karena rumput menjadi kering. Bahkan sering terjadi kebakaran hutan terutama di Pulau Kalimantan dan Sumatera.

b. Iklim Tropis/Tropika (Iklim Panas)
Wilayah yang berada di sekitar garis khatulistiwa otomatis akan mengalami iklim tropis yang bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Umumnya wilayah Asia tenggara memiliki iklim tropis, sedangkan negara Eropa dan Amerika Utara mengalami iklim subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga wilayah Indonesia panas yang mengundang banyak curah hujan atau Hujan Naik Tropika. Jadi semakin dekat dengan garis khatulistiwa, maka derahnya akan semakin panas misalnya pulau Kalimantan lebih panas dibandingkan dengan pulau Jawa.
c. Iklim Laut
Iklim Laut yakni Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah laut mengakibatkan penguapan air laut menjadi udara yang lembab dan curah hujan yang tinggi. Iklim laut menyebabkan daerah yang berada di sekitar laut memiliki iklim yang lebih panas daripada daerah yang jauh dari laut apalagi di pegunungan.
Penerimaan curah hujan bulanan dapat dipisahkan menjadi tiga pola penerimaan hujan yang berbeda, yakni :
A. Di sebagian besar wilayah Indonesia penerimaan hujan musim penghujan dan musim kemarau berbeda nyata. Pola demikian disebut pola monsunal.
B. Sebagian wilayah sekitar equator musim kering tidak nyata. Puncak musim hujan terjadi dua kali sekitar bulan Desember pada saat matahari berada paling selatan dan pada bulan Juni saat matahari paling utara. Tipe ini disebut tipe Equatorial.
C. Sebagian wilayah bagian utara hujan terjadi pada saat wilayah A dan B mengalami musim kemarau. Tipe ini disebut tipe lokal.
Sedangkan klasifikasi iklim menurut Junghuhn, berdasarkan ketinggian tempat, Indonesia terdapat tiga jenis zone yaitu antara lain:
a. Zone Panas
Daerah zone panas berada pada ketinggian 0 – 600 m di atas permukaan air laut(dpl). Suhu udara rata-rata di atas 22o C. Tanaman budidaya yang cocok antara lain tembakau, kelapa padi dan jagung.
b. Zone Sedang
Ketinggian antara 600-1500 m dp. Suhu udara antara 220 C - 170 C. Tanaman budidaya yang tumbuh antara lain tembakau, padi, kopi, teh, coklat dan sayur-sayuran.
c. Zone Sejuk
Ketinggian antara 1500-2000 m dpl. Suhu udara antara 170 C - 110 C. Tanaman budidaya yang tumbuh antara lain kina, kopi, teh, sayur-sayuran, dan pinus.
d. Zone Dingin
Ketinggian 2500 m dpl. Suhu udara di bawah 110 C. dan tidak ada tanaman budidaya yang tumbuh.
Menurut Koppen di Indonesia terdapat tipe-tipe iklim Af, Aw, Am, C, dan D. Af dan Am=terdapat di daerah Indonesia bagian barat, tengah, dan utara, seperti Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi Utara. Af mencirikan bahwa daerah tersebut beriklim basah tropis dengan curah hujan pada bulan paling kering kurang dari atau sama dengan 60mm (2,4inch). Iklim ini terdapat variasi musiman suhu minimum dan hujan yang tetap tinggi sepanjang tahun. Tipe iklim Aw terdapat di Indonesia yang letaknya dekat dengan benua Australia seperti daerah-daerah di Nusa Tenggara, Kepulauan Aru, dan Irian Jaya pantai selatan. Tipe iklim Aw menunjukkan bahwa daerah tersebut mempunyai iklim tropis, basah dan kering, serta mempunyai musim kering yang jelas dalam periode dingin. Irama curah hujan musiman yang jelas, sekurang-kurangnya satu bulan kurang dari 60mm (2,4inch). Tipe iklim C terdapat di hutan-hutan daerah pegunungan. Dan tipe iklim D terdapat di pegunungan salju Irian Jaya. Tipe iklim D merupakan kelompok iklim hutan bersalju dingin, rata-rata suhu bulan terdingin kurang dari -30C dan rata-rata suhu bulan terpanas lebih dari 100C. Iklim D ditandai oleh tanah yang beku serta penutupan salju selama beberapa bulan.
Iklim Indonesia dicirikan oleh Zona konvergensi antartropik (Intertropical convergence zone=ITCZ) merupakan daerah pusat pembentukan awan dan hujan, sistem sirkulasi muson dengan musim hujan dan kemarau yang nyata, dan dipengaruhi oleh sirkulasi udara meridional (Siklus Hadley) dan sirkulasi zonal (Siklus Walker) dengan variasi tahunan yang menghasilkan penyimpangan iklim El Nino dan La Nina (ENSO phenomena di Lautan Pasifik) Setiap 3 sampai 5 tahun sekali. Setelah El Nino terjadi biasanya diikuti oleh La Nina yang berakibat musim hujan yang lebat dan lebih panjang dari biasanya. Kekuatan El Nino berbeda-beda tergantung dari berbagai macam faktor, antara lain indeks Osilasi selatan atau Southern Oscillation.
Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ) merupakan daerah dengan pusat tekanan rendah karena proses pemanasan permukaan bumi yang intensif oleh radiasi surya. ITCZ bergerak mengikuti gerakan matahari (23.5oLU – 23.5oLS sudut deklinasi surya) dengan time-lag + 1 bulan. Posisi ITCZ tidak lurus sejajar lintang dibumi, ditentukan oleh posisi matahari dan keadaan permukaan bumi (daratan, lautan, pegunungan).
Gambar Posisi ITCZ bulan Januari dan Juli

Januari - Indonesia hujan, Thailand kemarau
Juli - Indonesia kemarau, Thailand hujan
Musim hujan di Indonesia tergantung posisi ITCZ.
Indonesia memiliki curah hujan relatif berlimpah mengikuti gerakan ITCZ. Curah hujan terbentuk akibat terjadi konvergensi massa udara yang diikuti dengan gerakan udara ke atas pembentukan awan. Udara lembab naik ke atas kemudian terjadi proses pendinginan dan terkondensasi pada titik embun kemudian menjadi awan. Musim hujan dipengaruhi posisi ITCZ dengan posisi geografisnya menghasilkan tiga tipe hujan dominan. Curah hujan di Indonesia rata-rata 1.600 milimeter setahun, namun juga sangat bervariasi; dari lebih dari 7000 milimeter setahun sampai sekitar 500 milimeter setahun di daerah Palu dan Timor. Daerah yang curah hujannya rata-rata tinggi sepanjang tahun adalah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan delta Mamberamo di Irian.
Pola umum curah hujan di Indonesia antara lain dipengaruhi oleh letak geografis. Secara rinci pola umum hujan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
􀂊 Pantai sebelah barat setiap pulaumemperoleh jumlah hujan selalu lebih banyak daripada pantai sebelah timur.
􀂊 Curah hujan di Indonesia bagian barat lebih besar daripada Indonesia bagian timur. Sebagai contoh, deretan pulau-pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT yang dihubungkan oleh selat-selat sempit, jumlah curah hujan yang terbanyak adalah Jawa Barat.
􀂊 Curah hujan juga bertambah sesuai dengan ketinggian tempat. Curah hujan terbanyak umumnya berada pada ketinggian antara 600 - 900 m di atas permukaan laut.
􀂊 Di daerah pedalaman, di semua pulaumusim hujan jatuh padamusimpancaroba. Demikian juga halnya di daerahdaerah rawa yang besar.
􀂊 Bulan maksimum hujan sesuai dengan letak DKAT (Daerah Konvergensi Antar Tropik).
Pola umum curah hujan di Inonesia yaitu pada saat mulai turunnya hujan bergeser dari barat ke timur seperti:
1. Pantai barat pulau Sumatera sampai ke Bengkulu mendapat hujan terbanyak pada bulan November.
2. Lampung-Bangka yang letaknya ke timur mendapat hujan terbanyak pada bulan Desember.
3. Jawa bagian utara, Bali, NTB, dan NTT pada bulan Januari - Februari.
4. Di Sulawesi Selatan bagian timur, Sulawesi Tenggara, Maluku Tengah, musim hujannya berbeda, yaitu bulan Mei-Juni. Pada saat itu, daerah lain sedang mengalami musim kering. Batas daerah hujan Indonesia barat dan timur terletak pada kira-kira 120o Bujur Timur.
Berikut ini adalah tipe-tipe sebaran hujan di Indonesia


Curah hujan Tipe Equatorial mempunyai ciri-ciri yaitu curah hujan tinggi dan hampir merata sepanjang tahun, sangat cocok untuk tanaman yang sensitif terhadap kekurangan air, misalnya karet, kelapa sawit. Pada kelapa sawit, kekurangan air akan dirasakan stlh 1 – 2 tahun kemudian.
Panjang hari tidak terlalu bervariasi (11-12 jam) dibandingkan lintang tinggi (daerah temperate) yang dapat mencapai 6 atau 18 jam. Kondisi ekstrim di kutub, mengalami 6 bulan siang dan 6 bulan malam (panjang hari 24 dan 0jam). Panjang hari menentukan perubahan fase-fase perkembangan tanaman melalui respon fotoperiodisme untuk Tanaman Hari Panjang dan Tanaman Hari Pendek.
Iklim sangat berpengaruh pada kehidupan sehari-hari manusia. Rata-rata suhu tahunan/suhu musim panas/suhu musim dingin mempengaruhi aktivitas seperti:
a. a. Pertanian dengan suhu 27° C cocok untuk tanaman padi /getah /kelapa sawit, suhu 18° C pada musim panas cocok ditanami gandum
b. Perikanan dengan suhu 27° menyebabkan air hangat sehingga cocok untuk pertumbuhan plankton yaitu makanan ikan
c. Pemburuan binatang dengan suhu musim dingin bawah 0° C menyebabkan bulu binatang tebal
d. Pariwista dengan suhu 27° menarik wisatawan negara-negara berikilm sejuk untuk menikmati 'sun bath' hal ini mempengaruhi pertumbuhan batu karang.
e. Penebangan karena hutan menghasilkan Hutan Monsun Tropika yakni berupa pohon jati atau iklim khatulistiwa yang menghasilkan Hutan Hujan Tropika yang kaya dengan pohon meranti dan lain sebagainya.



Selain iklim angin pada musim panas yang ada di Indonesia juga mempengaruhi aktivitas manusia seperti berikut:
a. Angin Monsun Barat Daya mengakibatkan hujan lebat (2030 mm), cocok untuk pertanian padi, kelapa sawit, dan getah
b. Angin Cinuk di Timur B. Rocky mencairkan salju dan memecahkan fros menyebabkan tanah menjadi subur sehingga sesuai untuk pertumbuhan rumput untuk peternakan sapi dan untuk pertanian cocok untuk penanaman gandum
c. Pertemuan arus panas dan arus dingin menyebabkan air laut hangat sehingga cocok untuk pertumbuhan plankton (makanan ikan) dan hal ini Menggalakkan aktivitas perikanan.

Dampak perubahan iklim di indonesia juga membawa beberapa pengaruh dalam beberapa hal, yaitu antara lain.
a. Sumber dan manejemen air tawar : di daerah subtropis dan daerah tropis yang kering, air akan berkurang sebanyak 10-30 % sehingga daerah-daerah yang sekarang sering mengalami kekeringan dan akan semakin parah kondisinya.
b. Ekosistem : kemungkinan punahnya 20-30 % spesies tanaman dan hewan bila terjadi kenaikan suhu rata-rata global sebesar 1,50 C-2,50C. Meningkatnya tingkat keasaman laut karena bertambahnya karbondioksida di atmosfer akan berdampak negatif pada organisme-organisme laut seperti terumbu karang serta spesies-spesies yang hidupnya bergantung pada organisme tersebut.
c. Pangan dan hasil hutan : produktifitas pertanian di daerah tropis akan mengalami penurunan bila terjadi kenaikan suhu rata-rata global antara 10 C-20 C sehingga meningkatkan resiko bencana kelaparan. Meningkatnya frekuensi kekeringan dan banjir berdampak negatif kepada penyebaran dan reproduksi ikan.
d. Pesisir dan dataran rendah : daerah pantai akan semakin rentan terhadap erosi dan naiknya permukaan air laut. Pada tahun 2080, jutaan orang akan terkena banjir setiap tahun karena naiknya permukaan air laut.
e. Industri, pemukiman dan masyarakat : yang paling rentan umumnya berada di daerah pesisir dan bantaran sungai.
f. Kesehatan : penduduk dengan kapasitas beradaptasi rendah akan semakin rentan terhadap diare, gizi buruk, serta pola berubahnya distribusi penyakit-penyakit yang ditularkan melalui berbagai serangga dan hewan.

2.4 KONDISI TANAH INDONESIA
Tanah adalah lapisan terluar dari kontinen yang relatif tidak padu sebagai akibat pelapukan batuan induk dibawah kondisi iklim dan topografi tertentu yang mempunyai sifat dan ciri tertentu serta merupakan akibat kehidupan flora dan fauna yang persebarannya mengikuti zone-zone geografi. Indonesia adalah negara kepulauan dengan daratan yang luas dengan jenis tanah yang berbeda-beda. Berikut ini adalah macam-macam / jenis-jenis tanah yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan tingkat kategori jenis (Soil Group).
1. Tanah Humus
Tanah humus adalah tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat. Sifat tanah ini sangat subur dan persebarannya berada di kawasan hutan Indonesia.
2. Tanah Pasir
Tanah pasir adalah tanah yang bersifat kurang baik bagi pertanian yang terbentuk dari pelapukan batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butir kasar dan berkerikil. Tanah pasir di Indonesia terdapat pada pantai barat Sumatra Barat, Jawa Timur, Sulawesi dan Jogjakarta.
3. Tanah Alluvial / Tanah Endapan
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan. Tanah aluvial adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian. Persebarannya terdapat pada Sumatera bagian timur, Jawa bagian utara, dan Kalimantan bagian selatan.
4. Tanah Podzolik
Tanah ini berasal dari batuan pasir kuarsa, teksturnya lempung hingga berpasir berwarna merah dan kering. Tanah podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi ( 2500mm – 3000mm pertahun) dan bersuhu rendah / dingin. Tanah ini bersifat basah jika terkena air dan persebarannya terdapat di kawasan pegunungan di Nusa Tenggara.
5. Tanah Vulkanik / Tanah Gunung Berapi
Tanah vulkanis adalah tanah yang terbentuk dari pelapukan materi letusan gunung berapi yang subur mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng gunung berapi. Persebaran tanah vulkanik terdapat pada sumatra, Jawa, Bali dan wilayah yang memiliki gunung berapi.
6. Tanah Laterit
Tanah laterit adalah tanah tidak subur yang tadinya subur dan kaya akan unsur hara, namun unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air hujan yang tinggi. Tanah ini banyak mengandung besi dan aluminium. Contoh tanah ini terdapat pada Kalimantan Barat, Jakarta, Pacitan, Banten dan Lampung.
7. Tanah Mediteran / Tanah Kapur
Tanah mediteran adalah tanah sifatnya tidak subur yang terbentuk dari pelapukan batuan yang kapur. Tanah ini cocok untuk tanaman jati. Daerah yang mempunyai jenis tanah ini ialah Nusa Tenggara, Maluku, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
8. Tanah Gambut / Tanah Organosol
Tanah jenis ini berasal dari bahan induk organik dari hutan rawa, mempunyai ciri warna coklat hingga kehitaman, tekstur debu lempung, tidak berstruktur, konsistensi tidak lekat sampai dengan agak lekat, dan kandungan unsur hara rendah. Tanah organosol adalah jenis tanah yang kurang subur untuk bercocok tanam karena derajat keasaman tinggi yang merupakan hasil bentukan pelapukan tumbuhan rawa. Tanah ini terdapat pada derah beriklim basah dengan curah hujan lebih dari 2500mm pertahun contohnya pada daerah rawa Kalimantan, Papua dan daerah pasang surut Sumatera.
Berdasarkan penyebaran topografinya, tanah gambut dibedakan menjadi tiga yaitu:

a. Gambut ombrogen: terletak di dataran pantai berawa, mempunyai ketebalan 0.5 – 16 meter, terbentuk dari sisa tumbuhan hutan dan rumput rawa, hampir selalu tergenang air, bersifat sangat asam. Contoh penyebarannya di daerah dataran pantai Sumatra, Kalimantan dan Irian Jaya (Papua);

b. Gambut topogen: terbentuk di daerah cekungan (depresi) antara rawa-rawa di daerah dataran rendah dengan di pegunungan, berasal dari sisa tumbuhan rawa, ketebalan 0.5 – 6 meter, bersifat agak asam, kandungan unsur hara relatif lebih tinggi. Contoh penyebarannya di Rawa Pening (Jawa Tengah), Rawa Lakbok (Ciamis, Jawa Barat), dan Segara Anakan (Cilacap, Jawa Tengah); dan
c. Gambut pegunungan: terbentuk di daerah topografi pegunungan, berasal dari sisa tumbuhan yang hidupnya di daerah sedang (vegetasi spagnum). Contoh penyebarannya di Dataran Tinggi Dieng.

Berdasarkan susunan kimianya tanah gambut dibedakan menjadi:
a. gambut eutrop, bersifat agak asam, kandungan O2 serta unsur haranya lebih tinggi;
b. gambut oligotrop, sangat asam, miskin O2 , miskin unsur hara, biasanya selalu tergenang air; dan
c. mesotrop, peralihan antara eutrop dan oligotrop.

9. Tanah Regosol
Tanah ini merupakan endapan abu vulkanik baru yang memiliki butir kasar. Penyebaran terutama pada daerah lereng gunung api. Tanah ini banyak terdapat di daerah Sumatra bagian timur dan barat, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
10. Tanah Litosol
Tanah litosol merupakan jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan tanah yang tidak begitu tebal. Bahannya berasal dari jenis batuan beku yang belum mengalami proses pelapukan secara sempurna. Jenis tanah ini banyak ditemukan di lereng gunung dan pegunungan di seluruh Indonesia.

11. Tanah Latosol
Latosol tersebar di daerah beriklim basah dengan curah hujan lebih dari 3000mm pertahun, dan ketinggian tempat berkisar 300-1000 meter. Tanah ini terbentuk dari batuan gunung api kemudian mengalami proses pelapukan lanjut.
12. Tanah Grumusol
Jenis tanah ini berasal dari batu kapur, batuan lempung tersebar di daerah iklim sub humid atau subarid dan curah hujan kurang dari 2500mm pertahun.
13. Tanah Podsol
Jenis tanah ini berasal dari batuan induk pasir. Penyebaran di daerah iklim basah, topografi pegunungan, misalnya di daerah Kalimantan Tengah, Sumatra Utara, dan Papua barat. Kesuburan tanah rendah.
14. Tanah Andosol
Tanah jenis ini berasal dari bahan induk abu vulkan. Penyebaran di daerah iklim sedangdengan curah hujan di atas 2500mm pertahun tanpa bulan kering. Umumnya dijumpai di daerah lereng atas kerucut vulkan pada ketinggian diatas 800 meter. Warna tanah jenis ini umumnya coklat, abu-abu hingga hitam.
15. Tanah Mediteran Merah-Kuning
Tanah jenis ini berasal dari batuan kapur keras (limestone). Penyebaran di daerah beriklim subhumid, topografi karst dan lereng vulkan dengan ketinggian dibawah 400 meter. Warna tanah coklat hingga merah. Khusus tanah mediteran merah kuning di daerah topografi karst disebut “Terra Rossa”
16. Tanah Hidromorf Kelabu
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor okal yaitu topografi yang berupa dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air, warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh hingga lempung, struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4.5 – 6.0), kandungan bahan organik. Ciri khas tanah ini adanya lapisan glei kontinu yang berwarna kelabu pucat pada kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari profil tanah selalu jenuh air.
Berdasarkan soil taxonomy atau taksonomi tanah, jenis-jenis tanah yang ada di indonesia antara lain:
1. Entisol

Ciri-ciri :
A. Tanah yang baru berkembang
B. Belum ada perkembangan horison tanah
C. Meliputi tanah-tanah yang berada di atas batuan induk
D. Termasuk tanah yang berkembang dari bahan baru
Mencakup kelompok tanah alluvial, regosol dan litosol dalam klasifikasi dudal-supratohardjo. Tipe ini di sepanjang aliran besar merupakan campuran mengandung banyak hara tanaman sehingga dianggap subur. Tanah Entisol di Indonesia umumnya memberi hasil produksi padi (misalnya : Kerawang, Indramayu, delta Brantas), palawija, tebu (Surabaya). Entisol yang berasal dari abu-volkanik hasil erupsi yang dikeluarkan gunung-gunung berapi berupa debu, pasir, kerikil, batu bom dan lapili. Selain itu berasal dari gunduk pasir yang terjadi di sepanjang pantai, misalnya diantara Cilacap dan Parangtritis (selatan Yogyakarta), dan Kerawang.

2. Inceptisol

Ciri2 :
A. Ada horizon kambik , dimana terdapat horizon penumpukan liat <20% dari horizon diatasnya.
B. Tanah yang mulai berkembang tetapi belum matang yang ditandai oleh perkembangan profil yang lebih lemah.
C. Mencakup tanah sulfat masam (Sulfaquept) yang mengandung horison sulfurik yang sangat masam, tanah sawah(aquept) dan tanah latosol
Daerah penyebaran tanah jenis ini: Sumatera, Jawa, Kalimantan. Sebagain besar tanah ini ditanami palawija (jawa) dan hutan/semak belukar (sumatera dan Kalimantan)

3. Ultisol

Ciri-ciri :
A. Kandungan bahan organik, kenjenuhan basa dan pH rendah (pH 4,2-4,8).
B. Terjadi proses podsolisasi: proses pecucian bahan organik dan seskuioksida dimana terjadi penimbunan Fe dan Al dan Si tercui.
C. Bahan induk seringkali berbecak kuning, merah dan kelabu tak begitu dalam tersusun atas batuan bersilika, batu lapis, batu pasir, dan batu liat.
D. Terbentuk dalam daerah iklim seperti Latosol, perbedaan karena bahan induk : Latosol terutama berasal dari batuan volkanik basa dan intermediate, sedang tanah Ultisol berasal dari batuan beku dan tuff.
Tanah yang paling luas penyebarannya di Indonesia: Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan sebagian Jawa . sebaiknya tanah ini dihutankan atau untuk perkebunan seperti : kelapa sawit, karet dan nanas.





4. Oxisol

Ciri-ciri :
A. solum yang dangkal, kurang dari 1 meter
B. kaya akan seskuioksida yang telah mengalami pelapukan lanjut
C. adanya horizon oksik pada kedalaman kurang dari 1,5 m
D. susunan horison A, B, dan C dengan horizon B spesifik berwarna merah kuning sampai kuning coklat dan bertekstur paling halus liat
E. mengandung konkresi Fe/Mn lapisan kuarsa.
Banyak digunakan untuk perladangan, pertanian subsisten pengembalaan dengan intensitas rendah, dan perkebunan yang intensif seperti perkebunan tebu, nanas, pisang dan kopi.










5. Vertisol

Ciri-ciri :
A. Tanpa horizon eluviasi dan iluviasi
B. Koefisien mengembang dan mengerut tinggi jika dirubah kadar airnya
C. Bahan induk basaltic atau berkapur
D. Mikroreliefnya gilgei
E. Konsistensi luar biasa plastis
Di Indonesia jenis tanah ini terbentuk pada tempat-tempat yang tingginya tidak lebih dari 300 meter di atas muka laut dengan topografi agak bergelombang sampai berbukit, temperatur tahunan rata-rata 25oC dengan curah hujan kurang dari 2500 mm dan pergantian musim hujan dan kemarau nyata.Kandungan bahan organik umumnya antara 1,5-4%. Warna tanah dipengaruhi oleh jumlah humus dan kadar kapur. Di pulau jawa banyak digunakan untuk lahan pertanian padi sawah.







6. Histosol /gambut

Ciri-ciri :
A. Memiliki epipedon histik, yaitu epipedon yang mengandung bahan organik sedemikian banyaknya, sehingga tidak mengalami perkembangan profil ke arah terbentuknya horison-horison yang berbeda.
B. Warna coklat kelam sampai hitam, berkadar air tinggi dan bereaksi asam (pH3-5) Gambut ombrogen meliputi hampir seperlima Sumatra, meluas sepanjang pantai Malaya, Kalimantan, dan pantai selatan Irian Jaya. Gambut ombrogen juga terdapat di Bangka Selatan, dimana pasir putih bumi mengendap sebelum mencapai laut membentuk berselang berselang-seling daerah deperesi bekas cabang sungai yang di tumbuhi flora khusus. Gambut topogen terbentuk dalam topografik di rawa-rawa baik di dataran rendah maupun di pegunungan tinggi. Gambut ini meluas di Rawa Lakbok, Pangandaran, Rawa Pening, Jatiroto, Tanah Payau, di Deli (Sumatra) dan danau-danau di Kalimantan Selatan.
Gambut Pangandaran, sebelah selatan Rawa Lakbok juga bersifat eutrof dan topogen.


2.5 KONDISI UMUM HIDROLOGI INDONESIA
Kondisi hidrologi Indonesia dapat dicirikan dari persebaran dari danau, Daerah Aliran Sungai dan Air tanah yang ada di Indonesia.
Berdasarkan pada proses terjadinya, Jenis-Jenis / Macam-Macam Danau yang ada di Indonesia :
1. Danau Buatan / Waduk
Danau buatan adalah danau yang secara sengaja dibuat oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan air pertanian, perikanan darat, air minum, dan lain sebagainya. Contoh : Waduk Jatiluhur di Jawa Barat.
2. Danau Karst
Danau karts adalah danau yang berada di daerah berkapur di mana yang berukuran kecil disebut doline dan yang besar dinamakan uvala. Contoh : danau atau telaga di pegunungan seribu, DI Yogyakarta.
3. Danau Tektonik
Danau tektonik adalah danau yang terjadi akibat adanya aktivitas / peristiwa tektonik yang mengakibatkan permukaan tanah pada lapisan kulit bumi turun ke bawah membentuk cekung dan akhirnya terisi air. Contoh yakni : Danau Toba di Sumatera Utara, Danau singkarak, Danau Kerinci, Danau Poso dan Danau towutti.
4. Danau Vulkanik / Danau Kawah
Danau vulkanik adalah danau yang terbentuk pada bekas kawah gunung berapi. Contoh yaitu : Danau Batur di Bali, Danau Kelud yang merupakan kawah gunung kelud, Danau Segara Anakan yang merupakan kawah gunung Rinjani, Danau Telaga di Pegunungan Dieng.
5. Danau Bendungan Alami
Danau bendungan alami terbentuk karena adanya longsoran dari tebing, sehingga menutupi aliran sungai. Contoh ; Danau pengilon di Dieng dan telaga Sarangan di perbatasan Jawa Tengah dan jawa Timur.
Ciri hidrologi selanjutnya ialah sungai. Sungai adalah sistem aliran yang terdapat di permukaan bumi. Sungai adalah air yang mengalir melewati aliran-aliran yang ada dipermukaan bumi. Sungai-sungai yang ada di Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Berdasarkan sifat khas yang dimiliki :
1. Sungai Permanen :sungai yang mengalir sepanjang tahun, karena pasokan air konstan atau terletak di bawah ground water, sumber airnya adalah berasal dari curah hujan, curah salju atau mata air. Contoh sungai permanen adalah sungai Kapuas, Mahakam, dan Musi.
2. Sungai Intermitten : sungai yang mengalir secara periodik. Ada dua macam sungai intermitten berdasarkan sumber air yaitu Spring Fed Intermitten river yakni alirannya berkaitan dengan permukan air tanah. Apabila ketinggian permukaan air tanah berada di atas permukaan air sungai maka terjadi aliran sebaliknya apabila ketinggian permukaan air tanah berada dibawah permukaan air sungai maka tidak ada aliran. Yang kedua adalah Surface Fed Intermitten river yakni pasokan air dari curah hujan atau efisiensi yang mencair, contohnya adalah sungai Opak Jawa Tengah. Sungai ini akan ada aliran apabila ada pasokan air dan sebaliknya apabila tidak ada pasokan air maka tidak aka nada aliran sungai.
3. Sungai Epherical (Ephemeral) yakni sungai yang akan mengalir apabila ada respon dari air hujan.
Berdasarkan genetik:
Bentuk asal DAS (Daerah Aliran Sungai)
1. Sungai Konsekuen yakni sungai yang mengalir sesuai posisi lereng asli (sebelum tererosi)
2. Sungai Subsekuen yakni sungai yang mengalir searah formasi daerah (strike)atau tegak lurus dengan sungai konsekuen
3. Sungai Obsekuen yakni sungai yang arah alirannya sama dengan lereng formasi (dip), setelah permukaan DAS tererosi hebat
4. Sungai Resekuen yakni sungai yang arah alirannya sama dengan lereng formasi (dip) setelah permukaan DAS tererosi hebat (searah dengan sungai konsekuen)
5. Sungai Insekuen yakni sungai yang mempunyai cabang (tributary streams) yang banyak
Formasi Geologi DAS :
1. Sungai Antecedent yakni sungai yang dapat mempertahankan aliran setelah terangkat. Sungai ini terdapat di daerah berbatuan lunak seperti gamping atau clay
2. Sungai Superimposed (Super Posed) yakni sungai yang terdapat di daerah dataran nyaris (peneplain) yang tertutup sedimen tebal kemudian tererosi, batuan tersisa berbentuk dinding terjal yang tidak resisten hilang berupa dataran nyaris. Sungai di daerah ini menerobos dinding terjal di dataran nyaris.
3. Sungai Anaclinal yakni sungai attendance yang terangkat miring dengan arah kebalikan dari arah aliran.
4. Sungai Reverse adalah sungai yang tidak dapat mempertahankan aliran setelah terngkat miring.
5. Sungai Resureted yakni sungai yang untuk sementara tidak dapat mempertahankan aliran karena penenggelaman, kemudian sungai tertutup sedimen apabila pada tempat yang sama terangkat dapat mengalir sesuai semula.
6. Sungai Compound yakni sungai yang mengalir di DAS dengan umur/stadia geomorfologi yang berbeda-beda misalnya pegunungan lipatan muda, dewasa, tua, pegunungan, patahan tua dan dataran dewasa. Contoh Sungai Compound adalah sungai Bengawan Solo.
7. Sungai Composite yakni sungai yang mengalir di DAS dengan struktur geologi yang berbeda-beda misalnya volkan, pegunungan lipatan dan pegunungan patahan yakni Sungai Brantas.
Gambar di bawah ini merupakan peta persebaran DAS yang ada di Indonesia. Simbol titik merah menandakan titik keberadaan dari DAS tersebut. DAS yang terdapat pada peta tersebut merupakan DAS yang berukuran cukup besar yang ada di Indonesia.

Ciri hidrologi yang ketiga ialah air tanah, air tanah berkaitan erat dengan daya resap tanah dan kharakteristik tanah yang ada pada suatu wilayah. Tanah dewasa tersusun atas beberapa lapisan atau horizon. Secara garis besar macam-macam horizon terdiri dari :
 Horison O adalah lapisan tanah paling atas yang banyak mengandung bahan organik dan ditempati akar tumbuhan.
 Horison A (top soil) adalah lapisan tanah mineral bagian atas yang merupakan horiso aluviasi (pencucian) dan horison ini ditempati akar tumbuhan.
 Horison B (sub soil) adalah lapisan tanah yang terletak di bawah horison A yang merupakan tempat akumulasi bahan-bahan koloidal. Ketebalannyan sangat menentukan besarnya infiltrasi.
 Horison C dibawah lapisan horison B yang tersusun atas bahan induk
 Horison R (bed rock) dibawah horison C tersusun atas batuan induk yang tidak tembus air.
Kemampuan mengandung air dari setiap lapisan atau horison tanah sangat menentukan besar kecilnya infiltrasi. Pengatusan kapasitas penampungan merupakan besarnya air yang terinfiltrasi ke dalam tanah tergantung pada porositas tanah.
Distribusi vertikal air tanah secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
 Zone tidak jenuh (zone of aerotian) merupakan lapisan tanah yang tidak seluruh pori-porinya terisi oleh air, tetapi sebagian pori-pori terisi air dan sebagian terisi udara.
 Zone jenuh (zone of saturation) merupakan suatu lapisan tanah yang seluruh pori-porinya terisi oleh air, yang disebut air tanah (ground water) kedua zone ini dibatasi oleh muka preatik (water table), yaitu suatu permukaan air yang memiliki tekanan sama dengan tekanan satu atmosfer. Kedudukan water table selalu berubah-ubah mengikuti kondisi musim. Batuan dalam hubungannya dengan keterdapatan air tanah, maka terdapat 3 macam jenis batuan:
1. Akifer (aquifer) adalah suatu lapisan batuan yang mempunyai struktur yang memungkinkan air dapat bergerak melaluinya. Dapat disebut akifer apabila bersifat permeabel dan dapat menampung serta dilalui oleh air yakni tanah pasir.
2. Akiklud: lapisan batuan kedap air, yang dapat menampung air, akan tetapi tidak dapat berfungsi sebagai media tempat lewatnya sejumlah air yakni tanah liat (lempung) yang memiliki porositas sangat besar (45-55 %) tetapi permeabilitasnya sangat kecil.
3. Aquifuge (akifuk) lapisan batuan yang tidak dapat mengandung air sama sekali yakni andesit, basalt, granit, dan sebagainya.
Tingkat ketersediaan air tanah di suatu tempat ditentukan berdasarkan tanah sedalam jelejah akar tanaman, yaitu antara 0% (pada titik layu permanen) dan 100% (pada kapasitas lapang), dengan asumsi bahwa di tempat tersebut merupakan lahan tadah hujan (tidak ada irigasi). Tingkat ketersediaan air tanah dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
• Cukup : Kadar air sedalam jelajah akar tanaman >60%
• Sedang : Kadar air sedalam jelajah akar tanaman 40% - 60%
• Kurang : Kadar air sedalam jelajah akar tanaman <40%
Gambar di bawah ini merupakan gambar persebaran air tanah yang ada di Indonesia. Berdasarkan gambar di bawah ini dapat diketahui bahwa persebaran potensi air tanah di Indonesia tidak merata. Pada pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Irian Jaya terdapat cadangan potensi air tanah yang cukup, sedangkan pada daerah kepulauan Nusa Tenggara dan maluku, cadangan air tanahnya kurang. Namun, berdasarkan data dari BMKG menyebutkan bahwa ketersediaan air tanah yang ada di Indonesia masih mencukupi. (gambar kedua di bawah ini)

Peta persebaran air tanah


Meskipun saat ini ketersediaan air tanah masih mencukupi, namun tetap harus hemat dan efisien dalam penggunaan sumberdaya air tanah karena pada beberapa daerah air tanah telah mengalami penurunan jumlah serta mengalami kerusakan yang diakibatkan karena konsumsi air tanh secara terus menerus dan intrusi air laut. Hal ini dapat dilihat pada kota-kota besar misalnya Jakarta.













BAB III
PENUTUP


3.1 KESIMPULAN
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar terdiri dari 5 pulau utama dan sekitar 300 kelompok kepulauan kecil. Jumlah keseleruhan ialah 13667 pulau-pulau dengan 6000 pulau belum terhuni. Luas dari Indonesia adalah 9,8 juta km2 dan lebih dari 7,9 juta km2 berupa perairan. Kepulauan Indonesia terletak di sebelah tenggara dari lempeng Eurasia. Dikeliingi oleh lempeng indo Australia, pantai Filipina timur, dan lempeng pasifik di sebelah barat dan selatan. Garis dari lempeng-lempeng tersebut bertubruan di sepanjang zona subduksi, pembentukan busur gunung api, formasi kompresional, dan struktur miring.
Iklim di Indonesia berdasarkan pembagian iklim dunia termasuk pada daerah panas dan tropis. Dengan adanya iklim tersebut, aktivitas manusia yang ada di Indonesia juga menyesuaikan dengan iklim yang ada di daerah atau wilayahnya. Ciri hidrologi di Indonesia ditunjukkan dengan adanya persebaran danau, sungai dan air tanah. Secara umum ketiga ciri tersebut menyebar secara menyeluruh di setiap pulau di Indonesia, namun kadarnya berbeda tergantung pada kharakteristik dari wilayah tersebut.
Berdasarkan tingkat kategori jenis, Indonesia mempunyai beberapa jenis tanah yaitu tanah humus, tanah pasir, tanah aluvial, tanah podsolik, tanah vulkanik, tanah laterit, tanah mediteran / tanah kapur, tanah gambut, tanah latosol, tanah litosol, tanah grumusol, tanah podsol, tanah andosol, tanha mediteran merah kuning, dan tanah hidromorf kelabu. Sedangkan berdasarkan soil taxonomy atau taksonomi tanah yaitu antara lain terdapat tanah entisols, tanah vertisols, oxisols, tanal ultisols, tanah inceptisols, dan tanah histosols. Persebarannya berdasarkan proses geologi serta batuan pembentuk (bahan induk) yang ada pada suatu daerah tersebut.



3.2 SARAN
Dengan adanya kondisi yang berbeda-beda dari setiap wilayah yang ada di Indonesia, maka perlakuan yang ada pada setiap wilayah harus disesuaikan dengan kondisi yang ada agar tidak merusak lingkungan yang ada. Dari penjelasan makalah ini diharapkan ada penelitian-penelitian secara terperinci pada setiap daerah agar masyarakat indonesia dapat mengelola daerah dan wilayahnya dengan baik dan benar tanpa merusak lingkungan.

























DAFTAR RUJUKAN
Anjayani, Eni, Tri Hariyanto. 2009. Geografi Untuk Kelas X SMA/MA. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Utomo, Dwiyono Hari,S.Pd, M.Si. 2009. Meteorologi/klimatologi dalam studi Geografi. Malang:
Herlambang, Sudarno Drs. M.Si. 2009. Dasar-Dasar Geomorfologi Indonesia. Malang : Universitas Negeri Malang.
Herlambang, Sudarno Drs. M.Si. 2009. Bahan Ajar Dasar-Dasar Geomorfologi. Malang : Universitas Negeri Malang.
Taryana, Didik Drs, Yusuf Suharto. 1991. Ilmu Tanah. Malang : Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang.
Utaya, Sugeng Dr. M.Si. 2009. Pengantar Hidrologi. Malang : Universitas Negeri Malang.
Verstappen, Th. Herman. Tanpa tahun. Outline of the geomorphology of Indonesia. Tanpa tempat: tanpa penerbit.