BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana merupakan peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan manusia sehingga berdampak timbulnya korban jiwa (kerusakan dan dampak psikologis). Setiap bencana pasti menimbulkan resiko bencana yaitu potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah pada kurun waktu yang tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, dan mengungsi. Sehingga dalam suatu bencana diperlukan upaya mitigasi. Mitigasi merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana baik melalui pembangunan fisik, maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Upaya mitigasi bencana diprioritaskan kepada upaya untuk menanggulangi daerah yang lebih rentan. Kerentanan bencana merupakan suatu keadaan ditimbulkan oleh kegiatan manusia (hasil dari proses fisik, social, ekonomi, dan lingkungan) yang mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat terhadap bahaya. Pasca bencana upaya yang dapat dilakukan adalah penggulangan bencana yang merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan, kegiatan pencegahan bencana dan rehabilitasi.
Berkaitan dengan bencana, kota batu dengan keadaan geografis yang demikian, potensi bencana yang terjadi adalah potensi bencana erosi dan banjir. Proses pengikisan kulit bumi yang terjadi secara alami dikenal dengan nama erosi alam atau erosi normal. Banjir merupakan suatu keadaan dimana limpasan air permukaan yang berlebihan. Kondisi topografi dari kota Batu yang mempunyai banyak lereng yang curam, sehingga rentan terhadap terjadinya erosi. Pengolahan lahan merupakan upaya mitigasi yang dapat diupayakan pertama kali untuk mengurangi erosi yang terjadi. Bencana banjir hampir setiap musim penghujan melanda Indonesia. Berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya peningkatan yang cukup berarti. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah hujan yang diatas normal dan adanya pasang naik air laut. Disamping itu faktor ulah manusia juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat (pemukiman di daerah bantaran sungai, di daerah resapan, penggundulan hutan, dan sebagainya), pembuangan sampah ke dalam sungai, pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya.
Daerah yang diteliti untuk dijadikan sampel adalah desa Sumberbrantas dan dusun Tulungrejo serta desa Bumiaji. Dari sampel tersebut diharapkan dapat mengetahui potensi bencana yang terjadi serta upaya mitigasi yang tepat utuk masing-masing daerah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam laporan ini adalah:
1. Bagaimana kondisi geografis dari desa Sumberbrantas dan desa Tulungrejo?
2. Bagaimana potensi erosi dan banjir di desa Sumberbrantas dan desa Tulungrejo?
3. Bagaimana mitigasi bencana yang tepat bagi desa Sumberbrantas dan desa Tulungrejo?
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam laporan ini adalah:
1. Menjelaskan kondisi geografis dari desa Sumberbrantas dan desa Tulungrejo.
2. Mengetahui potensi erosi dan banjir di desa Sumberbrantas dan desa Tulungrejo.
3. Mengetahui upaya mitigasi bencana yang tepat terhadap potensi bencana erosi dan banjir di desa Sumberbrantas dan desa Tulungrejo.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KONDISI GEOGRAFIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Erosi
Erosi adalah lepasnya material padat (sedimen, tanah, batuan dan tertikel lain) dari batuan induknya oleh air, angin, es, gaya gravitasi atau organisme. Erosi oleh Air Erosi ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk:
1. Splash Erosion merupakan erosi oleh butiran air hujan yang jatuh ke tanah karena benturan butiran air hujan, partikel-partikel tanah yang halus terlepas dan terlempar ke udara.
2. Sheet Erosion merupakan erosi oleh air yang jatuh dan mengalir di permukaan tanah secara merata sehingga partikel-partikel tanah yang hilang merata di permukaan tanah. Permukaan tanah menjadi lebih rendah secara merata. Erosi ini terjadi bila permukaan tanah memiliki ketahanan terhadap erosi yang relatif seragam.
3. Riil Erosion merupakan erosi oleh air yang mengalir di permukaan tanah dengan membentuk alur-alur kecil dengan kedalaman beberapa senti meter. Erosi ini terjadi pada permukaan tanah yang landai dan memiliki daya tahan yang seragam terhadap erosi.
4. Gully Erosion merupakan erosi oleh air yang mengalir di permukaan tanah yang miring atau di lereng perbukitan yang membentuk alur-alur yang dalam dan lebarnya mencapai beberapa meter, dan berbentuk “V”.
5. Valley erosion merupakan erosi oleh air yang mengalir di daerah perbukitan yang membentuk lembah-lembah sungai atau lereng-lereng perbukitan. Alur atau lembah berbentuk berbentuk “V”. Erosi dominan secara vertikal.
6. Stream erosion merupakan erosi oleh air dalam bentuk aliran sungai. Lembah sungai berbentuk “U”. Terjadi erosi lateral yang makin ke hilir makin dominan dan dapat membentuk aliran sungai bermeander.
7. Erosi oleh gelombang merupakan erosi terjadi oleh gelombang laut yang memukul ke pantai. Erosi dapat dibedakan menjadi:
• Erosi oleh pukulan gelombang yang memukul ke tebing pantai. Pukulan gelombang menyebabkan batuan pecah berkeping-keping.
• Abrasi atau corrasi (abrasion / corrasion): erosi oleh material yang diangkut gelombang ketika gelombang memukul ke tebing pantai. Erosi oleh Angin Erosi ini terjadi oleh angin yang bertiup. Erosi ini terjadi di daerah yang tidak bervegetasi atau bervegetasi sangat jarang di daerah gurun atau pesisir. Erosi ini dapat dibedakan menjadi berikut.
1. Deflasi: erosi oleh angin yang bertiup dan menyebabkan material lepas yang haalus terangkut.
2. Abrasi: erosi oleh material-material halus yang diangkut oleh angin ketika angin menerpa suatu batuan. Erosi oleh Es Erosi ini terjadi oleh gerakan massa es dalam bentuk gletser. Gletser dapat menyebabkan abrasi atau penggerusan oleh material-material yang diangkutnya; dapat menyebabkan retakan pada batuan karena terurut ketika gletser bergerak. Erosi karena Gravitasi Erosi karena gravitasi terjadi dalam bentuk gerakan tanah atau tanah longsor, yaitu gerakan massa tanah dan atau batuan menuruni lereng karena gaya gravitasi bumi. Gerakan tanah dapat terjadi dalam bentuk, antara lain: rayapan tanah, tanah longsor, atau jatuhan. Erosi oleh Organisme Erosi ini terjadi karena aktifitas organisme yang melakukan pemboran, penggerusan atau penghancuran terhadap batuan. Erosi ini disebut juga bioerosion.
Tiga kelompok yang mempengaruhi terjadinya erosi menurut Morgan (1979) adalah.
- Faktor Energi ( erosivitas, aliran permukaan, angin, relief, sudut lereng, panjang lereng, jarak teras)
- Faktor Ketahanan (erodibilitas, infiltrasi, pengelolaan tanah)
- Faktor pelindung (kepadatan populasi, tanaman penutup, nilai kegunaan lahan, pengelolaan lahan)
Masing-masing dari faktor tersebut adalah mempengaruhi terjadi atau tidak erosi pada suatu tanah/lahan, apabila faktor energi rendah, faktor pelindung baik, dan faktor ketahanan juga baik, maka erosi tanah tidak terjadi. Sebaliknya apabla faktor energi tinggi dan faktor pelindung serta faktor ketahanan rendah maka erosi akan terjadi. Menentukan besar kecilnya erosi menggunakan PUKT atau yang biasanya disebut USLE. Persamaan ini memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi antara lain faktor erosivitas hujan, erodibilitas tanah, faktor panjang dan kecuraman lereng, faktor pengelolaan tanaman, dan faktor pengelolaan tanaman.
2.1.2 Banjir
Banjir adalah dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba yang disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai maupun karena pengundulan hutan disepanjang sungai sehingga merusak rumah-rumah penduduk maupun menimbulkan korban jiwa. Lebih lengkap bencana banjir memiliki ciri-ciri dan dampak pada lingkungan, sebagai berikut:
1. Banjir biasanya terjadi saat hujan deras yang terus menerus sepanjang hari.
2. Air menggenangi tempat-tempat tertentu dan dengan ketinggian yang tertentu
3. Banjir dapat mengakibatkan hanyutnya rumah-rumah, tanaman, hewan, dan manusia.
4. Banjir mengikis permukaan tanah sehingga terjadi endapan tanah di tempat-tempat yang rendah
5. Banjir dapat mendangkalkan sungai, kolam, atau danau
6. Sesudah banjir, linkungan menjadi kotor oleh endapan tanah dan sampah
7. Banjir dapat menyebabkan korban jiwa, luka berat, luka ringan, atau hilangnya orang
8. Banjir dapat menyebabkan kerugian yang besar baik secara moril maupun materiil.
Berdasarkan sumber air yang menjadi penampung di bumi, jenis banjir dibedakan menjadi tiga, yaitu banjir sungai, banjir danau, dan banjir laut pasang. Banjir sungai terjadi karena air sungai meluap, banjir danau terjadi karena air danau meluap atau bendungan jebol, dan banjir laut pasang terjadi antara lain akibat adanya badai dan gempa bumi.
Banjir yang terjadi dapat disebabkan beberapa faktor sebagai berikut
• Curah hujan tinggi
• Permukaan tanah lebih rendah dibandingkan muka air laut.
• Terletak pada suatu cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan pengaliran air keiuar sempit.
• Banyak pemukiman yang dibangun pada dataran sepanjang sungai.
• Aliran sungai tidak lancar akibat banyaknya sampah serta bangunan di pinggir sungai.
• Kurangnya tutupan lahan di daerah hulu sungai.
2.2 Kondisi Geografis
Kota Batu adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini terletak 15 km sebelah barat Kota Malang, berada di jalur Malang-Kediri dan Malang-Jombang. Kota Batu berbatasan langsung dengan Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan di sebelah utara serta dengan Kabupaten Malang di sebelah timur, selatan, dan barat. Wilayah kota ini berada di ketinggian 680-1.200 meter dari permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 15-19 derajat Celsius.
Sampel dari daerah yang diteliti adalah dusun Junggo, desa Sumberbrantas, dan desa Bumiaji.
2.2.1 Kondisi Geografis Dusun Junggo
Junggo adalah salah satu dusun dari Desa Tulungrejo. Luas wilayah Desa Tulungrejo yaitu seluas 38,13 Km persegi atau sekitar 807,019 Ha. Jumlah penduduk 3.000 jiwa yang terdiri 1.625 perempuan dan 1.375 laki-laki demikian informasi dari Kepala Dusun Junggo Bapak Suwaji. Batas wilayah Dusun Junggo yaitu di sebelah utara berbatasan dengan Dusun Wonorejo, sebelah barat berbatasan dengan dusun Wonorejo
dan sebelah timur dibatasi oleh Hutan Perum Perhutani BKPH Singosari KPH Malang dan Desa Sumbergondo. Sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Gerdu. Dusun Junggo memiliki ketinggian dari permukaan laut yaitu 1.300 s/d 1700 dpl. curah hujan rerata adalah 8,9 mm dengan suhu rata-rata 18 s/d 24 0C. Mata pencaharian penduduk sehari-hari sebagai petani sayur-mayur dan petani apel juga sebagian besar warganya sebagai buruh tani.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Desa Sumberbrantas
Lokasi pengamatan di daerah Sumberbrantas ini adalah lahan pertanian. Pada lahan pertanian tersebut terletak pada ketinggian 1691m, dengan titik koordinat 07045.78’LS dan 112032.102’. Dari pengamatan diketahui bahwa lahan pertanian ini memiliki tingkat erosi yang sangat peka atau sangat tinggi. Pola tanam yang ada di lahan pertanian ini kurang tepat. Terdapat erosi gully yang sudah nampak batuan induknya. Di lokasi pengamatan juga ditemukan dua jenis erosi yang terjadi yaitu erosi riil dan erosi lembar atau erosi lembar. Pada erosi riil telah menunjukkan adanya alur, erosi ini terjadi pada permukaan tanah yang landai dan memiliki daya tahan yang seragam terhadap erosi. Sedangkan pada erosi lembar atau sheet erosion belum menunjukkan adanya alur. Erosi sheet menyebabkan . Permukaan tanah menjadi lebih rendah secara merata. Erosi ini terjadi bila permukaan tanah memiliki ketahanan terhadap erosi yang relatif seragam.
3.2 Desa bumiaji
Dari hasil pengamatan di lapangan, didapatkan peta potensi bencana seperti di atas. Daerah yang diteliti memiliki ketinggian 853m. Pada tahun 2006, daerah ini pernah terjadi banjir. Koordinat dari lokasi penelitian ini adalah 07052.274’ dan 112032.377’ BT. Daerah ini merupakan lahan baru yang dialih fungsikan dari hutan menjadi lahan pertanian. Adanya pengendapan material sungai di lahan pertanian menunjukkan bahwa daerah ini pernah terjadi banjir yang besar dari luapan sungai yang terjadi pada daerah hulu yang berada di daerah Junggo, disebabkan karena minimnya lahan untuk resapan air. Luapan kiriman tersebut menyebabkan banjir di lokasi penelitian ini karena ketinggian daerah samping sungai tersebut lebih rendah.
3.3 Dusun Junggo
Lokasi penelitian di dusun Junggo ini adalah di daerah sekitar pura Junggo. Pura ini berada pada posisi 07047.141’ LS – 112032.787’BT dengan ketinggian 1612m. Daerah ini merupakan lahan baru dari hasil pembukaan hutan, karena pada tahun 2000 daerah ini masih berupa hutan. Hal ini bisa kita lihat dari ketebalan sollum tanah yang ada. Sollum tanah di daerah Pura dusun Junggo desa Tulungrejo ini memiliki ketebalan >1,5m. Sehingga untuk daerah di sekitar Pura memiliki tingkat bahaya erosi sedang dengan jenis erosi sheet dan riil.
Kenampakan Lereng di Daerah Pura Dusun Junggo Desa Tulungrejo
Kemiringan lereng di daerah sekitar pura Junggo ini tidak terlalu curam. Dengan tingkat bahaya erosi yang sedang, maka langkah pertama yang harus dilakukan untuk unit pengelolaan lahannya adalah dengan menanam tanaman sesuai dengan kontur kemiringan 8-15% karena kemiringan lerengnya adalah antara 13-15%. Berikut deskripsi dari masing-masing daerah pengeprasan di sekitar pura Junggo.
1. Daerah Pengeprasan 1
Daerah ini berada pada 07047.57’LS – 112031.98’ BT, pada lahan ini memiliki tekstur liat. Karena pengeprasan mengikuti dari arah kemiringan lereng maka terdapat potensi longsor. Tanah pada daerah ini mengalami landslide, sehingga pohon yang ada mempunyai posisi miring sesuai dengan arah gerak tanah.
2. Daerah Pengeprasan 2
Pada daerah ini merupakan hasil dari erupsi (aktivitas vulkanisme) sehingga memiliki tekstur berupa pasir, debu dan liat. Dengan kandungan pasir lebih banyak daripada kandungan liatnya, maka daerah ini mempunyai tingkat bahaya longsor lebih besar daripada lahan pengeprasan yang pertama.
3.4 Kesimpulan
Daerah yang mempunyai potensi erosi yang lebih rawan adalah daerah Junggo karena tanahnya berupa tanah regosol yang solum tanahnya masih tebal. Sehingga untuk penanamannya tidak boleh menggunakan tanaman jenis kentang atau wortel karena dapat mempercepat terjadinya erosi. Pada Desa Sumberbrantas, tingkat erosinya sangat tinggi namun tingkat kerawanannya masih di bawah dari daerah Junggo. Banjir yang terjadi di daerah Bumiaji merupakan banjir kiriman yang berasal dari daerah hulu yaitu daerah Junggo.
3.5 Saran
Lahan pertanian yang berada di desa Sumberbrantas hendaknya menggunakan sistem pengelolaan lahan yang sesuai dengan kontur dan kemiringan pada lereng tersebut. Daerah Junggo memerlukan pengelolaan lahan dengan penanaman menurut kontur kemiringan 8-15%, daerah ini juga harus lebih dilakukan reboisasi dan mengurangi kegiatan alih fungsi lahan secara besar-besaran karena dapat mengurangi luas daerah resapan air. Upaya tersebut untuk mengurangi terjadinya banjir yang berdampak pada daeraah lain (daerah hilir).
DAFTAR RUJUKAN
Hanafi, Fadil. 2009. Macam-macam terjadinya erosi. (online), (http://earlfhamfa.wordpress.com/2009/04/23/macam-dan-penyebab-erosi/, diakses tanggal 22 Desember 2010).
Juarti, I.r, M.P. 2004. Bahan Ajar Konservasi Lahan dan Air. Malang. Universitas Negeri Malang.
Rapi. 2008. Banjir. (online), (http://rapi-nusantara.net/info-penting/artikel-banjir.html, diakses tanggal 22 Desember 2010).